- Beranda
- Komunitas
- Entertainment
- The Lounge
Masyarakat Banjar Hulu dan Kebiasaannya


TS
Surobledhek746
Masyarakat Banjar Hulu dan Kebiasaannya

"Bah, Dasar pahuluan nih! Pantas jadul!"
Ungkapan di atas adalah sebuah bentuk ucapan bagi warga masyarakat Kalimantan Selatan yang berasal dari Kabupaten Tapin, Hulu Sungai Selatan, Hulu Sungai Tengah, Hulu Sungai Utara, Tabalong, dan Balangan. Kalau ucapan itu diungkapkan secara serius dalam kemarahan biasanya akan diladeni dengan sebuah perkelahian.
Bukan cuma perkelahian tangan kosong. Dahulu sering hanya karena sebutan yang menyatakan bahwa mereka berasal dari pahuluan sudah menyulut banyak kemarahan. Pahuluan identik dengan kuno. Atau bahasa kasarnya, orang gunung. Suku badui kalau zaman Nabi dahulu. Wakar jika mereka tersinggung.
Orang Kalimantan asli kental dengan sebutan orang Banjar. Mereka terbagi dua, Banjar Kuala dan Banjar Hulu. Orang Banjar Hulu sering disebut orang pahuluan.
Banjar kuala terdiri dari Banjar Bakula adalah wilayah yang terdiri atas tiga kabupaten dan dua kota yang meliputi sebagian dari wilayah provinsi Kalimantan Selatan. Meliputi Kota Banjarmasin, Kota Banjarbaru, Kabupaten Barito Kuala, Kabupaten Banjar, dan Kabupaten Tanah Laut.
Sementara Banjar Hulu sering disebut warga Banua Anam dengan wolayah gabungan enam kabupaten, yaitu Tapin, Hulu Sungai Selatan, Hulu Sungai Tengah, Hulu Sungai Utara, Balangan, dan Tabalong. mereka inilah yang memiliki keunikan tersendiri dibanding dengan Banjar Kuala.
Dari enam kabupaten ini meskipun banyak terdapat persamaan dalam bahasa, namun gaya bernahasa mereka jauh berbeda. Dalam satu kabupaten saja kadang terdapat perbedaan mencolok. Lagu berbahasanya sering memanjangkan vokal kata di akhir kalimat.
Cara berbahasa inilah sering yang terdengar lucu oleh mereka yang tidak terbiasa mendengar. Apalagi kebiasaan warga masyarakat Banjar Hulu hampir sama. Entah kapan memulainya. Sepertinya jadi kebiasaan turun menurun dari kakek neneknya dahulu.
Kebiasaan mereka adalah bercerita. Dan tokoh ceritanya pasti mirip dengan kelakuan konyol. Tokoh Palui yang kemudian diangkat menjadi tokoh dalam cerita lucu warga masyarakat Banjar hulu akhirnya menghiasi rubrik cerita lucu di koran daerah Kalimantan Selatan.
Yang mengherankan adalah padahal biasanya rutin setiap malam sehabis salah isya, mereka pasti punya tempat ngumpul yang permanen. Di depan langgar (musala), teras rumah tetangga, di gorong-gorong, post ronda atau ada yang hanya nongkrong di pinggir jalan.
Setiap orang dari mereka sepertinya masing-masing punya cerita. Kalau dimulai dengan cerita lucu, naka yang lain pun menyambung cerita yang habis dengan cerita lucu lainnya.
Kalau kebetulan yang memulai bercerita dengan cerita hantu atau mahluk halus yang lain pun punya cerita yang sejenis dengan kasus dan kejadian yang berbeda. Namanya cerita dari mulut ke mulut, soal kebenarannya wallahu a'lam. Mereka tak berpikir atau mengkonfirmasi cerita tersebut benar atau tidak. Yang penting bercerita saja.
Kadang tokoh-tokoh utama adalah neen datuk yang sudah meninggal. Kadang ketika hidup di zaman Belanda, zaman Jepang, zaman gerombolan Kahar Muzakar, zaman PKI, hingga ketika kemarau, musim hujan. Saking kaya akan cerita, setiap musim buah punya cerita sendiri.
Di sampaing piyawai dalam bercerita, warga masyarakat Banjar Hulu juga sangat lekat dengan acara beyasinan (berkumpul malam tertentu membaca surah yasin secara bergilir setiap munggu).
Hampir di setiap desa ada acara beyasinan. Lebih sering setiap malam jumat. Bergiliran dari rumah warga yang satu ke rumah warga yang lain. Jika gilirannya sudah habis maka kembali lagi ke giliran baru.
Tradisi beyasinan hingga kini masih eksis di masyarakat Banjar Hulu. Untuk warga laki-laki acaranya setiap malam jumat setiap minggu. Sementara untuk ibu-ibu biasanya sore kamis atau sore minggu. Acara yang sama.
Beberapa tahun terakhir, kegiatan bersama warga masyarakat Banjar Hulu adalah membaca maulid Habsyi. Kegiatan ini pun dilakukan secara bergiliran dari rumah ke rumah. Namun ada juga yang melaksanakannya di langgar (musala) sehabis salat maghrib.
Hampir semua langgar memiliki grup maulid dengan peralatan dan perlengkapan yang disimpaj di ujung langgar.
Yang paking unik adalah ketika peringatan maulid Nabi Muhammad SAW tiba. Undangan peringatannya adalah antar langgar. Kadang dalam satu desa terdapat lebih dari 10 langgar. Mengingat luas langgar terbatas maka pengunjung peringatan tersebut meluber hingga ke pelataran dan jalan-jalan di sekitar langgar.
Tidak itu saja, seperti ada gengsi tersendiri. Maka setiap langgar akan melaksanakan kegiatan yang sama. Akhirnya sebulan penuh kalau sudah datang masa bulan Rabiul Awal. Peringatan Maulid bisa didengar hampir setiap malam dan setiap hari. Bapak-bapak pada malam hari dan ibu-ibu pada sore hari. Persis seperti beyasinan tadi.
Keunikan lain dari warga masyarakat Banjar Hulu adalah ketika ada berita kematian. Semua langgar akan mengabarkan lewat corong langgar. Dan biasanya setiap langgar diminta untuk mewakili dalam.mensalatkan mayit tersebut.
Beberapa tahun Gw sempat tinggal di wilayah Hulu Sungai Utara kadang berpikir. Begitu banyak dan padat acara tersebut bagaimana mereka mengatur waktu antara berkegiatan dan bekerjanya?
Kehidupan dengan kesederhaaan ternyata membuat mereka menyisihkan waktu antara beyasinan, maulidan, kematian, undangan perkimpoian dan lain-lain. Hampir tak terdengar keluh kesah karena banyaknya acara di desa mereka. Setiap ada acara pasti disambut dengan gembira.
Pada malam-malam biasa sehabis maghrib, kalau kita berjalan di sekitar rumah warga pasti terdengqr sayup-sayup anak-anak belajar mengaji Al Quran. Kadang ada guru yang mengajari, kadang membaca sendiri. Kadang suara ibu-ibu juga yang mengaji.
Seiring dengan berjalannnya waktu. Modernisasi sudah masuk ke wilayah Banjar Hulu. Televisi sudah terdengar nyaring, suara musik juga mulai menghiasi rumah-rumah warga. Perlahan-lahan sayup-sayup suara orang yang mengaji mulai tergantikan.
Mereka yang dahulunya ketika berkumpul dan bertukar cerita sekarang tetap berkumpul di tempat yang sama. Namun kegiatannya beda. Hanya sesekali saling sapa dan saling berkomentar tentang apa yang dilihatnya dari gawai yang dipegangnya.
Mereka berkumpul bersama, namun berinteraksi dengan orang lain yang entah ada di mana. Obrolan lucu sudah jarnag terdengar lagi. Tidak ada lagi cerita seram yang dibagi.
Kadang ada perdebatan adalah ketika aliran politik mereka berbeda. Elit politik yang didukung berbeda barulah ada obrolan dan debat yang entah tujuannya apa. Ujung-ujungnya saling marah dan bertengkar. Padahal mereka tak tahu apa yang diperebutkan.
Begitulah masyarakat Banjar Hulu dengan keasliannya, budaya dan kebiasaannya perlahan lenyap termakan zaman. Kebersamaan terkikis perbedaan. Ketoka dahulu persamaan terlihat akrab, padahal hanya dari sebuah cerita yang sama-sama lucu. Atau cerita yang sama-sama seram.
Sudah saatnya menggali kembali budaya yang mulai hilang tergerus zaman. Mengembalikan tradisi melepaskan gawai pada saat bersama. Membagi cerita masa lalu sepertinya sepele namun banyak pelajaran yang dapat diambil dari cerita yang ada. Terutama kebersamaan dan kekeluargaan.
Di samping itu banyaknya pendatang yang berasal dari daerah lain sangat berpengaruh terhadap tradisi yang ada. Terutama dengan adanya perusahaan-perusahaan yang banyak diisi oleh warga yang berasal dari luar wilayah Kalimantan.
Asimilasi tak seharusnya mengaburkan budaya asli dan kebiasaan masyakarat penduduk asli.
Ungkapan di atas adalah sebuah bentuk ucapan bagi warga masyarakat Kalimantan Selatan yang berasal dari Kabupaten Tapin, Hulu Sungai Selatan, Hulu Sungai Tengah, Hulu Sungai Utara, Tabalong, dan Balangan. Kalau ucapan itu diungkapkan secara serius dalam kemarahan biasanya akan diladeni dengan sebuah perkelahian.
Bukan cuma perkelahian tangan kosong. Dahulu sering hanya karena sebutan yang menyatakan bahwa mereka berasal dari pahuluan sudah menyulut banyak kemarahan. Pahuluan identik dengan kuno. Atau bahasa kasarnya, orang gunung. Suku badui kalau zaman Nabi dahulu. Wakar jika mereka tersinggung.
Orang Kalimantan asli kental dengan sebutan orang Banjar. Mereka terbagi dua, Banjar Kuala dan Banjar Hulu. Orang Banjar Hulu sering disebut orang pahuluan.
Quote:
Banjar kuala terdiri dari Banjar Bakula adalah wilayah yang terdiri atas tiga kabupaten dan dua kota yang meliputi sebagian dari wilayah provinsi Kalimantan Selatan. Meliputi Kota Banjarmasin, Kota Banjarbaru, Kabupaten Barito Kuala, Kabupaten Banjar, dan Kabupaten Tanah Laut.
Sementara Banjar Hulu sering disebut warga Banua Anam dengan wolayah gabungan enam kabupaten, yaitu Tapin, Hulu Sungai Selatan, Hulu Sungai Tengah, Hulu Sungai Utara, Balangan, dan Tabalong. mereka inilah yang memiliki keunikan tersendiri dibanding dengan Banjar Kuala.
Dari enam kabupaten ini meskipun banyak terdapat persamaan dalam bahasa, namun gaya bernahasa mereka jauh berbeda. Dalam satu kabupaten saja kadang terdapat perbedaan mencolok. Lagu berbahasanya sering memanjangkan vokal kata di akhir kalimat.
Cara berbahasa inilah sering yang terdengar lucu oleh mereka yang tidak terbiasa mendengar. Apalagi kebiasaan warga masyarakat Banjar Hulu hampir sama. Entah kapan memulainya. Sepertinya jadi kebiasaan turun menurun dari kakek neneknya dahulu.
Quote:
Kebiasaan mereka adalah bercerita. Dan tokoh ceritanya pasti mirip dengan kelakuan konyol. Tokoh Palui yang kemudian diangkat menjadi tokoh dalam cerita lucu warga masyarakat Banjar hulu akhirnya menghiasi rubrik cerita lucu di koran daerah Kalimantan Selatan.
Yang mengherankan adalah padahal biasanya rutin setiap malam sehabis salah isya, mereka pasti punya tempat ngumpul yang permanen. Di depan langgar (musala), teras rumah tetangga, di gorong-gorong, post ronda atau ada yang hanya nongkrong di pinggir jalan.
Setiap orang dari mereka sepertinya masing-masing punya cerita. Kalau dimulai dengan cerita lucu, naka yang lain pun menyambung cerita yang habis dengan cerita lucu lainnya.
Kalau kebetulan yang memulai bercerita dengan cerita hantu atau mahluk halus yang lain pun punya cerita yang sejenis dengan kasus dan kejadian yang berbeda. Namanya cerita dari mulut ke mulut, soal kebenarannya wallahu a'lam. Mereka tak berpikir atau mengkonfirmasi cerita tersebut benar atau tidak. Yang penting bercerita saja.
Quote:
Kadang tokoh-tokoh utama adalah neen datuk yang sudah meninggal. Kadang ketika hidup di zaman Belanda, zaman Jepang, zaman gerombolan Kahar Muzakar, zaman PKI, hingga ketika kemarau, musim hujan. Saking kaya akan cerita, setiap musim buah punya cerita sendiri.
Di sampaing piyawai dalam bercerita, warga masyarakat Banjar Hulu juga sangat lekat dengan acara beyasinan (berkumpul malam tertentu membaca surah yasin secara bergilir setiap munggu).
Hampir di setiap desa ada acara beyasinan. Lebih sering setiap malam jumat. Bergiliran dari rumah warga yang satu ke rumah warga yang lain. Jika gilirannya sudah habis maka kembali lagi ke giliran baru.
Tradisi beyasinan hingga kini masih eksis di masyarakat Banjar Hulu. Untuk warga laki-laki acaranya setiap malam jumat setiap minggu. Sementara untuk ibu-ibu biasanya sore kamis atau sore minggu. Acara yang sama.
Beberapa tahun terakhir, kegiatan bersama warga masyarakat Banjar Hulu adalah membaca maulid Habsyi. Kegiatan ini pun dilakukan secara bergiliran dari rumah ke rumah. Namun ada juga yang melaksanakannya di langgar (musala) sehabis salat maghrib.
Quote:
Hampir semua langgar memiliki grup maulid dengan peralatan dan perlengkapan yang disimpaj di ujung langgar.
Yang paking unik adalah ketika peringatan maulid Nabi Muhammad SAW tiba. Undangan peringatannya adalah antar langgar. Kadang dalam satu desa terdapat lebih dari 10 langgar. Mengingat luas langgar terbatas maka pengunjung peringatan tersebut meluber hingga ke pelataran dan jalan-jalan di sekitar langgar.
Tidak itu saja, seperti ada gengsi tersendiri. Maka setiap langgar akan melaksanakan kegiatan yang sama. Akhirnya sebulan penuh kalau sudah datang masa bulan Rabiul Awal. Peringatan Maulid bisa didengar hampir setiap malam dan setiap hari. Bapak-bapak pada malam hari dan ibu-ibu pada sore hari. Persis seperti beyasinan tadi.
Keunikan lain dari warga masyarakat Banjar Hulu adalah ketika ada berita kematian. Semua langgar akan mengabarkan lewat corong langgar. Dan biasanya setiap langgar diminta untuk mewakili dalam.mensalatkan mayit tersebut.
Beberapa tahun Gw sempat tinggal di wilayah Hulu Sungai Utara kadang berpikir. Begitu banyak dan padat acara tersebut bagaimana mereka mengatur waktu antara berkegiatan dan bekerjanya?
Kehidupan dengan kesederhaaan ternyata membuat mereka menyisihkan waktu antara beyasinan, maulidan, kematian, undangan perkimpoian dan lain-lain. Hampir tak terdengar keluh kesah karena banyaknya acara di desa mereka. Setiap ada acara pasti disambut dengan gembira.
Quote:
Pada malam-malam biasa sehabis maghrib, kalau kita berjalan di sekitar rumah warga pasti terdengqr sayup-sayup anak-anak belajar mengaji Al Quran. Kadang ada guru yang mengajari, kadang membaca sendiri. Kadang suara ibu-ibu juga yang mengaji.
Seiring dengan berjalannnya waktu. Modernisasi sudah masuk ke wilayah Banjar Hulu. Televisi sudah terdengar nyaring, suara musik juga mulai menghiasi rumah-rumah warga. Perlahan-lahan sayup-sayup suara orang yang mengaji mulai tergantikan.
Mereka yang dahulunya ketika berkumpul dan bertukar cerita sekarang tetap berkumpul di tempat yang sama. Namun kegiatannya beda. Hanya sesekali saling sapa dan saling berkomentar tentang apa yang dilihatnya dari gawai yang dipegangnya.
Mereka berkumpul bersama, namun berinteraksi dengan orang lain yang entah ada di mana. Obrolan lucu sudah jarnag terdengar lagi. Tidak ada lagi cerita seram yang dibagi.
Kadang ada perdebatan adalah ketika aliran politik mereka berbeda. Elit politik yang didukung berbeda barulah ada obrolan dan debat yang entah tujuannya apa. Ujung-ujungnya saling marah dan bertengkar. Padahal mereka tak tahu apa yang diperebutkan.
Quote:
Begitulah masyarakat Banjar Hulu dengan keasliannya, budaya dan kebiasaannya perlahan lenyap termakan zaman. Kebersamaan terkikis perbedaan. Ketoka dahulu persamaan terlihat akrab, padahal hanya dari sebuah cerita yang sama-sama lucu. Atau cerita yang sama-sama seram.
Sudah saatnya menggali kembali budaya yang mulai hilang tergerus zaman. Mengembalikan tradisi melepaskan gawai pada saat bersama. Membagi cerita masa lalu sepertinya sepele namun banyak pelajaran yang dapat diambil dari cerita yang ada. Terutama kebersamaan dan kekeluargaan.
Di samping itu banyaknya pendatang yang berasal dari daerah lain sangat berpengaruh terhadap tradisi yang ada. Terutama dengan adanya perusahaan-perusahaan yang banyak diisi oleh warga yang berasal dari luar wilayah Kalimantan.
Asimilasi tak seharusnya mengaburkan budaya asli dan kebiasaan masyakarat penduduk asli.







c4punk1950... dan 7 lainnya memberi reputasi
8
1.7K
39


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan