yundamassayu18Avatar border
TS
yundamassayu18
Statusmu Mautmu
Berendam di air hangat membuat tubuh lebih fit, apalagi sambil berkhayal. Hari ini, aku akan membantu seorang remaja yang merasa hidup sendirian. Kedua orang tuanya bercerai dan selalu bertengkar meskipun telah berpisah. Murid-murid di sekolah tak mau berteman dengannya. Ia merasa tiada guna hidup sendirian. Setidaknya itu yang aku ketahui dari hasil pengendusan.

[Tuhan, cabutlah nyawaku]

Itulah status yang kubaca di facebook milik gadis itu. Araya namanya. Pertama kali kami berkenalan dalam acara reuni sekolah. Dia adik kelasku. Dari situlah, dia memberi tahu seluruh kontak pribadi termasuk facebook.

Naluriku pernah bertanya, apa sebab dia membuat status seperti itu. Aku berteman dengannya melalui akun facebook palsu yang selalu login dengan gawai yang kubeli loakan. Di suatu sore, di taman kota. Kukirim pesan ke facebooknya.

[Hai, mengapa begitu bersedih?]

Aku menunggu, sambil menyesap minuman yang baru saja diambil dari dalam lemari pendingin.

[Merasa tidak berguna]

Tidak sampai satu menit, pesanku langsung dibalas. Pasti lah orang ini tak punya pekerjaan lain selain memegang ponsel pintarnya.

[Status lo galau, apa gue bisa bantu?]

Pesan terkirim. Aku kembali menyesap minuman segar.

[Gue bosan hidup. Di dunia ini gak ada yang bisa ngertiin gue]

Begitulah. Perlahan pesan kami semakin banyak. Aku banyak tahu tentang dia, keluarga dan lingkungan hidupnya. Lumayan menyedihkan. Pada intinya, wajar kalau dia berdoa agar Tuhan mencabut nyawanya.

[Apa lo punya permintaan terakhir kalau lo mati?]

Pesan itu kukirim dengan maksud serius. Hanya perlu mengetahui keinginan terakhir yang harus dibantu untuk mewujudkannya.

[Ya, gue mau ketemu lo]

Aku tersenyum bila ingat pesan yang dikirim tadi malam. Perempuan itu sejatinya tak tahu identitas asliku malah memohon ingin bertemu. Pendekatan itu telah berhasil membuat dia mengagumi. Oh, tidak. Kurasa lebih dari sekedar mengagumi. 

Sudah cukup rasanya berendam. Aku membersihkan jambang yang mulai memanjang. Sebenarnya, wajahku tak cocok untuk peran antagonis. Terlalu tampan.

Setelah seluruh badan bersih, aku mengeringkan badan lalu memakai pakaian kesucian. Putih polos. Bersiap menjalankan tugas suci.

Kami akan bertemu di sebuah mall. Setelah menonton sebuah film romantis, aku akan memberikan sebuah hadiah untuknya.

"Matikan ponsel lo," pintaku padanya. Agar dia tak sempat memotret pertemuan kami. Cewek itu sangat penurut. Sebentar saja, jari lentiknya langsung menekan tombol off pada ponsel pintar itu, membuat senyum tersungging di sudut bibirku.

Bagus! Tugasku akan lebih cepat selesai tanpa perlawanan dan ancaman.

"Gue gak nyangka. Ternyata pemilik akun itu, lo," katanya padaku. Bola mata beningnya mengisyaratkan pesan untukku agar mewaspadai harapan baru.

Aku tak menanggapi kata-katanya, sibuk mengamati cctv. Jangan sampai muka tampan ini terekam jelas di sana. Untungnya, tak membutuhkan waktu yang lama, kami segera tiba di ruang bioskop.

"Gue datang buat menuhin permintaan lo, Araya. Biar lo bisa mati dengan tenang." Gue bisikin ke telinganya sewaktu film akan segera tayang.

Cewek di hadapanku cekikkan. Menganggap kata-kataku murni sebagai lelucon yang lucu. Dikiranya apa yang disampaikan merupakan pengantar dari tayangan film horror malam ini.

"Hah? Hahahaha ... Gue ikhlas kalau harus mati di tangan cowok ganteng kayak lo." Dia balas membisiki telingaku.

Hawa napas dari mulutnya terasa hangat di daun telinga. Membangkitkan naluriku untuk cepat-cepat menghabisinya. Baiklah,  aku akan cukup sabar menanti saat yang tepat.
***

"Sampai jumpa di kehidupan yang lain, Araya." Kataku sebelum kami berpisah.

"Lo apaan sih?" Dia menarikku kepalaku. Mendekatkan hidungnya hingga menekan hidungku.

"Oya, ini cokelat buat lo. Sengaja gue bikinin, spesial."

Cokelat itu diambil dan dimasukkannya ke dalam tas. Binar matanya, raut wajahnya, semuanya memancar aura putih. Dia akan segera menghadap Tuhannya.

"Jangan lupa dihabisin. Itu cuma buat lo." Kataku ketika dia akan melaju pulang dengan sebuah taksi berbayar.

"Iya, pasti." Katanya manja sebelum berlalu meninggalkanku.

Sesampainya di rumah, aku membuang karet tipis yang kupakai untuk menutupi telapak tanganku. Polisi tak boleh mengetahui tugas suci ini. Toh, aku hanya membantunya. Dia yang ingin hidupnya berakhir.

Siang harinya aku melihat berita dalam sebuah situs berita online terkemuka.

"Seorang gadis 16 tahun ditemukan tewas di apartemennya. Diduga keracunan makanan."

Aku tersenyum. Tugas suci telah tuntas. Polisi tidak akan mengetahui kandungan cokelat yang kubuat. Sebuah formula racun yang baru. Alamiah dari tumbuhan tertentu yang dicampur-campur.

Akun facebook palsu telah kuhapus untuk menghilangkan jejak. Baju saat bertemu pun, sudah kubakar. Kupajang foto gadis itu di dinding kamar, sebagai kenangan. Dia, hasil tugas suciku akibat permintaannya sendiri.

Sore harinya, kulihat wajah itu telah tidur dengan tenang sebelum dimakamkan. Selamat jalan, Araya!

Hembusan angin kencang menemani perjalananku pulang ke rumah. Aku harus menghormati kepergian Araya. Perjalanannya menuju Tuhan sedang dimulai. Hujan mengguyur tubuhku, tandanya aku diberkahi karena telah melakukan tugas suci.

Mungkin akan ada yang bertanya, mengapa aku perlu melakukan tugas itu? Bukankah membunuh manusia itu kejahatan dan bukan hal suci?

Bagiku, menghabisi manusia super galau, hanya memikirkan mati dan tak bermanfaat, adalah hal yang suci. Menjaga bumi agar selalu waras.

Malam itu, aku membuat akun facebook baru. Mengintai akun-akun yang galau dan berdoa ingin mati.

END

0
592
1
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan