- Beranda
- Komunitas
- Story
- Stories from the Heart
Janji Kelingking


TS
yundamassayu18
Janji Kelingking
Prolog
Hari ini langit mendung. Cukup mewakili perasaan Sartika yang duduk di hadapan kaca hias itu. Bayangkan saja, dia baru tahu hamil saat sang suami telah berpulang ke pangkuan-Nya. Janin yang dititipkan padanya harus tumbuh dan berkembang tanpa bapak. Padahal selayaknya wanita hamil membutuhkan pendampingan dan kasih sayang dari seorang suami.
Sartika terpaksa ditemani oleh Sapto lantaran Pina tak bisa meninggalkan anak-anak didiknya. Sebenarnya, dia risih, tetapi mau bagaimana lagi? Sudah tidak ada pilihan. Ramaji telah meninggalkannya untuk selama-lamanya. Akibatnya perasaan tak nyaman harus ditelan demi janin di perutnya.
"Kamu yang kuat, Nak. Maafkan ibu tak bisa menemanimu," pesan Bu Citra saat melepas anak sulungnya pergi ke dokter spesialis kandungan. Sartika mengangguk dan menerima pelukan hangat dari mamanya.
"Mas, titip Mbak Citra," ujar Pina. Dia merasa tak enak membiarkan kakaknya pergi dengan Sapto. Bagaimanapun juga, lelaki itu belum sah menjadi adik iparnya. Namun, dia tak bisa meninggalkan tugas hari ini. Anak-anak didiknya di PAUD Greendland akan mengikuti lomba dan dia adalah pembina mereka.
"Baik, kami akan berangkat. Aku janji akan menjaga Tika dengan baik." Sapto memberi senyuman hangat pada calon mertua dan kekasihnya. Juga mengelus rambut Alpha yang sejak tadi diam saja.
***
Sartika dan Sapto tengah menunggu di depan ruang periksa kehamilan. Antrian padat. Sartika berada di urutan ke-26, sementara pasien yang diperiksa baru urutan ke-5. Sapto tak begitu menyukai suasana membosankan seperti ini. Dia asyik mengelus gadget, berselancar di dunia maya.
Sartika menyaksikan orang-orang yang hilir-mudik dari kursi tunggu. Netranya juga memperhatikan ibu-ibu hamil yang mengantri. Rata-rata mereka ditemani oleh suaminya. Dia menghela napas dan membuangnya dengan keras. Saat ini dirinya hanya mampu menahan diri agar rasa sedih tak ikut memberikan pengaruh pada janinnya. Dia lalu mengalihkan pandangan pada lelaki di sampingnya. Matanya kemudian membelalak.
"Sapto ... kelingking kamu kenapa?" tanya Sartika seraya menatap ngeri.
"A-ah, i-ini ... aku lupa cerita ka-kalau beberapa hari yang lalu kelingkingku terjepit di lemari kaca dan mengenai paku. Karena sudah bengkak dan infeksi, Dokter menyarankan untuk mengamputasinya."
Sartika belum bisa menguasai diri. Dia merasa mual melihat bekas potongan yang masih tampak merah itu.
"Apa Pina sudah tahu tentang ini?" Sartika kembali bertanya.
Sapto menggeleng, "Belum. Biar aku saja nanti yang memberi tahunya."
Sartika menangkap reaksi yang berlebihan pada raut wajah Sapto. Seperti sedang berusaha menyembunyikan sesuatu. Sangat mencurigakan.
"Apa ada yang tahu selain aku?"
Sapto menatap tajam pada mata wanita hamil itu. Dia tidak suka hal pribadinya terlalu dibahas dan Sartika tahu itu. Saat suasana tegang terjadi, perawat memanggil nomor antrian 26. Sartika buru-buru masuk ke ruang pemeriksaan, sedang Sapto menunggu di luar dengan perasaan jengkel.
Hari ini langit mendung. Cukup mewakili perasaan Sartika yang duduk di hadapan kaca hias itu. Bayangkan saja, dia baru tahu hamil saat sang suami telah berpulang ke pangkuan-Nya. Janin yang dititipkan padanya harus tumbuh dan berkembang tanpa bapak. Padahal selayaknya wanita hamil membutuhkan pendampingan dan kasih sayang dari seorang suami.
Sartika terpaksa ditemani oleh Sapto lantaran Pina tak bisa meninggalkan anak-anak didiknya. Sebenarnya, dia risih, tetapi mau bagaimana lagi? Sudah tidak ada pilihan. Ramaji telah meninggalkannya untuk selama-lamanya. Akibatnya perasaan tak nyaman harus ditelan demi janin di perutnya.
"Kamu yang kuat, Nak. Maafkan ibu tak bisa menemanimu," pesan Bu Citra saat melepas anak sulungnya pergi ke dokter spesialis kandungan. Sartika mengangguk dan menerima pelukan hangat dari mamanya.
"Mas, titip Mbak Citra," ujar Pina. Dia merasa tak enak membiarkan kakaknya pergi dengan Sapto. Bagaimanapun juga, lelaki itu belum sah menjadi adik iparnya. Namun, dia tak bisa meninggalkan tugas hari ini. Anak-anak didiknya di PAUD Greendland akan mengikuti lomba dan dia adalah pembina mereka.
"Baik, kami akan berangkat. Aku janji akan menjaga Tika dengan baik." Sapto memberi senyuman hangat pada calon mertua dan kekasihnya. Juga mengelus rambut Alpha yang sejak tadi diam saja.
***
Sartika dan Sapto tengah menunggu di depan ruang periksa kehamilan. Antrian padat. Sartika berada di urutan ke-26, sementara pasien yang diperiksa baru urutan ke-5. Sapto tak begitu menyukai suasana membosankan seperti ini. Dia asyik mengelus gadget, berselancar di dunia maya.
Sartika menyaksikan orang-orang yang hilir-mudik dari kursi tunggu. Netranya juga memperhatikan ibu-ibu hamil yang mengantri. Rata-rata mereka ditemani oleh suaminya. Dia menghela napas dan membuangnya dengan keras. Saat ini dirinya hanya mampu menahan diri agar rasa sedih tak ikut memberikan pengaruh pada janinnya. Dia lalu mengalihkan pandangan pada lelaki di sampingnya. Matanya kemudian membelalak.
"Sapto ... kelingking kamu kenapa?" tanya Sartika seraya menatap ngeri.
"A-ah, i-ini ... aku lupa cerita ka-kalau beberapa hari yang lalu kelingkingku terjepit di lemari kaca dan mengenai paku. Karena sudah bengkak dan infeksi, Dokter menyarankan untuk mengamputasinya."
Sartika belum bisa menguasai diri. Dia merasa mual melihat bekas potongan yang masih tampak merah itu.
"Apa Pina sudah tahu tentang ini?" Sartika kembali bertanya.
Sapto menggeleng, "Belum. Biar aku saja nanti yang memberi tahunya."
Sartika menangkap reaksi yang berlebihan pada raut wajah Sapto. Seperti sedang berusaha menyembunyikan sesuatu. Sangat mencurigakan.
"Apa ada yang tahu selain aku?"
Sapto menatap tajam pada mata wanita hamil itu. Dia tidak suka hal pribadinya terlalu dibahas dan Sartika tahu itu. Saat suasana tegang terjadi, perawat memanggil nomor antrian 26. Sartika buru-buru masuk ke ruang pemeriksaan, sedang Sapto menunggu di luar dengan perasaan jengkel.
Diubah oleh yundamassayu18 07-03-2020 22:34
0
509
1


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan