- Beranda
- Komunitas
- Story
- Stories from the Heart
Abu Hurairah ra: Dari Ahli Shuffah Menjadi Gubernur Bahrain


TS
akramdjazuli
Abu Hurairah ra: Dari Ahli Shuffah Menjadi Gubernur Bahrain
Abu Hurairah ra, tinggal di serambi mesjid sebagai Ahli Shuffah dan mengabdikan seluruh hidupnya untuk Islam. Beliau ra adalah sahabat yang paling banyak meriwayatkan hadits Rasulullah saw.
Biografi
Abu Hurairah ra lahir sekitar tahun 598 M di daerah Daus, Yaman. Beliau ra diperkirakan lahir 21 tahun sebelum hijrah, ayahnya bernama As Shakir dan sejak kecil beliau ra sudah menjadi yatim.
Nama aslinya pada masa jahiliyah adalah Abdus-Syams (hamba matahari), kemudian setelah beriman diganti namanya oleh Rasulullah saw menjadi Abdur Rahman belakangan beliau ra dipanggil sebagai Abu Hurairah (ayah kucing) karena beliau ra suka merawat dan memelihara kucing.
Diriwayatkan oleh Abdullaah bin Raafi’, “Aku bertanya kepada Abu Hurairah, “Mengapa engkau bernama kuniyah Abu Hurairah?” Ia menjawab, “Apakah yang kau khawatirkan dariku?” Aku berkata, “Benar, demi Allah, sungguh aku khawatir terhadapmu.” Abu Hurairah berkata, “Aku dahulu bekerja menggembalakan kambing keluargaku dan di sisiku ada seekor kucing kecil (Hurairah). Lalu ketika malam tiba aku menaruhnya di sebatang pohon, jika hari telah siang aku pergi ke pohon itu dan aku bermain-main dengannya, maka aku diberi kuniyah Abu Hurairah (bapaknya si kucing kecil).” (Jaami’ At-Tirmidzi no. 3805)
Baca juga: Ahli Shuffah: Dicintai Rasulullah, Meraih Sukses dan Kemuliaan Ruhani
Bai’at
Abu Hurairah ra bai’at, menerima kebenaran Islam ketika Thufail bin Amr ra, seorang pemimpin kabilah Daus, Yaman, kembali ke kampung halamannya setelah lebih dulu beriman kepada Rasulullah saw. Thufail ra kemudian menyampaikan tabligh Islam kepada kaumnya, mendapatkan dakwah itu Abu Hurairah ra pun segera bai’at.
Setelah beriman beliau ra tetap menetap di kampungnya hingga beberapa tahun lamannya, akan tetapi karena kecintaannya kepada Islam terus menguat dan keinginannya untuk bertemu dan tinggal di dekat Rasulullah saw makin menggebu maka beliau ra pun memutuskan untuk hijrah ke Madinah.
Keinginan beliau ra telah bulat, sekitar tahun 629 M atau pada awal tahun ke tujuh hijriah diumurnya yang ke dua puluh enam, dengan perbekalan seadanya beliau ra berangkat ke Madinah. Beliau ra tinggalkan kampung halamannya, segala apa yang dimiliknya dan saudara sesukunya demi untuk berjumpa dengan orang yang dikasihinya, Rasulullah saw.
Setelah beriman, beliau ra membulatkan tekadnya tidak akan terpisah dengan Rasulullah ra kecuali tidur. Dia pun tinggal dekat dengan Rasulullah se lama empat tahun hingga Rasul wafat.
Baca juga: Biografi Abu Bakar Ash-Shiddiq-Khalifatu Rasyiddin I
Ahli Shuffah
Abu Hurairah ra dikenal sebagai seorang sahabat yang sangat miskin, beliau ra tidak memiliki apa pun di Madinah, tidak memilik pekerjaan dan juga tidak punya tempat tinggal.
Dan memang beliau ra hijrah dari Yaman ke Madinah bukan untuk mencari harta kekayaan, bukan juga untuk mendapat ketenaran. Beliau ra datang untuk menjumpai Rasulullah saw dan hidup didekatnya.
Karena kemiskinannya itu beliau ra selalu dalam keadaan lapar, untuk mengobati rasa laparnya itu terkadang beliau ra mengganjal perutnya dengan batu. Saking laparnya kadang beliau pingsan. Tetapi beliau tetap tabah dan pantang untuk mengemis.
Tidak hanya beliau ra, banyak juga para sahabat lainnya yang sama seperti beliau ra, mereka miskin, kelaparan, tidak punya pekerjaan dan juga tidak memiliki rumah.
Mereka semua tinggal di serambi mesjid nabi, oleh karena itu mereka kemudian dikenal sebagai Ashabu Shuffah atau Ahli Shuffah yang artinya penghuni shuffah (serambi mesjid).
Mereka semua setiap saat selalu ada didekat wujud suci Rasulullah saw dan enggan jauh dari beliau saw. Mereka mendengar langsung apa-apa yang beliau saw sampaikan dan melihat apa-apa yang beliau lakukan.
Oleh karena itu, berkat mereka yang rela hidup menderita seperti itu, kita umat Islam saat ini bisa mengetahui dan mempelajari sunnah dan haduts-hadits Nabi saw.
Untuk urusan makan sehari-hari mereka dapatkan dari pemberian Rasulullah saw, apa yang beliau saw makan mereka juga makan. Begitu besar perhatian dan kecintaan Rasulullah kepada mereka.
Sesuai permintaan Rasulullah saw, terkadang mereka juga dijamu makan oleh para sahabat lainnya di rumah-rumah mereka atau mereka membawa tandan-tandan kurma ke mesjid.
Mereka tidak malas, beberapa dari mereka mencari kayu bakar untuk dijual, hasilnya mereka belikan makanan untuk dimakan bersama.
Baca juga: Secawan Susu Cukup untuk Rasulullah saw dan Para Sahabat
Paling Banyak Meriwayatkan Hadits
Abu Hurairah ra tidak termasuk kedalam sahabat yang awal dalam bai’at, beliau ra tidak ikut perang Badar, juga perang Uhud, karena waktu itu beliau ra belum bai’at.
Beliau ra juga hanya 4 tahun saja mendapat kesempatan untuk bergaul dengan Rasulullah saw. Akan tetapi sebagai seorang sahabat beliau ra memiliki keistimewaan yang khusus dibandingkan dengan para sahabat yang lainnya.
Beliau ra adalah orang yang paling banyak meriwayatkan hadits Rasulullah saw, yaitu sebanyak 5.374 hadits. Sehingga beliau diberi gelar sebagai “Rawiyatul Islam” atau perawi Islam karena beliau meriwayatkan hadits yang sangat banyak dari Rasulullah saw, dibandingkan dengan para sahabat lainnya.
Ketika para sahabat Muhajirin sibuk di ladang-ladang mereka, kaum Anshar juga sibuk dengan perniagaan mereka, sementara itu Abu Hurairah ra senantiasa hadir dan sibuk dalam mengingat apa-apa yang disampaikan Rasulullah saw.
Keistimewaan lain dari beliau ra adalah kekuatannya dalam menghapal. Beliau ra menguasai hadits-hadits Rasulullah saw bukan dengan cara menuliskannya melainkan dengan cara menghapalnya.
Sehingga hal itu membuat para sahabat dan murid-muridnya menjadi heran akan kemampuannya dalam mengingat sabda-sabda Rasulullah saw.
Marwan bin Hakam pernah menguji tingkat hafalan Abu Hurairah terhadap hadits Nabi saw. Marwan memintanya untuk menyebutkan beberapa hadits, dan sekretaris Marwan mencatatnya. Setahun kemudian, Marwan memanggilnya lagi dan Abu Hurairah pun menyebutkan semua hadits yang pernah ia sampaikan tahun sebelumnya, tanpa tertinggal satu huruf pun.
Baca juga: Fatah Mekkah, Masa Pengampunan Rasulullah saw
Menjadi Gubernur
Siapa yang menyangka, orang yang miskin dan sederhana itu kemudian menjadi orang penting.
Karena penghidmatannya kepada Islam, selain janji mendapat tempat yang mulia di sisi Allah Ta’ala, beliau ra ternyata di dunia ini juga semasa hidupnya medapatkan kemuliaan-kemuliaan.
Pada masa Umar bin Khattab ra menjadi khalifah, beliau ra mengangkat Abu Hurairah ra menjadi gubernur wilayah Bahrain.
Wafat
Hadhrat Abu Hurairah ra mendapatkan karunia untuk selalu menyertai Nabi saw, sehingga beliau paling banyak meriwayatkan hadits, beliau ra menjadi rujukan, tempat bertanya tentang sunnah-sunnah Nabi saw dan sabda-sabdanya.
Pada tahun 678 atau tahun 59 H, Abu Hurairah ra jatuh sakit sehingga kemudian beliau ra wafat di Madinah, dan dimakamkan di Jannatul Baqi.
Sahabat yang mulia ini diberikan umur yang panjang oleh Allah ta’ala, beliau wafat di umur 78 tahun, dan jarak dari wafatnya Rasulullah saw dengan wafatnya beliau ra sekitar 47 tahun.
Sumber: bewaramulia.com
Biografi
Abu Hurairah ra lahir sekitar tahun 598 M di daerah Daus, Yaman. Beliau ra diperkirakan lahir 21 tahun sebelum hijrah, ayahnya bernama As Shakir dan sejak kecil beliau ra sudah menjadi yatim.
Nama aslinya pada masa jahiliyah adalah Abdus-Syams (hamba matahari), kemudian setelah beriman diganti namanya oleh Rasulullah saw menjadi Abdur Rahman belakangan beliau ra dipanggil sebagai Abu Hurairah (ayah kucing) karena beliau ra suka merawat dan memelihara kucing.
Diriwayatkan oleh Abdullaah bin Raafi’, “Aku bertanya kepada Abu Hurairah, “Mengapa engkau bernama kuniyah Abu Hurairah?” Ia menjawab, “Apakah yang kau khawatirkan dariku?” Aku berkata, “Benar, demi Allah, sungguh aku khawatir terhadapmu.” Abu Hurairah berkata, “Aku dahulu bekerja menggembalakan kambing keluargaku dan di sisiku ada seekor kucing kecil (Hurairah). Lalu ketika malam tiba aku menaruhnya di sebatang pohon, jika hari telah siang aku pergi ke pohon itu dan aku bermain-main dengannya, maka aku diberi kuniyah Abu Hurairah (bapaknya si kucing kecil).” (Jaami’ At-Tirmidzi no. 3805)
Baca juga: Ahli Shuffah: Dicintai Rasulullah, Meraih Sukses dan Kemuliaan Ruhani
Bai’at
Abu Hurairah ra bai’at, menerima kebenaran Islam ketika Thufail bin Amr ra, seorang pemimpin kabilah Daus, Yaman, kembali ke kampung halamannya setelah lebih dulu beriman kepada Rasulullah saw. Thufail ra kemudian menyampaikan tabligh Islam kepada kaumnya, mendapatkan dakwah itu Abu Hurairah ra pun segera bai’at.
Setelah beriman beliau ra tetap menetap di kampungnya hingga beberapa tahun lamannya, akan tetapi karena kecintaannya kepada Islam terus menguat dan keinginannya untuk bertemu dan tinggal di dekat Rasulullah saw makin menggebu maka beliau ra pun memutuskan untuk hijrah ke Madinah.
Keinginan beliau ra telah bulat, sekitar tahun 629 M atau pada awal tahun ke tujuh hijriah diumurnya yang ke dua puluh enam, dengan perbekalan seadanya beliau ra berangkat ke Madinah. Beliau ra tinggalkan kampung halamannya, segala apa yang dimiliknya dan saudara sesukunya demi untuk berjumpa dengan orang yang dikasihinya, Rasulullah saw.
Setelah beriman, beliau ra membulatkan tekadnya tidak akan terpisah dengan Rasulullah ra kecuali tidur. Dia pun tinggal dekat dengan Rasulullah se lama empat tahun hingga Rasul wafat.
Baca juga: Biografi Abu Bakar Ash-Shiddiq-Khalifatu Rasyiddin I
Ahli Shuffah
Abu Hurairah ra dikenal sebagai seorang sahabat yang sangat miskin, beliau ra tidak memiliki apa pun di Madinah, tidak memilik pekerjaan dan juga tidak punya tempat tinggal.
Dan memang beliau ra hijrah dari Yaman ke Madinah bukan untuk mencari harta kekayaan, bukan juga untuk mendapat ketenaran. Beliau ra datang untuk menjumpai Rasulullah saw dan hidup didekatnya.
Karena kemiskinannya itu beliau ra selalu dalam keadaan lapar, untuk mengobati rasa laparnya itu terkadang beliau ra mengganjal perutnya dengan batu. Saking laparnya kadang beliau pingsan. Tetapi beliau tetap tabah dan pantang untuk mengemis.
Tidak hanya beliau ra, banyak juga para sahabat lainnya yang sama seperti beliau ra, mereka miskin, kelaparan, tidak punya pekerjaan dan juga tidak memiliki rumah.
Mereka semua tinggal di serambi mesjid nabi, oleh karena itu mereka kemudian dikenal sebagai Ashabu Shuffah atau Ahli Shuffah yang artinya penghuni shuffah (serambi mesjid).
Mereka semua setiap saat selalu ada didekat wujud suci Rasulullah saw dan enggan jauh dari beliau saw. Mereka mendengar langsung apa-apa yang beliau saw sampaikan dan melihat apa-apa yang beliau lakukan.
Oleh karena itu, berkat mereka yang rela hidup menderita seperti itu, kita umat Islam saat ini bisa mengetahui dan mempelajari sunnah dan haduts-hadits Nabi saw.
Untuk urusan makan sehari-hari mereka dapatkan dari pemberian Rasulullah saw, apa yang beliau saw makan mereka juga makan. Begitu besar perhatian dan kecintaan Rasulullah kepada mereka.
Sesuai permintaan Rasulullah saw, terkadang mereka juga dijamu makan oleh para sahabat lainnya di rumah-rumah mereka atau mereka membawa tandan-tandan kurma ke mesjid.
Mereka tidak malas, beberapa dari mereka mencari kayu bakar untuk dijual, hasilnya mereka belikan makanan untuk dimakan bersama.
Baca juga: Secawan Susu Cukup untuk Rasulullah saw dan Para Sahabat
Paling Banyak Meriwayatkan Hadits
Abu Hurairah ra tidak termasuk kedalam sahabat yang awal dalam bai’at, beliau ra tidak ikut perang Badar, juga perang Uhud, karena waktu itu beliau ra belum bai’at.
Beliau ra juga hanya 4 tahun saja mendapat kesempatan untuk bergaul dengan Rasulullah saw. Akan tetapi sebagai seorang sahabat beliau ra memiliki keistimewaan yang khusus dibandingkan dengan para sahabat yang lainnya.
Beliau ra adalah orang yang paling banyak meriwayatkan hadits Rasulullah saw, yaitu sebanyak 5.374 hadits. Sehingga beliau diberi gelar sebagai “Rawiyatul Islam” atau perawi Islam karena beliau meriwayatkan hadits yang sangat banyak dari Rasulullah saw, dibandingkan dengan para sahabat lainnya.
Ketika para sahabat Muhajirin sibuk di ladang-ladang mereka, kaum Anshar juga sibuk dengan perniagaan mereka, sementara itu Abu Hurairah ra senantiasa hadir dan sibuk dalam mengingat apa-apa yang disampaikan Rasulullah saw.
Keistimewaan lain dari beliau ra adalah kekuatannya dalam menghapal. Beliau ra menguasai hadits-hadits Rasulullah saw bukan dengan cara menuliskannya melainkan dengan cara menghapalnya.
Sehingga hal itu membuat para sahabat dan murid-muridnya menjadi heran akan kemampuannya dalam mengingat sabda-sabda Rasulullah saw.
Marwan bin Hakam pernah menguji tingkat hafalan Abu Hurairah terhadap hadits Nabi saw. Marwan memintanya untuk menyebutkan beberapa hadits, dan sekretaris Marwan mencatatnya. Setahun kemudian, Marwan memanggilnya lagi dan Abu Hurairah pun menyebutkan semua hadits yang pernah ia sampaikan tahun sebelumnya, tanpa tertinggal satu huruf pun.
Baca juga: Fatah Mekkah, Masa Pengampunan Rasulullah saw
Menjadi Gubernur
Siapa yang menyangka, orang yang miskin dan sederhana itu kemudian menjadi orang penting.
Karena penghidmatannya kepada Islam, selain janji mendapat tempat yang mulia di sisi Allah Ta’ala, beliau ra ternyata di dunia ini juga semasa hidupnya medapatkan kemuliaan-kemuliaan.
Pada masa Umar bin Khattab ra menjadi khalifah, beliau ra mengangkat Abu Hurairah ra menjadi gubernur wilayah Bahrain.
Wafat
Hadhrat Abu Hurairah ra mendapatkan karunia untuk selalu menyertai Nabi saw, sehingga beliau paling banyak meriwayatkan hadits, beliau ra menjadi rujukan, tempat bertanya tentang sunnah-sunnah Nabi saw dan sabda-sabdanya.
Pada tahun 678 atau tahun 59 H, Abu Hurairah ra jatuh sakit sehingga kemudian beliau ra wafat di Madinah, dan dimakamkan di Jannatul Baqi.
Sahabat yang mulia ini diberikan umur yang panjang oleh Allah ta’ala, beliau wafat di umur 78 tahun, dan jarak dari wafatnya Rasulullah saw dengan wafatnya beliau ra sekitar 47 tahun.
Sumber: bewaramulia.com
Diubah oleh akramdjazuli 07-03-2020 20:03
0
598
1


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan