- Beranda
- Komunitas
- Regional
- Kalimantan Barat
[COC Regional: Kebudayaan] Tradisi Nyanggar Yang Mulai Dilupakan


TS
sukafhoto
[COC Regional: Kebudayaan] Tradisi Nyanggar Yang Mulai Dilupakan
Quote:
Di thread kali ini ane masih membahas tradisi unik yang berasal dari
daerah ane, Kecamatan Teluk Keramat Kabupaten Sambas. Tradisi ini disebut dengan nama
nyanggar. Tradisi nyanggaradalah ritual pemberian sesajen kepada arwah leluhur atau dedemit
yang mendiami hutan larangan. Hutan tersebut dinamakan hutan sanggaran yaitu hutan tempat
dilaksanakannya ritual nyanggar. Tradisi ini dilakukan setiap tahunnya sebelum masa tanam padi
dimulai. Dalam tradisi nyanggar ini, akan ditentukan kapan tepatnya waktu semai padi dilakukan
yang merupakan awal dari masa tanam padi.
Sesajen untuk diberikan kepada roh leluhur
Sebelum ritual nyanggar dilakukan, terlebih dahulu diadakan pemberitahuan kepada warga
setempat untuk memberikan sumbangan berupa ketupat untuk disajikan pada hari ritual tersebut
digelar. Selain itu, warga setempat juga diajak untuk hadir pada hari teresebut. Warga yang
sudah diberitahukan terkait ritual ini pada besoknya bisa datang langsung atau menitipkan
sumbangan tersebut kepada warga lainnya.
Ritual nyanggar akan dilakukan pada pagi hari hingga selesai. Ritual ini biasanya dimulai pukul
07 pagi WIB. Proses pelaksanaannya dengan berkumpul terlebih dahulu di rumah sang dukun
besar sambil menunggu beberapa orang yang diutus untuk membuat tempat diletakannya sesajen
di hutan sanggaran. Berkumpulnya orang di rumah dukun juga untuk menunggu semua
sumbangan ketupat, jodadah, cucur dan pisang terkumpul semua. Jika semua sumbangan tersebut
sudah terkumpul dan tempat sesajen sudah selesai didirikan maka dukun dan semua orang akan
bergegas menuju hutan sanggaran. Beberapa orang diantaranya juga ditugaskan untuk membawa
makanan untuk dijadikan sesajen dan dihidangkan kepada warga yang hadir.
Ritual Nyanggar, Screenshoot dari video kanal youtube ane
Setelah warga dan dukun hadir di hutan sanggaran, maka ritual dapat dilakukan. Warga akan
duduk atau berdiri mengelilingi dukun. Sementara dukun dan peradi akan duduk menghadap
tempat sesajen. Ritual akan dimulai dengan membakar kemenyan terlebih dahulu. Tujuannya
untuk memanggil roh leluhur untuk masuk ke dalam tubuh sang dukun. Dukun yang berperan di
sini biasanya dua hingga tiga orang dan secara bergantian melakukan tugasnya. Sementara peradi
yang merupakan asisten sang dukun menjadi perantara masyarakat untuk menyampaikan keluhan
kepada roh leluhur atau dedemit yang mendiami hutan sanggaran ini.
Sang dukun yang sudah dirasuki roh leluhur akan bernyanyi, menari bahkan ada yang melakukan
pencak silat. Tingkah laku ini disesuaikan dengan jenis roh leluhur yang merasuki tubuh sang
dukun. Melalui tubuh sang dukun, roh leluhur akan bertanya alasan pemanggilannya. Nah di sini
peran peradi (asisten dukun) akan menyampaikan maksud dan tujuan mereka memanggil roh
leluhur. Sang peradi akan menyampaikan keluhan masyarakat seperti hasil panen yang tidak
bagus karena diganggu hama atau banyak sekali wabah penyakit yang menyerang di desa
mereka. Roh leluhur juga akan menyampaikan kekecewaannya kenapa dari tahun ke tahun
semakin berkurang warga yang datang untuk mengikuti ritual nyanggar tersebut. Nah peradi akan memberikan alasan kenapa warga tidak hadir seperti dulu. Alasan tersebut diharapkan dapat
dimaklumi oleh roh leluhur.
Di dalam dialog yang alot antara roh leluhur dan peradi akan dilakukan kesepatan yaitu roh
leluhur akan menjaga desa mereka dari hama yang merusak padi, menjauhkan wabah penyakait
dan bala serta menjaga desa mereka dari niat jahat orang luar desa yang ingin merusak
ketentaraman desa warga setempat. Namun untuk melakukan itu, roh leluhur harus diberikan
makanan. Nah kesepakatannya ketupat, pisang, ratteh (berondong dari padi), joddah, dan cucur
harus diletakan di atas tempat sesajen. Selain itu, warga juga harus mematuhi beberapa larangan
yang diantaranya: tidak boleh membakar hutan atau membuat api dan asap di kebun, tidak boleh
menyembelih hewan, dilarang memasuki hutan, dan menebang sagu. Semua larangan tersebut
harus dipatuhi minimal satu hari sejak dilakukannya ritual nyanggar. Setelah kesepakatan
disetujui oleh roh leluhur dan warga siap mematuhi larangannya, maka roh leluhur akan keluar
dari tubuh sang dukun.
Selanjutnya sang dukun dan peradi akan kembali mengingatkan perihal kesepakatan dan
larangan yang telah disampaikan sebelumnya. Tak tangung-tanggung resiko bagi yang
melanggar pantangan atau larangan tersebut akan dijadikan sebagai makanan (tumbal) bagi roh
leluhur/dedemit. Kemudian, sang dukun akan meminta warga yang membawa air untuk segera
menyerahkannya untuk dibacakan doa. Air tersebut dimasukan ke dalam wadah berupa botol
atau teko. Setelah dibacakan doa, air tersebut bisa dibawa pulang untuk digunakan dalam proses
penyemaian padi dan pengusiran bala di rumah masing-masing.
Selanjutnya akan dibacakan doa penutup yang menandakan ritual ini selesai dilakukan.
Kemudian, makanan yang dibawa tadi berupa ketupat dan lain-lain akan dihidangkan kepada
warga setempat yang hadir di hutan sanggaran. Jika ada makanan yang tidak habis dimakan,
maka sisanya akan diletakan di atas tempat sesajen. Jika semua sudah selesai menikmati jamuan,
maka dukun, peradi dan warga dapat meninggalkan hutan sanggaran bersama-sama. Warga yang
dalam perjalanan pulang akan mengutip dan mengumpulkan dedaunan serta berbagai duri dari
hutan sanggaran. Tujuannya untuk dijadikan bahan pembuatan asap dalam rangka pengusiran
wabah atau penolakan bala. Ritual ini disebut dengan nama membuat perabun. Ini tidak masuk
dalam larangan sama halnya dengan memasak di dapur.
Saat ini tradisi nyanggar masih dilakukan meskipun tidak seramai dulu. Perkembangan zaman
dan anggapan bertentangan dengan agama menjadikan ritual ini enggan untuk diikuti warga.
Beberapa desa di Kecamatan Teluk Keramat juga telah lama meninggalkan ritual ini dengan
alasan bertentangan dengan agama. Untuk keberadaan hutan sanggaran saat ini juga mulai
tergerus ya gan/sis. Hal itu dikarenakan di sekitar hutan sanggaran banyak dijadikan lahan sawah
dan kebun sawit. Di dalam hutan sanggaran masih terdapat beberapa pohon zaman dulu yang
kemungkinan usianya sudah mencapai ratusan tahun.
Untuk foto dokumentasinya belum ane temukan di internet karena memang jarang generasi
muda yang mengikuti ritual ini. Untuk videonya ane share ya, kebetulan tahun lalu ane
dokumentasikanya dan diupload di youtube. Silakan di cek di mari gan/sis.
daerah ane, Kecamatan Teluk Keramat Kabupaten Sambas. Tradisi ini disebut dengan nama
nyanggar. Tradisi nyanggaradalah ritual pemberian sesajen kepada arwah leluhur atau dedemit
yang mendiami hutan larangan. Hutan tersebut dinamakan hutan sanggaran yaitu hutan tempat
dilaksanakannya ritual nyanggar. Tradisi ini dilakukan setiap tahunnya sebelum masa tanam padi
dimulai. Dalam tradisi nyanggar ini, akan ditentukan kapan tepatnya waktu semai padi dilakukan
yang merupakan awal dari masa tanam padi.
![[COC Regional: Kebudayaan] Tradisi Nyanggar Yang Mulai Dilupakan](https://dl.kaskus.id/scontent.fsub2-3.fna.fbcdn.net/v/t1.0-9/fr/cp0/e15/q65/87813959_526277638092469_8726638040912494592_n.jpg?_nc_cat=111&_nc_sid=110474&efg=eyJpIjoidCJ9&_nc_eui2=AeH3UABMMZXvdsQC-mDyw3Y1t8-zRA0NpGVdraEEhYPiq0Oa85KTfu3N70FHScg57yUVuo5DMm36Q-QrlodneWS-Be5izISddd-ydmdRmX5tUw&_nc_ohc=V4P4YNF_vucAX9aTtN9&_nc_ht=scontent.fsub2-3.fna&_nc_tp=14&oh=2b13c41c9d78c99786a80e92cdf356c8&oe=5EE9FF9D)
Sebelum ritual nyanggar dilakukan, terlebih dahulu diadakan pemberitahuan kepada warga
setempat untuk memberikan sumbangan berupa ketupat untuk disajikan pada hari ritual tersebut
digelar. Selain itu, warga setempat juga diajak untuk hadir pada hari teresebut. Warga yang
sudah diberitahukan terkait ritual ini pada besoknya bisa datang langsung atau menitipkan
sumbangan tersebut kepada warga lainnya.
Ritual nyanggar akan dilakukan pada pagi hari hingga selesai. Ritual ini biasanya dimulai pukul
07 pagi WIB. Proses pelaksanaannya dengan berkumpul terlebih dahulu di rumah sang dukun
besar sambil menunggu beberapa orang yang diutus untuk membuat tempat diletakannya sesajen
di hutan sanggaran. Berkumpulnya orang di rumah dukun juga untuk menunggu semua
sumbangan ketupat, jodadah, cucur dan pisang terkumpul semua. Jika semua sumbangan tersebut
sudah terkumpul dan tempat sesajen sudah selesai didirikan maka dukun dan semua orang akan
bergegas menuju hutan sanggaran. Beberapa orang diantaranya juga ditugaskan untuk membawa
makanan untuk dijadikan sesajen dan dihidangkan kepada warga yang hadir.
![[COC Regional: Kebudayaan] Tradisi Nyanggar Yang Mulai Dilupakan](https://dl.kaskus.id/scontent.fsub2-3.fna.fbcdn.net/v/t1.0-9/fr/cp0/e15/q65/88156089_525837828136450_430474461725065216_n.jpg?_nc_cat=101&_nc_sid=110474&efg=eyJpIjoidCJ9&_nc_eui2=AeFyIZBCNcYk6mSja2KZ-hmDYW0LwxvxDv_f0EvCXaFhacdh07XaK_JS7B-fvZnB3GRQNmeqXKSOnUYheas-Z1tV45mqG-h2Maemf-vUgPjXrg&_nc_ohc=skEL9WQdkbwAX84_8Vt&_nc_ht=scontent.fsub2-3.fna&_nc_tp=14&oh=8f65905d33a0e41f7731ed0c6375fa00&oe=5EB51A24)
Setelah warga dan dukun hadir di hutan sanggaran, maka ritual dapat dilakukan. Warga akan
duduk atau berdiri mengelilingi dukun. Sementara dukun dan peradi akan duduk menghadap
tempat sesajen. Ritual akan dimulai dengan membakar kemenyan terlebih dahulu. Tujuannya
untuk memanggil roh leluhur untuk masuk ke dalam tubuh sang dukun. Dukun yang berperan di
sini biasanya dua hingga tiga orang dan secara bergantian melakukan tugasnya. Sementara peradi
yang merupakan asisten sang dukun menjadi perantara masyarakat untuk menyampaikan keluhan
kepada roh leluhur atau dedemit yang mendiami hutan sanggaran ini.
Sang dukun yang sudah dirasuki roh leluhur akan bernyanyi, menari bahkan ada yang melakukan
pencak silat. Tingkah laku ini disesuaikan dengan jenis roh leluhur yang merasuki tubuh sang
dukun. Melalui tubuh sang dukun, roh leluhur akan bertanya alasan pemanggilannya. Nah di sini
peran peradi (asisten dukun) akan menyampaikan maksud dan tujuan mereka memanggil roh
leluhur. Sang peradi akan menyampaikan keluhan masyarakat seperti hasil panen yang tidak
bagus karena diganggu hama atau banyak sekali wabah penyakit yang menyerang di desa
mereka. Roh leluhur juga akan menyampaikan kekecewaannya kenapa dari tahun ke tahun
semakin berkurang warga yang datang untuk mengikuti ritual nyanggar tersebut. Nah peradi akan memberikan alasan kenapa warga tidak hadir seperti dulu. Alasan tersebut diharapkan dapat
dimaklumi oleh roh leluhur.
Di dalam dialog yang alot antara roh leluhur dan peradi akan dilakukan kesepatan yaitu roh
leluhur akan menjaga desa mereka dari hama yang merusak padi, menjauhkan wabah penyakait
dan bala serta menjaga desa mereka dari niat jahat orang luar desa yang ingin merusak
ketentaraman desa warga setempat. Namun untuk melakukan itu, roh leluhur harus diberikan
makanan. Nah kesepakatannya ketupat, pisang, ratteh (berondong dari padi), joddah, dan cucur
harus diletakan di atas tempat sesajen. Selain itu, warga juga harus mematuhi beberapa larangan
yang diantaranya: tidak boleh membakar hutan atau membuat api dan asap di kebun, tidak boleh
menyembelih hewan, dilarang memasuki hutan, dan menebang sagu. Semua larangan tersebut
harus dipatuhi minimal satu hari sejak dilakukannya ritual nyanggar. Setelah kesepakatan
disetujui oleh roh leluhur dan warga siap mematuhi larangannya, maka roh leluhur akan keluar
dari tubuh sang dukun.
Selanjutnya sang dukun dan peradi akan kembali mengingatkan perihal kesepakatan dan
larangan yang telah disampaikan sebelumnya. Tak tangung-tanggung resiko bagi yang
melanggar pantangan atau larangan tersebut akan dijadikan sebagai makanan (tumbal) bagi roh
leluhur/dedemit. Kemudian, sang dukun akan meminta warga yang membawa air untuk segera
menyerahkannya untuk dibacakan doa. Air tersebut dimasukan ke dalam wadah berupa botol
atau teko. Setelah dibacakan doa, air tersebut bisa dibawa pulang untuk digunakan dalam proses
penyemaian padi dan pengusiran bala di rumah masing-masing.
Selanjutnya akan dibacakan doa penutup yang menandakan ritual ini selesai dilakukan.
Kemudian, makanan yang dibawa tadi berupa ketupat dan lain-lain akan dihidangkan kepada
warga setempat yang hadir di hutan sanggaran. Jika ada makanan yang tidak habis dimakan,
maka sisanya akan diletakan di atas tempat sesajen. Jika semua sudah selesai menikmati jamuan,
maka dukun, peradi dan warga dapat meninggalkan hutan sanggaran bersama-sama. Warga yang
dalam perjalanan pulang akan mengutip dan mengumpulkan dedaunan serta berbagai duri dari
hutan sanggaran. Tujuannya untuk dijadikan bahan pembuatan asap dalam rangka pengusiran
wabah atau penolakan bala. Ritual ini disebut dengan nama membuat perabun. Ini tidak masuk
dalam larangan sama halnya dengan memasak di dapur.
Saat ini tradisi nyanggar masih dilakukan meskipun tidak seramai dulu. Perkembangan zaman
dan anggapan bertentangan dengan agama menjadikan ritual ini enggan untuk diikuti warga.
Beberapa desa di Kecamatan Teluk Keramat juga telah lama meninggalkan ritual ini dengan
alasan bertentangan dengan agama. Untuk keberadaan hutan sanggaran saat ini juga mulai
tergerus ya gan/sis. Hal itu dikarenakan di sekitar hutan sanggaran banyak dijadikan lahan sawah
dan kebun sawit. Di dalam hutan sanggaran masih terdapat beberapa pohon zaman dulu yang
kemungkinan usianya sudah mencapai ratusan tahun.
Untuk foto dokumentasinya belum ane temukan di internet karena memang jarang generasi
muda yang mengikuti ritual ini. Untuk videonya ane share ya, kebetulan tahun lalu ane
dokumentasikanya dan diupload di youtube. Silakan di cek di mari gan/sis.

Diubah oleh sukafhoto 29-02-2020 16:07




lina.wh dan TvMerah95 memberi reputasi
2
1K
Kutip
1
Balasan


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan