Kaskus

News

wartasawitAvatar border
TS
wartasawit
Semakin Tak Terbendung, Harga CPO Masih Akan Menanjak Tahun 2020

Wartasawit.com, Jakarta. Harga komoditas minyak sawit mentah (CPO) tahun 2020 diramal naik terutama untuk kuartal pertama. Faktor penurunan output produksi dan potensi kenaikan permintaan membuat harga CPO diramal naik.

Harga CPO kontrak pengiriman tiga bulan di Bursa Malaysia Derivatif Exchange terus bergerak naik sejak pertengahan Oktober. Muncul kekhawatiran terkait adanya risiko pada output minyak sawit sehingga dapat mengganggu pasokan.

Kabar tersebut membuat harga CPO jelang akhir tahun dan membuat harganya melesat tajam. Bayangkan sejak 14 Oktober hingga hari ini harga CPO telah naik lebih dari 40%. Bahkan harga CPO sempat menyentuh level tertinggi dalam dua tahun melampui level psikologis RM 3.000/ton

Menurut kajian yang dilakukanRefinitiv, untuk periode 2019/2020 (Oktober-September) produksi minyak sawit Malaysia akan turun 2% sementara produksi minyak sawit Indonesia dan Thailand tumbuh moderat di angka 3%. Jika ditotal pertumbuhan output produsen sawit pada periode tersebut hanya tumbuh 1,5% (yoy).

Perlambatan dari sisi output dikarenakan setidaknya oleh enam faktor. Pertama yang jelas adalah faktor musiman. Produksi minyak sawit di Indonesia dan Malaysia yang notabene produsen sawit terbesar di dunia biasanya mengalami periode penurunan sejak November hingga Februari.

Selain itu, faktor kekeringan yang melanda turut berpengaruh. Pada periode Oktober 2019- September 2020, beberapa daerah penghasil sawit akan memperoleh distribusi curah hujan yang tak seragam.

Ketiga faktor kabut yang melanda RI, Malaysia dan Thailand pada periode Agustus-September. Kabut tersebut menghalangi terjadinya penyerbukan oleh kumbang sehingga berpotensi besar untuk menurunkan yield.

Menurut kajian Refinitiv, saat ini El-Nino bukanlah momok yang menakutkan, melainkan Indian Ocean Dipole (IOD) positif yang mengkhawatirkan. IOD Positif akan menyebabkan curah hujan yang tinggi di India dan kekeringan di Indonesia. Kekeringan yang berkepanjangan tentu mengganggu produksi.

Faktor kelima yaitu saat harga CPO tertekan, petani cenderung mengurangi penggunaan pupuk. Padahal sawit yang berada di fase prime yielding stage sangat membutuhkan dosis dan konsentrasi pupuk yang tepat.

Jika hal ini tidak dilakukan maka potensi kehilangan output dapat mencapai 42% atau setara dengan 14,5 ton per hektare per tahun.

Faktor terakhir yang juga membatasi produktivitas adalah terkait peremajaan atau replanting. Peremajaan memegang perang penting untuk mengganti pohon yang sudah tua dengan produktivitas rendah dengan yang baru yang mampu mendongkrak produktivitas.

Untuk periode 2019/2020 (Oktober-September), permintaan minyak sawit global diramal mencapai 51,6 juta to atau naik 3,4% (yoy).

Dari sisi permintaan, faktor yang menjadi fokus pada 2020 antara lain kebijakan pajak impor oleh India selaku pembeli minyak nabati terbesar di dunia, jumlah persediaan minyak di berbagai negara konsumen serta kebijakan program biodiesel di Indonesia dan Malaysia.

Baru-baru ini, India sebagai pembeli minyak nabati terbesar di dunia melakukan pemangkasan pada pajak impor CPO dan minyak sawit olahan. Pajak impor CPO diturunkan menjadi 37,5% dari 40%, sementara pajak untuk berbagai produk olahan minyak sawit menjadi 45% dari 50%, menurut laporan Reuters.

Informasi tersebut tentu menjadi kabar baik untuk CPO. Pasalnya India mengandalkan impor minyak nabati untuk memenuhi 70% kebutuhan domestiknya. Dua pertiga impor minyak nabati tersebut merupakan minyak sawit dan olahannya. Pemangkasan pajak impor tersebut berpotensi untuk mendorong impor CPO dan olahannya oleh India.

Program mandat biodiesel juga harus turut diperhatikan. Indonesia sudah mulai mengimplementasikan program B30-nya. Artinya 30% bahan bakar berasal dari minyak sawit sementara 70% sisanya dari minyak diesel. Sementara itu Malaysia baru akan mulai program B20 pada Februari 2020.

Mandat B30 di Indonesia telah membuat konsumsi domestik menguat. Hal serupa juga dialami oleh Malaysia. Menurut perhitungan APROBI program B30 akan menyerap sekitar 9 juta kilo liter minyak sawit.

Selain faktor di atas, harga CPO juga dipengaruhi oleh pergerakan harga produk substitusi salah satunya adalah minyak kedelai. Sampai saat ini harga CPO masih jauh lebih murah ketimbang harga minyak kedelai, walau spreadnya semakin mengecil.


Sumber: www.wartasawit.com
0
368
0
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan