Setelah seharian berteman dengan bantal hingga membuat kepalanya merasa pening Kania hanya ingin menghabiskan malam ini tanpa obrolan yang berat.
Obrolan-obrolan yang receh baginya tidak masalah malam ini, setidaknya ia tidak perlu memejamkan mata karena seharian sudah tidur pulas.

Jemarinya lemah gemulai mengetik setiap kata di layar ponselnya, malam ini ia hanya ingin mengetik tidak ingin memikirkan setiap kata yang akan terkirim.

"Anak SD aja bisa bikin masak kamu enggak" Satu balasan pesan masuk.

"Enggak bisa, karena aku memang tidak suka kopi"
Balasnya cepat.

Tidak ada gunanya berdebat malam ini. Pikirnya. Baginya jawaban yang ia berikan sudah sangat jujur. Kania tidak akan mengatakan jika ia seorang penulis, meski ia suka menulis, karena kemampuannya merangkai kata dan memilih diksi masih sangat lemah. Begitupun ia juga tidak akan mengatakan ia bisa membuat secangkir kopi meski hanya sekedar menuangkan gula dan bubuk. Baginya kopi lebih dari itu.

Ibu dan adiknya adalah penyuka kopi. Bahkan seorang pecandu kopi. Ketika ia diminta untuk membuatkan kopi, kopi yang ia bikin selalu ada kurangnya, entah itu kemanisan atau terlalu pahit, karena takaran yang ia gunakan hanya mengira-ngira karena dirinya bukan penikmat kopi.

"Alasan mu tidak masuk akal" Balasnya lagi.

Ah baginya masih terlalu malas untuk berdebat.
Mengetik sambil mendengarkan celotehan ibunya yang gemas melihat tokoh antagonis di sinetron favoritnya jauh lebih asyik.

"Masak gak bisa, terus kalau ada tamu gimana?"
Balasnya lagi.

Kenapa ini tiba-tiba jadi masalah. Pikirnya. Bukankah tidak semua orang menyukai kopi?
Tidak. Masalahnya bukan itu. Pikirnya kembali.

"Memang menurutmu wanita itu harus bisa ngapain aja?" Tanyanya penuh selidik.

Tidak ada balasan yang membuatnya puas.

Lagi-lagi ini bukan hanya perihal kopi, tapi peran wanita, yang membuatnya kembali berpikir , apakah hanya tugas wanita?