- Beranda
- Komunitas
- News
- Berita dan Politik
Kisah Nada Fedulla, WNI Eks ISIS yang Tak Tahu Dibawa Ayahnya ke Suriah


TS
arbib
Kisah Nada Fedulla, WNI Eks ISIS yang Tak Tahu Dibawa Ayahnya ke Suriah
Dulu membangkang, sekarang menebar rasa kasihan yang pilu ingin pulang, kelak bila sudah besar dan kuat, bisa saja menjadi pemicu perang. Beginilah kira kira gambaran bekas WNI yang jadi bumerang pemerintahan NKRI.
Serba salah kini melanda
Sedih dan iba bercampur gundah gulana
Disini hanya bisa berdoa
Semoga jalan terbaik bisa ditemukan disana
Sampai jumpa di thread lainnya
Quote:
Mereka menebar kisah sedih nan pilu, membuka rasa iba dan mengetuk belas kasihan kita semua di Indonesia.
Anak dibawah umur, yang dibawa keluarganya membangkang menuju perang, yang bukan bagian dari negeri kita, banyak kejadian serupa itu. Mereka yang hanya memikirkan golongannya sendiri pergi dengan segala cara, menuju impiannya dan tidak mengakui pemerintah kita, tempat kelahiran mereka pula. Mereka hanya memikirkan bahwa hanya golongan mereka saja yang benar. Yang lain adalah golongan yang salah yang harus mengalah.
Kini setelah negeri adidaya berjibaku memerangi mimpi mereka, merekapun kalah. Impian hancur berantakan. Negeri yang dulu damai kini hanya jadi boneka mainan negara penggemar perang dan produsen senjata. Salah satu cerita pilu, yang berasal dari komplikasi akibat peperangan, berasal dari negeri kita. Seorang anak wanita, bernama Nada Fedulla, ramai dalam berbagai pemberitaan. Berikut ini beritanya bisa kita baca:
Wacana pemulangan Warga Negara Indonesia (WNI) eks ISIS atau Negara Islam Irak dan Suriah terus mencuat dalam beberapa waktu terakhir.
Setelah kekalahannya di Irak (2017) dan Suriah (2019), para kombatan kini ditempatkan di kamp pengungsian khusus yang ada di sejumlah tempat.
Salah satunya adalah kamp pengungsian al-Hol, Suriah Utara, wilayah yang berada di bawah kekuasaan Pasukan Demokratik Suriah atau SDF.
Di kamp pengungsian tersebut, terdapat sejumlah WNI yang tengah menanti kepastian nasib mereka, salah satunya adalah Nada Fedulla.
Dalam sebuah wawancara di BBC, Selasa (4/2/2020), Nada Fedulla mengaku dibawa oleh ayahnya ke Suriah sejak 2015 silam.
Saat itu, dia masih duduk di bangku sekolah dan harus merelakan cita-citanya menjadi seorang dokter.
"Saat masih sekolah, saya bercita-cita menjadi dokter dan saya sangat senang belajar," kata Nada kepada BBC.
Menurutnya, dia tak tahu bahwa sang ayah akan membawanya ke Suriah dan bergabung dengan ISIS.
Selain Nada, ayahnya juga membawa anggota keluarga mereka yang lain, termasuk sang nenek.
Memaafkan ayahnya
Kendati demikian, Nada mengaku memaafkan keputusan ayahnya tersebut, meski telah memupuskan cita-citanya menjadi dokter.
"Ya, karena dia juga manusia. Semua manusia bisa berbuat kesalahan. Dia sudah meminta maaf kepada saya tentang apa yang dilakukannya," kata Nada.
"Dia sudah meminta maaf dan berusaha memperbaiki kesalahannya. Tapi, dia tak bisa melakukan apa pun karena dipenjara," sambungnya.
Nada juga menceritakan pengalamannya hidup di tengah para kombatan ISIS. Ia mengaku pernah melihat pembantaian yang dilakukan di jalanan.
Dengan ketidakjelasan nasibnya saat ini, Nada memiliki keinginan untuk pulang ke Indonesia.
Dia juga merasa lelah dengan kondisinya dan berharap bisa mendapatkan maaf dari orang Indonesia.
660 WNI diduga teroris lintas batas
Berdasarkan data Kementerian Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan (Kemenko Polhukam), setidaknya ada 660 WNI yang diduga menjadi teroris lintas batas.
Beberapa dari mereka bergabung dengan ISIS di Suriah, Irak, dan sejumlah negara lain.
Hingga saat ini, pemerintah masih terus melakukan pembahasan soal rencana pemulangan WNI eks ISIS tersebut.
Bahkan Presiden Joko Widodo secara pribadi menyampaikan keengganannya untuk memulangkan mereka.
Namun, dia mengaku bahwa keputusan itu masih dirapatkan oleh pemerintah.
"Ya kalau bertanya kepada saya (sekarang), ini belum ratas (rapat terbatas) ya. Kalau bertanya kepada saya (sekarang), saya akan bilang tidak (bisa kembali). Tapi, masih dirataskan," ujar Jokowi di Istana Negara, Jakarta, Rabu (5/2/2020).
Sumber : https://www.kompas.com/tren/read/202...uriah?page=all
Iba, sedih, terharu dan kasihan serta ragam perasaan lain berbaur menjadi satu. Pintu belas kasihan kita terbuka menganga lebar. Nada Fedulla, merupakan salah satu contoh anak yang menjadi korban keegoisan orang tuanya demi mengejar mimpi yang menurut mereka adalah suatu kenyataan yang benar ada.
Nada fedulla tak bisa disalahkan dalam hal ini. Mungkin saja saat dibawa kesana dia masih dibawah umur. Belum bisa menentukan pilihan sendiri. Dan tidak bisa memilih jalan lain, selain turut serta mengikuti kehendak orang tua. Nada fedulla kini berharap bisa kembali ke negeri kita. Negeri yang sementara ini, aman dan tenteram.
Negeri yang terajut dari berjuta perbedaan. Dari segi suku, agama, ras, golongan dan kebudayaan.Negeri kita sekarang, meskipun ada gesekan sana sini antar kepentingan, namun masih lebih aman dan nyaman sebagai negara tempat kita bernaung. Kini nada fedulla ingin kembali. Ingin merasakan nikmatnya ketentraman negeri kita tercinta.
Yang jadi persoalan adalah beberapa video viral propaganda kelompok mereka beberapa waktu kebelakang. Ini membuat kita takut akan bibit terorisme, yang bisa saja sudah terbenam dalam pemikiran mereka. Nilai jual rasa belas kasihan yang mereka sampaikan kepada berbagai media, tentu saja sulit membuat kita percaya, bila mereka aman dari pemikiran yang merusak negeri di kemudian hari. Di kemudian hari, bukan saja pemikiran berbahaya bagi negeri ini, tindakan teror seperti yang sudah sering terjadi, tentunya akan menjadi hantu yang menyeramkan. Bila benar, nantinya negara kita menerima mereka kembali.
Berbagai teror yang sudah terjadi, bahkan napi terorisme yang melakukan kekejaman di Mako Brimob beberapa waktu yang lalu, mestinya membuat kita berpikir berjuta kali membuka pintu untuk merangkul mereka.
Apalagi bila kita melihat berbagai video propaganda yang beredar di sosial media. Menjadi lebih ngeri lagi. Banyak anak dibawah umur, sudah dijadikan mesin pembunuh dan mesin perang. Mesin yang berada dalam balutan tubuh manusia. Ini yang kita takutkan kan.

Ketika video penyesalan yang menuai rasa iba, dari nada fedulla beredar, salah satu netizen sudah mengingatkan kita bahwa nada fedulla, mirip dengan salah satu anak yang dilatih untuk dijadikan alat. Walaupun mungkin saja mirip, namun tidak ada jaminan bahwa nada fedulla dan banyak bekas WNI yang lain, bersih dari pemikiran perang. Ini yang sulit ditentukan.
Berbagai media kini ramai memberitakan seputar WNI bekas anggota isis yang ingin kembali. Penyebutan WNI kepada merekapun ramai pro kontra. Sebagian besar yang tidak berkenan mereka kembali, termasuk ts, lebih nyaman menyebut mereka bekas WNI. Karena pada umumnya, dalam berbagai video propaganda yang beredar, kelompok mereka enggan mengakui negara Indonesia.
Jadi mengapa mesti masih disebut WNI. Walaupun secara fakta memang begitu. Beberapa kita menilai, penyematan kalimat ' WNI eks isis' merupakan upaya politik meraih simpati, dengan berbagai berita yang tersebar.
Presiden RI secara pribadi telah mengatakan akan menolak kepulangan bekas WNI ini. Namun secara kenegaraan, keputusan final masih di diskusikan. Pertimbangan untung rugi, baik buruk sedang dilakukan dan dicermati. Ts sendiri berharap, pemerintah tidak mengambil resiko untuk memulangkan mereka ke negeri kita Tercinta. Resikonya terlalu berbahaya. Lebih berbahaya daripada virus yang menyerang fisik atau kesehatan kita. Mereka bisa saja mengidap virus ideologiyang akan dibawa sebagai oleh oleh untuk negeri kita.
Bila nanti keputusan final adalah menolak kepulangan mereka, rasa aman belumlah bisa tercipta sepenuhnya. Mereka yang pergi secara diam diam, mungkin juga akan kembali secara diam diam pula, tanpa terdeteksi. Yang namanya manusia, bila sudah punya cita cita mencapai suatu tujuan, maka beribu cara akan dilakukannya. Inipun menjadi persoalan negeri kita. Jadi, bila pemerintah menolak mereka kembali, pengawasan terhadap gerakan para simpatisan yang ada didalam negeri kita, perlu diawasi.
Bisa saja nanti, berbagai simpatisan yang masih berdiam di negeri kita, mereka menjadi sarana untuk memasukan virus ideologi bekas WNI tersebut. Mereka bisa keluar negri dengan menggunakan berbagai cara, tentu punya koneksi atau jaringan. Jaringan mereka yang ada, tidak menutup kemungkinan masih aktif dan bisa dipergunakan. Untuk itulah, persoalan ini, akan membuat beban pemerintah kita bertambah berat.
Kepada Nada Fedulla dan saudara saudari yang senasib lainnya, mohon dimaafkan bila saudaramu setanah air, enggan menerima kepulangan kembali. Bukan karena benci dan dengki. Tapi yang utamanya adalah kami takut, bila ketenteraman negeri ini, akan rusak berantakan seperti negeri yang kini dalam keadaan perang saudara.
Anak dibawah umur, yang dibawa keluarganya membangkang menuju perang, yang bukan bagian dari negeri kita, banyak kejadian serupa itu. Mereka yang hanya memikirkan golongannya sendiri pergi dengan segala cara, menuju impiannya dan tidak mengakui pemerintah kita, tempat kelahiran mereka pula. Mereka hanya memikirkan bahwa hanya golongan mereka saja yang benar. Yang lain adalah golongan yang salah yang harus mengalah.
Kini setelah negeri adidaya berjibaku memerangi mimpi mereka, merekapun kalah. Impian hancur berantakan. Negeri yang dulu damai kini hanya jadi boneka mainan negara penggemar perang dan produsen senjata. Salah satu cerita pilu, yang berasal dari komplikasi akibat peperangan, berasal dari negeri kita. Seorang anak wanita, bernama Nada Fedulla, ramai dalam berbagai pemberitaan. Berikut ini beritanya bisa kita baca:
Wacana pemulangan Warga Negara Indonesia (WNI) eks ISIS atau Negara Islam Irak dan Suriah terus mencuat dalam beberapa waktu terakhir.
Setelah kekalahannya di Irak (2017) dan Suriah (2019), para kombatan kini ditempatkan di kamp pengungsian khusus yang ada di sejumlah tempat.
Salah satunya adalah kamp pengungsian al-Hol, Suriah Utara, wilayah yang berada di bawah kekuasaan Pasukan Demokratik Suriah atau SDF.
Di kamp pengungsian tersebut, terdapat sejumlah WNI yang tengah menanti kepastian nasib mereka, salah satunya adalah Nada Fedulla.
Dalam sebuah wawancara di BBC, Selasa (4/2/2020), Nada Fedulla mengaku dibawa oleh ayahnya ke Suriah sejak 2015 silam.
Saat itu, dia masih duduk di bangku sekolah dan harus merelakan cita-citanya menjadi seorang dokter.
"Saat masih sekolah, saya bercita-cita menjadi dokter dan saya sangat senang belajar," kata Nada kepada BBC.
Menurutnya, dia tak tahu bahwa sang ayah akan membawanya ke Suriah dan bergabung dengan ISIS.
Selain Nada, ayahnya juga membawa anggota keluarga mereka yang lain, termasuk sang nenek.
Memaafkan ayahnya
Kendati demikian, Nada mengaku memaafkan keputusan ayahnya tersebut, meski telah memupuskan cita-citanya menjadi dokter.
"Ya, karena dia juga manusia. Semua manusia bisa berbuat kesalahan. Dia sudah meminta maaf kepada saya tentang apa yang dilakukannya," kata Nada.
"Dia sudah meminta maaf dan berusaha memperbaiki kesalahannya. Tapi, dia tak bisa melakukan apa pun karena dipenjara," sambungnya.
Nada juga menceritakan pengalamannya hidup di tengah para kombatan ISIS. Ia mengaku pernah melihat pembantaian yang dilakukan di jalanan.
Dengan ketidakjelasan nasibnya saat ini, Nada memiliki keinginan untuk pulang ke Indonesia.
Dia juga merasa lelah dengan kondisinya dan berharap bisa mendapatkan maaf dari orang Indonesia.
660 WNI diduga teroris lintas batas
Berdasarkan data Kementerian Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan (Kemenko Polhukam), setidaknya ada 660 WNI yang diduga menjadi teroris lintas batas.
Beberapa dari mereka bergabung dengan ISIS di Suriah, Irak, dan sejumlah negara lain.
Hingga saat ini, pemerintah masih terus melakukan pembahasan soal rencana pemulangan WNI eks ISIS tersebut.
Bahkan Presiden Joko Widodo secara pribadi menyampaikan keengganannya untuk memulangkan mereka.
Namun, dia mengaku bahwa keputusan itu masih dirapatkan oleh pemerintah.
"Ya kalau bertanya kepada saya (sekarang), ini belum ratas (rapat terbatas) ya. Kalau bertanya kepada saya (sekarang), saya akan bilang tidak (bisa kembali). Tapi, masih dirataskan," ujar Jokowi di Istana Negara, Jakarta, Rabu (5/2/2020).
Sumber : https://www.kompas.com/tren/read/202...uriah?page=all

Iba, sedih, terharu dan kasihan serta ragam perasaan lain berbaur menjadi satu. Pintu belas kasihan kita terbuka menganga lebar. Nada Fedulla, merupakan salah satu contoh anak yang menjadi korban keegoisan orang tuanya demi mengejar mimpi yang menurut mereka adalah suatu kenyataan yang benar ada.
Nada fedulla tak bisa disalahkan dalam hal ini. Mungkin saja saat dibawa kesana dia masih dibawah umur. Belum bisa menentukan pilihan sendiri. Dan tidak bisa memilih jalan lain, selain turut serta mengikuti kehendak orang tua. Nada fedulla kini berharap bisa kembali ke negeri kita. Negeri yang sementara ini, aman dan tenteram.
Negeri yang terajut dari berjuta perbedaan. Dari segi suku, agama, ras, golongan dan kebudayaan.Negeri kita sekarang, meskipun ada gesekan sana sini antar kepentingan, namun masih lebih aman dan nyaman sebagai negara tempat kita bernaung. Kini nada fedulla ingin kembali. Ingin merasakan nikmatnya ketentraman negeri kita tercinta.
Yang jadi persoalan adalah beberapa video viral propaganda kelompok mereka beberapa waktu kebelakang. Ini membuat kita takut akan bibit terorisme, yang bisa saja sudah terbenam dalam pemikiran mereka. Nilai jual rasa belas kasihan yang mereka sampaikan kepada berbagai media, tentu saja sulit membuat kita percaya, bila mereka aman dari pemikiran yang merusak negeri di kemudian hari. Di kemudian hari, bukan saja pemikiran berbahaya bagi negeri ini, tindakan teror seperti yang sudah sering terjadi, tentunya akan menjadi hantu yang menyeramkan. Bila benar, nantinya negara kita menerima mereka kembali.
Berbagai teror yang sudah terjadi, bahkan napi terorisme yang melakukan kekejaman di Mako Brimob beberapa waktu yang lalu, mestinya membuat kita berpikir berjuta kali membuka pintu untuk merangkul mereka.
Apalagi bila kita melihat berbagai video propaganda yang beredar di sosial media. Menjadi lebih ngeri lagi. Banyak anak dibawah umur, sudah dijadikan mesin pembunuh dan mesin perang. Mesin yang berada dalam balutan tubuh manusia. Ini yang kita takutkan kan.

Ketika video penyesalan yang menuai rasa iba, dari nada fedulla beredar, salah satu netizen sudah mengingatkan kita bahwa nada fedulla, mirip dengan salah satu anak yang dilatih untuk dijadikan alat. Walaupun mungkin saja mirip, namun tidak ada jaminan bahwa nada fedulla dan banyak bekas WNI yang lain, bersih dari pemikiran perang. Ini yang sulit ditentukan.
Berbagai media kini ramai memberitakan seputar WNI bekas anggota isis yang ingin kembali. Penyebutan WNI kepada merekapun ramai pro kontra. Sebagian besar yang tidak berkenan mereka kembali, termasuk ts, lebih nyaman menyebut mereka bekas WNI. Karena pada umumnya, dalam berbagai video propaganda yang beredar, kelompok mereka enggan mengakui negara Indonesia.
Jadi mengapa mesti masih disebut WNI. Walaupun secara fakta memang begitu. Beberapa kita menilai, penyematan kalimat ' WNI eks isis' merupakan upaya politik meraih simpati, dengan berbagai berita yang tersebar.
Presiden RI secara pribadi telah mengatakan akan menolak kepulangan bekas WNI ini. Namun secara kenegaraan, keputusan final masih di diskusikan. Pertimbangan untung rugi, baik buruk sedang dilakukan dan dicermati. Ts sendiri berharap, pemerintah tidak mengambil resiko untuk memulangkan mereka ke negeri kita Tercinta. Resikonya terlalu berbahaya. Lebih berbahaya daripada virus yang menyerang fisik atau kesehatan kita. Mereka bisa saja mengidap virus ideologiyang akan dibawa sebagai oleh oleh untuk negeri kita.
Bila nanti keputusan final adalah menolak kepulangan mereka, rasa aman belumlah bisa tercipta sepenuhnya. Mereka yang pergi secara diam diam, mungkin juga akan kembali secara diam diam pula, tanpa terdeteksi. Yang namanya manusia, bila sudah punya cita cita mencapai suatu tujuan, maka beribu cara akan dilakukannya. Inipun menjadi persoalan negeri kita. Jadi, bila pemerintah menolak mereka kembali, pengawasan terhadap gerakan para simpatisan yang ada didalam negeri kita, perlu diawasi.
Bisa saja nanti, berbagai simpatisan yang masih berdiam di negeri kita, mereka menjadi sarana untuk memasukan virus ideologi bekas WNI tersebut. Mereka bisa keluar negri dengan menggunakan berbagai cara, tentu punya koneksi atau jaringan. Jaringan mereka yang ada, tidak menutup kemungkinan masih aktif dan bisa dipergunakan. Untuk itulah, persoalan ini, akan membuat beban pemerintah kita bertambah berat.
Kepada Nada Fedulla dan saudara saudari yang senasib lainnya, mohon dimaafkan bila saudaramu setanah air, enggan menerima kepulangan kembali. Bukan karena benci dan dengki. Tapi yang utamanya adalah kami takut, bila ketenteraman negeri ini, akan rusak berantakan seperti negeri yang kini dalam keadaan perang saudara.
Serba salah kini melanda
Sedih dan iba bercampur gundah gulana
Disini hanya bisa berdoa
Semoga jalan terbaik bisa ditemukan disana
Sampai jumpa di thread lainnya






tien212700 dan 65 lainnya memberi reputasi
64
30.9K
Kutip
443
Balasan


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan