- Beranda
- Komunitas
- News
- Berita dan Politik
Rekonstruksi Kasus Penyerangan Novel Baswedan


TS
codot.1
Rekonstruksi Kasus Penyerangan Novel Baswedan
Judul Asli:
:strip_icc():format(webp)/kly-media-production/medias/3043681/original/050896700_1581037679-20200207-Polisi-Rekonstruksi-Kasus-Penyiraman-Air-Keras-Novel-Baswedan-HERMAN-1.jpg)
Rekonstruksi Kasus Penyiraman Air Keras Novel Baswedan
Polisi melakukan adegan rekonstruksi kasus penyiraman air keras terhadap penyidik KPK Novel Baswedan di Jalan Deposito, Kelapa Gading, Jakarta, Jumat (7/2/2020). Rekonstruksi yang berjalan tertutup itu menghadirkan dua tersangka yang diduga sebagai pelaku penyiraman. (Liputan6.com/Herman Zakharia)
Liputan6.com, Jakarta - Polisi menggelar rekonstruksi kasus penyerangan penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Novel Baswedan di Jalan Deposito, Kelapa Gading, Pegangsaan Dua, Jakarta Utara, Jumat 7 Februari 2020. Rekonstruksi digelar pukul 03.15 WIB.
Rombongan penyidik dari Polda Metro Jaya yang tiba sekitar pukul 03.00 WIB langsung mensterilisasi lokasi rekonstruksi. Dimulai dari kediaman Novel Baswedan, seluruh pihak yang tidak berkepentingan diminta untuk meninggalkan area. Rekonstruksi digelar tertutup.
Dua tersangka penyerang Novel yaitu RM dan RB dihadirkan, sedangkan Novel digantikan peran pengganti. Rekonstruksi selesai pukul 06.15 WIB.
"Ada 10 adegan dan ada beberapa adegan tambahan sesuai dengan pembahasan tadi di lapangan dengan rekan-rekan JPU. Ini dalam rangka penuhi petunjuk dari JPU dalam P19 nya ini kami lakukan sesuai dengan apa yang sudah kami bahas sebelumnya," kata Wadir Direktorat Reserse Kriminal Umum (Ditreskrimum) Polda Metro Jaya AKBP Dedi Murti di lokasi, Jumat 7 Februari 2020.
Menurut Dedi, rekonstruksi penyerangan terhadap Novel Baswedan yang terjadi pada 11 April 2017 ini untuk memenuhi syarat administrasi baik formil maupun materil dalam berkas perkara yang sudah dikirimkan sebelumnya kepada tim jaksa penuntut umum.
"Intinya adalah supaya alat bukti dan keterangan para saksi dan tersangka dapat kami uji di lapangan. Selanjutnya berkas perkara yang sudah kami lengkapi akan kami kirim kembali ke rekan-rekan di kejaksaan tinggi DKI," ujarnya.
Lalu adakah petunjuk penting dengan adanya rekonstruksi yang digelar setelah lebih dari dua tahun kejadian penyiraman air keras?
Karopenmas Divisi Humas Mabes Polri Brigjen Raden Prabowo Argo Yuwono mengatakan, ada sejumlah pertimbangan mengapa rekonstruksi Novel Baswedan digelar pada Jumat dini hari.
"Pertama sesuai dengan jam kejadian. Yang kedua juga mengingat kan di sana jalan. Misalnya dilakukan siang hari banyak orang nanti terganggu ya," kata dia di Mabes Polri, Jumat 7 Februari.
Dia menyatakan, rekonstruksi nanti digunakan untuk melengkapi berkas perkara penyerangan Novel Baswedan. "Untuk mencocokkan BAP," kata Argo.
Mengenai apakah ada petunjuk penting dari rekonstruksi itu, Argo tak mau menjawab. "Ada yang lain," kata dia ke arah awak media lain.
:strip_icc():format(webp)/kly-media-production/medias/3044326/original/045431600_1581068816-Infografis_Rekonstruksi_Kasus_Novel_Baswedan.jpg)
Ketua Umum Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Asfinawati menilai, rekonstruksi kasus Novel Baswedan justru mengecilkan kasus ini, hanya pada saat penyiraman cairan kimia atau terhenti pada aktor di lapangan.
"Dalam kasus seperti ini, yang didekati bukan rekonstruksi, harusnya melihat jalur komunikasi. Dan itu tidak dibatasi dengan dekat dekat peristiwa, tapi sebelumnya. Untuk melihat para pelaku ini berkoordinasi dengan siapa," kata dia kepada Liputan6.com.
Menurut Asfinawati, ada petunjuk dari pelaku dengan menyebut Novel Baswedan seorang pengkhianat. Dengan tudingan pengkhianat itu, maka dia menduga kasus ini ada kaitannya dengan pekerjaan Novel dalam pemberantasan korupsi. Karena itu, pelakunya, diduga bagian dari skema pelaku korupsi.
"Nah, siapa dan bagaimana jalurnya itu yang harus ditemukan dan pasti tidak cukup dengan rekonstruksi," kata Asfinawati.
Dia menilai, rekonstruksi ini memang menunjukkan penyidikan polisi pada kasus Novel berjalan. Namun, justru mengecilkan peristiwa hukumnya hanya pada saat kejadian. Karena perencanaan dan sesudahnya tidak dilihat.
"Padahal, perkara seperti ini, tindak pidana tidak berhenti pada saat sudah selesai menjalankan, tetapi sesudahnya, misalnya untuk menghilangkan barang bukti," kata dia.
Asfinawati menyarankan, polisi melakukan pemeriksaan digital forensik seperti komunikasi pelaku, dan melihat keterkaitan antara pelaku dengan aktor korupsi, supaya bisa membongkar penyerangan terhadap Novel dan tidak hanya kepada dua pelaku penyiraman air keras.
Dia pun menilai, rekonstruksi tersebut tidak akan efektif untuk mengungkap kasus penyerangan Novel Baswedan. Karena yang terungkap hanya pelaku lapangan, bukan aktor intelektual.
Dia menegaskan, rekonstruksi bukan untuk menemukan bukti penting tapi mengecek keterangan saksi apakah sesuai dengan kejadian di lapangan.
"Kalau untuk menemukan bukti, kenapa baru sekarang hampir dua tahun lebih, TKP sudah rusak. Rekonstruki bukan untuk mengambil bukti. Ada alat bukti yang lain yang harusnya dipercaya, CCTV. Orang kan bisa berbohong," kata dia.
Pengamat Hukum Pidana Universitas Trisakti Abdul Fickar Hadjar mengatakan, rekonstruksi merupakan alat bantu bukti saja untuk memperkuat keterangan saksi dan alat-alat bukti yang ada.
"Jadi dalam kerangka penuntutan tindak pidana ya boleh saja dilakukan. Hanya saja jika tersangka tidak mau karena merasa tidak melakukanya ya boleh menolak," kata dia kepada Liputan6.com.
Dia ragu kasus Novel Baswedan ini bisa terungkap sepenuhnya dengan adanya rekonstruksi ini. Alasannya, tersangka kasus penyerangan Novel Baswedan tidak disangka-sangka, yaitu dua polisi aktif berinisial RM dan RB. Salah satu tersangka mengatakan menyerang Novel dengan air keras karena penyidik KPK itu pengkhianat.
"Belum tentu terbukti," ucap Abdul Fickar.
Pakar Hukum Pidana dari Universitas Al Azhar Indonesia Suparji Ahmad mengapresiasi langkah-langkah untuk mengungkap fakta kasus penyerangan Novel Baswedan dengan melakukan rekonstruksi. Namun, yang menjadi persoalan adalah, pertama bagaimana originalitas atau akurasi rekonstruksi itu mengingat jangka waktu yang lama, yaitu 11 April 2017.
"Kedua, juga apa benar bahwa kedua orang itu pelakunya. Artinya harus ada sebuah bukti nyata yang mendukung bahwa dua orang ini pelakunya. Kan sejauh ini dianggap sebagai pelaku setelah yang bersangkutan mengaku," kata Suparji dihubungi Liputan6.com.
Dia mengatakan, alat bukti dalam konteks KUHP 184 yaitu jelas adanya saksi, ahli, adanya surat adanya bukti petunjuk dan keterangan dari terdakwa.
"Artinya pengakuan, tidak termasuk dari kategori alat bukti bahwa seseorang melakukan sebuah kejahatan. Jadi poin saya adalah, perlu didukung dengan alat bukti yang lain tentang kebenaran dari pelaku itu sebagai pelaku utama dan kalau itu belum clear ya itu maka masih menyimpan keraguan tentang fakta sebenarnya," kata Suparji.
Ketiga, kata Suparji, keraguan-keraguan perlu didalami, mengingat tim pencari fakta sempat mengatakan, salah satu alasan penyerangan terhadap Novel itu karena penanganan kasus high profile yang berpotensi menimbulkan serangan balik.
"Maksud saya bahwa waktu itu ditemukan bahwa ini erat kaitannya dengan Novel Baswedan sering menangani kasus-kasus high profile. Pertanyaan adalah kedua pelaku itu apa urusannya dengan korupsi high profile gitu loh?" kata dia.
"Apakah orang-orang itu keluarga yang pernah ditangani kasusnya oleh Novel Baswedan atau kemudian ada pihak lain yang menggerakkan atas kasus-kasus high profil yang terjadi itu," ucap Suparji.
Dia mengatakan, kalau itu yang terjadi, maka kasus penyerangan ini tidak berdiri sendiri. Pelaku penyiram cairan kimia ada yang menyuruh melakukannya.
"Jadi ini menurut saya masih belum menggambarkan ya tentang kebenaran dari pengakuan tersebut, tetap sekali lagi poin saya rekonstruksi kan bagian dari upaya untuk mengungkap sebuah adanya kejahatan. Adanya reka ulang itu menjadi sesuatu yang sangat penting tetapi bukan satu satunya untuk mengatakan bahwa dia pelakunya tetapi harus didukung dengan alat bukti lain," kata Suparji.
Dia pun mengatakan, pesimitistis kasus Novel Baswedan bisa jelas terungkap dengan adanya rekonstruksi. "Dengan rasionalisasi itu. Saya tidak optimis," kata Suparji.
Sementara itu, polisi pernah menyampaikan, tidak akan berhenti di dua pelaku penyiram cairan kimia terhadap Novel Baswedan. Hal ini diungkapkan Kabareskrim Komjen Listyo Sigit Prabowo. Dia mengaku pihaknya masih mendalami dugaan ada atau tidaknya pihak lain dalam penyerangan tersebut.
Termasuk soal kemungkinan adanya otak penyerangan Novel Baswedan pada 11 April 2017.
"Kami pahami opini publik apakah dilakukan sendiri atau ada yang menyuruh. Makanya kami harus dalami," kata Listyo di Gedung PTIK, Jakarta Selatan, Sabtu 28 Desember 2019.
Rekonstruksi Tak Bisa Ditunda
:strip_icc():format(webp)/kly-media-production/medias/3043693/original/075697800_1581038522-20200207-Novel-Baswedan-Tak-Ikut-Rekontruksi-HERMAN-4.jpg)
Polisi melakukan adegan rekonstruksi kasus penyiraman air keras terhadap penyidik KPK Novel Baswedan di Jalan Deposito, Kelapa Gading, Jakarta, Jumat (7/2/2020). Rekonstruksi yang berjalan tertutup itu menghadirkan dua tersangka yang diduga sebagai pelaku penyiraman. (Liputan6.com/Herman Zakharia)
Quote:
:strip_icc():format(webp)/kly-media-production/medias/3043681/original/050896700_1581037679-20200207-Polisi-Rekonstruksi-Kasus-Penyiraman-Air-Keras-Novel-Baswedan-HERMAN-1.jpg)
Rekonstruksi Kasus Penyiraman Air Keras Novel Baswedan
Polisi melakukan adegan rekonstruksi kasus penyiraman air keras terhadap penyidik KPK Novel Baswedan di Jalan Deposito, Kelapa Gading, Jakarta, Jumat (7/2/2020). Rekonstruksi yang berjalan tertutup itu menghadirkan dua tersangka yang diduga sebagai pelaku penyiraman. (Liputan6.com/Herman Zakharia)
Liputan6.com, Jakarta - Polisi menggelar rekonstruksi kasus penyerangan penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Novel Baswedan di Jalan Deposito, Kelapa Gading, Pegangsaan Dua, Jakarta Utara, Jumat 7 Februari 2020. Rekonstruksi digelar pukul 03.15 WIB.
Rombongan penyidik dari Polda Metro Jaya yang tiba sekitar pukul 03.00 WIB langsung mensterilisasi lokasi rekonstruksi. Dimulai dari kediaman Novel Baswedan, seluruh pihak yang tidak berkepentingan diminta untuk meninggalkan area. Rekonstruksi digelar tertutup.
Dua tersangka penyerang Novel yaitu RM dan RB dihadirkan, sedangkan Novel digantikan peran pengganti. Rekonstruksi selesai pukul 06.15 WIB.
"Ada 10 adegan dan ada beberapa adegan tambahan sesuai dengan pembahasan tadi di lapangan dengan rekan-rekan JPU. Ini dalam rangka penuhi petunjuk dari JPU dalam P19 nya ini kami lakukan sesuai dengan apa yang sudah kami bahas sebelumnya," kata Wadir Direktorat Reserse Kriminal Umum (Ditreskrimum) Polda Metro Jaya AKBP Dedi Murti di lokasi, Jumat 7 Februari 2020.
Menurut Dedi, rekonstruksi penyerangan terhadap Novel Baswedan yang terjadi pada 11 April 2017 ini untuk memenuhi syarat administrasi baik formil maupun materil dalam berkas perkara yang sudah dikirimkan sebelumnya kepada tim jaksa penuntut umum.
"Intinya adalah supaya alat bukti dan keterangan para saksi dan tersangka dapat kami uji di lapangan. Selanjutnya berkas perkara yang sudah kami lengkapi akan kami kirim kembali ke rekan-rekan di kejaksaan tinggi DKI," ujarnya.
Lalu adakah petunjuk penting dengan adanya rekonstruksi yang digelar setelah lebih dari dua tahun kejadian penyiraman air keras?
Karopenmas Divisi Humas Mabes Polri Brigjen Raden Prabowo Argo Yuwono mengatakan, ada sejumlah pertimbangan mengapa rekonstruksi Novel Baswedan digelar pada Jumat dini hari.
"Pertama sesuai dengan jam kejadian. Yang kedua juga mengingat kan di sana jalan. Misalnya dilakukan siang hari banyak orang nanti terganggu ya," kata dia di Mabes Polri, Jumat 7 Februari.
Dia menyatakan, rekonstruksi nanti digunakan untuk melengkapi berkas perkara penyerangan Novel Baswedan. "Untuk mencocokkan BAP," kata Argo.
Mengenai apakah ada petunjuk penting dari rekonstruksi itu, Argo tak mau menjawab. "Ada yang lain," kata dia ke arah awak media lain.
:strip_icc():format(webp)/kly-media-production/medias/3044326/original/045431600_1581068816-Infografis_Rekonstruksi_Kasus_Novel_Baswedan.jpg)
Ketua Umum Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Asfinawati menilai, rekonstruksi kasus Novel Baswedan justru mengecilkan kasus ini, hanya pada saat penyiraman cairan kimia atau terhenti pada aktor di lapangan.
"Dalam kasus seperti ini, yang didekati bukan rekonstruksi, harusnya melihat jalur komunikasi. Dan itu tidak dibatasi dengan dekat dekat peristiwa, tapi sebelumnya. Untuk melihat para pelaku ini berkoordinasi dengan siapa," kata dia kepada Liputan6.com.
Menurut Asfinawati, ada petunjuk dari pelaku dengan menyebut Novel Baswedan seorang pengkhianat. Dengan tudingan pengkhianat itu, maka dia menduga kasus ini ada kaitannya dengan pekerjaan Novel dalam pemberantasan korupsi. Karena itu, pelakunya, diduga bagian dari skema pelaku korupsi.
"Nah, siapa dan bagaimana jalurnya itu yang harus ditemukan dan pasti tidak cukup dengan rekonstruksi," kata Asfinawati.
Dia menilai, rekonstruksi ini memang menunjukkan penyidikan polisi pada kasus Novel berjalan. Namun, justru mengecilkan peristiwa hukumnya hanya pada saat kejadian. Karena perencanaan dan sesudahnya tidak dilihat.
"Padahal, perkara seperti ini, tindak pidana tidak berhenti pada saat sudah selesai menjalankan, tetapi sesudahnya, misalnya untuk menghilangkan barang bukti," kata dia.
Asfinawati menyarankan, polisi melakukan pemeriksaan digital forensik seperti komunikasi pelaku, dan melihat keterkaitan antara pelaku dengan aktor korupsi, supaya bisa membongkar penyerangan terhadap Novel dan tidak hanya kepada dua pelaku penyiraman air keras.
Dia pun menilai, rekonstruksi tersebut tidak akan efektif untuk mengungkap kasus penyerangan Novel Baswedan. Karena yang terungkap hanya pelaku lapangan, bukan aktor intelektual.
Dia menegaskan, rekonstruksi bukan untuk menemukan bukti penting tapi mengecek keterangan saksi apakah sesuai dengan kejadian di lapangan.
"Kalau untuk menemukan bukti, kenapa baru sekarang hampir dua tahun lebih, TKP sudah rusak. Rekonstruki bukan untuk mengambil bukti. Ada alat bukti yang lain yang harusnya dipercaya, CCTV. Orang kan bisa berbohong," kata dia.
Pengamat Hukum Pidana Universitas Trisakti Abdul Fickar Hadjar mengatakan, rekonstruksi merupakan alat bantu bukti saja untuk memperkuat keterangan saksi dan alat-alat bukti yang ada.
"Jadi dalam kerangka penuntutan tindak pidana ya boleh saja dilakukan. Hanya saja jika tersangka tidak mau karena merasa tidak melakukanya ya boleh menolak," kata dia kepada Liputan6.com.
Dia ragu kasus Novel Baswedan ini bisa terungkap sepenuhnya dengan adanya rekonstruksi ini. Alasannya, tersangka kasus penyerangan Novel Baswedan tidak disangka-sangka, yaitu dua polisi aktif berinisial RM dan RB. Salah satu tersangka mengatakan menyerang Novel dengan air keras karena penyidik KPK itu pengkhianat.
"Belum tentu terbukti," ucap Abdul Fickar.
Pakar Hukum Pidana dari Universitas Al Azhar Indonesia Suparji Ahmad mengapresiasi langkah-langkah untuk mengungkap fakta kasus penyerangan Novel Baswedan dengan melakukan rekonstruksi. Namun, yang menjadi persoalan adalah, pertama bagaimana originalitas atau akurasi rekonstruksi itu mengingat jangka waktu yang lama, yaitu 11 April 2017.
"Kedua, juga apa benar bahwa kedua orang itu pelakunya. Artinya harus ada sebuah bukti nyata yang mendukung bahwa dua orang ini pelakunya. Kan sejauh ini dianggap sebagai pelaku setelah yang bersangkutan mengaku," kata Suparji dihubungi Liputan6.com.
Dia mengatakan, alat bukti dalam konteks KUHP 184 yaitu jelas adanya saksi, ahli, adanya surat adanya bukti petunjuk dan keterangan dari terdakwa.
"Artinya pengakuan, tidak termasuk dari kategori alat bukti bahwa seseorang melakukan sebuah kejahatan. Jadi poin saya adalah, perlu didukung dengan alat bukti yang lain tentang kebenaran dari pelaku itu sebagai pelaku utama dan kalau itu belum clear ya itu maka masih menyimpan keraguan tentang fakta sebenarnya," kata Suparji.
Ketiga, kata Suparji, keraguan-keraguan perlu didalami, mengingat tim pencari fakta sempat mengatakan, salah satu alasan penyerangan terhadap Novel itu karena penanganan kasus high profile yang berpotensi menimbulkan serangan balik.
"Maksud saya bahwa waktu itu ditemukan bahwa ini erat kaitannya dengan Novel Baswedan sering menangani kasus-kasus high profile. Pertanyaan adalah kedua pelaku itu apa urusannya dengan korupsi high profile gitu loh?" kata dia.
"Apakah orang-orang itu keluarga yang pernah ditangani kasusnya oleh Novel Baswedan atau kemudian ada pihak lain yang menggerakkan atas kasus-kasus high profil yang terjadi itu," ucap Suparji.
Dia mengatakan, kalau itu yang terjadi, maka kasus penyerangan ini tidak berdiri sendiri. Pelaku penyiram cairan kimia ada yang menyuruh melakukannya.
"Jadi ini menurut saya masih belum menggambarkan ya tentang kebenaran dari pengakuan tersebut, tetap sekali lagi poin saya rekonstruksi kan bagian dari upaya untuk mengungkap sebuah adanya kejahatan. Adanya reka ulang itu menjadi sesuatu yang sangat penting tetapi bukan satu satunya untuk mengatakan bahwa dia pelakunya tetapi harus didukung dengan alat bukti lain," kata Suparji.
Dia pun mengatakan, pesimitistis kasus Novel Baswedan bisa jelas terungkap dengan adanya rekonstruksi. "Dengan rasionalisasi itu. Saya tidak optimis," kata Suparji.
Sementara itu, polisi pernah menyampaikan, tidak akan berhenti di dua pelaku penyiram cairan kimia terhadap Novel Baswedan. Hal ini diungkapkan Kabareskrim Komjen Listyo Sigit Prabowo. Dia mengaku pihaknya masih mendalami dugaan ada atau tidaknya pihak lain dalam penyerangan tersebut.
Termasuk soal kemungkinan adanya otak penyerangan Novel Baswedan pada 11 April 2017.
"Kami pahami opini publik apakah dilakukan sendiri atau ada yang menyuruh. Makanya kami harus dalami," kata Listyo di Gedung PTIK, Jakarta Selatan, Sabtu 28 Desember 2019.
Rekonstruksi Tak Bisa Ditunda
:strip_icc():format(webp)/kly-media-production/medias/3043693/original/075697800_1581038522-20200207-Novel-Baswedan-Tak-Ikut-Rekontruksi-HERMAN-4.jpg)
Polisi melakukan adegan rekonstruksi kasus penyiraman air keras terhadap penyidik KPK Novel Baswedan di Jalan Deposito, Kelapa Gading, Jakarta, Jumat (7/2/2020). Rekonstruksi yang berjalan tertutup itu menghadirkan dua tersangka yang diduga sebagai pelaku penyiraman. (Liputan6.com/Herman Zakharia)




4iinch dan Abc..Z memberi reputasi
2
654
7


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan