- Beranda
- Komunitas
- News
- Berita Luar Negeri
Dampak Corona, Moody's: Ekonomi China Tumbuh 5,8% di 2020


TS
ZenMan1
Dampak Corona, Moody's: Ekonomi China Tumbuh 5,8% di 2020

Jakarta, CNBC Indonesia - Lembaga pemeringkat global, Moody's Investors Service, memprediksi wabah virus corona yang terus merebak hingga saat ini akan berdampak pada kerugian ekonomi China seiring dengan penurunan angka pengeluaran konsumen pada sektor transportasi, ritel, pariwisata dan hiburan.
Risiko pelemahan ini membuat Moody's memprediksi Produk Domestik Bruto (PDB) China untuk tahun 2020 sebesar 5,8%. Selain itu, ada potensi penurunan tajam dalam pendapatan dan valuasi bisnis di seluruh China selama beberapa bulan ke depan.
Moody's memperkirakan, baik pemerintah pusat dan pemerintah daerah di China diharapkan memiliki instrumen keuangan untuk menyerap guncangan ekonomi dan fiskal.
"Jika dibandingkan dengan wabah SARS 2003, melihat bahwa permintaan konsumen yang semakin meningkat menjadi pendorong pertumbuhan ekonomi, maka berarti wabah virus corona ini dapat memiliki dampak ekonomi yang lebih besar dari tahun 2003 [karena konsumsi turun]," kata Martin Petch, Wakil Presiden dan Senior Credit Officer Moody's, seperti dilansir dari situs resmi Moodys, Rabu (5/2/2020).
Saat itu wabah SARS menyebabkan pertumbuhan PDB China dan penilaian aset keuangan turun secara signifikan. Itu terjadi hanya dalam periode singkat sebelum akhirnya pertumbuhan ekonomi China rebound lagi sehingga bisa mengimbangi.
"Fakta bahwa epidemi tersebar tepat menjelang Tahun Baru Imlek, periode konsumsi masyarakat secara musiman dan perjalanan yang sangat tinggi memperburuk dampak ekonomi," tambah Petch.
Selain itu, tidak seperti tahun 2000-an, yang ditandai dengan ekspansi dan investasi yang cepat, ekonomi China saat ini juga terpengaruh oleh ketegangan perdagangan terutama dengan AS, perlambatan pertumbuhan dan tantangan demografis.
Untuk mengurangi potensi dampak ekonomi dari wabah, Moody's berharap pemerintah pusat China akan memperkenalkan kebijakan moneter dan fiskal.
Di samping menurunkan suku bunga sebesar 10 basis poin, bank sentral China, PBoC, juga telah menyuntikkan RMB 1,2 triliun (US$ 173 miliar) atau setara dengan Rp 2.353 triliun (asumsi kurs Rp 13.600/US$) ke pasar keuangan pada 3 Februari lalu.
Moody's melihat, pada titik ini, efektivitas pelonggaran kebijakan pemerintah China belum jelas, mengingat tingginya tingkat ketidakpastian, sehingga belanja konsumen mungkin akan lebih berhati-hati.
Lebih lanjut Moody's mengatakan akan mempertahankan perkiraan pertumbuhan PDB China saat ini untuk tahun 2020, tetapi akan terus memantau dan berpotensi mengubah ekspektasinya tergantung dengan perkembangan yang ada.
Pada kuartal III-2019, PDB China hanya tumbuh 6,0% year-on-year, lebih rendah dari pertumbuhan pada kuartal sebelumnya sebesar 6,2% sekaligus menjadi laju terlemahnya dalam hampir tiga dekade.
sumur
https://www.cnbcindonesia.com/market...buh-58-di-2020


anasabila memberi reputasi
1
786
4


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan