- Beranda
- Komunitas
- News
- Berita dan Politik
Potensi Intervensi Penyidikan


TS
joelciika17
Potensi Intervensi Penyidikan

Mantan Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Bambang Widjojanto atau BW menilai rencana Pimpinan KPK untuk ikut terlibat dalam pemanggilan saksi merupakan bentuk intervensi terhadap penyidikan perkara. Bambang menyebut, hal itu berpotensi mempengaruhi independensi penyidik.
“Sangat jelas sekali, tidak ada satupun pasal di dalam UU KPK yang secara eksplisit menegaskan adanya pemberian kewenangan pada Komisioner KPK untuk terlibat secara teknis dalam menentukan saksi yang diperlukan guna membuktikan kejahatan korupsi,” ujar BW kepada wartawan, Kamis (30/1).
BW memandang, tindakan tersebut dapat bertentangan dengan Pasal 3 Undang-undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang Perubahan Kedua UU KPK. Regulasi tersebut, kata dia, dengan tegas mengatur bahwa KPK melaksanakan tugas dan wewenang secara independen dan bebas dari pengaruh kekuasaan manapun.
Terlebih, sambungnya, UU versi revisi telah menghapus ketentuan yang sebelumnya ada di UU KPK versi lama. Yaitu, ketentuan yang mengatur bahwa Pimpinan KPK adalah penyidik dan penuntut umum. Sehingga, menurut dia, sangat naif apabila Pimpinan KPK tetap berencana mengatur kewenangan penyidik dalam proses penanganan perkara.
“Komisioner KPK seharusnya paham, mahfum, dan tahu legal standing posisinya bahwa statusnya mereka bukan lagi penyidik karena hanya sekadar pejabat negara saja,” ungkap BW.
BW menuturkan, dalam Pasal 12C UU KPK yang baru juga menyatakan, penyidik hanya diwajibkan melaporkan hasil penyadapan kepada Pimpinan KPK. Bukan dalam hal pemanggilan saksi.
Aturan itu, tambahnya, diperkuat dengan Pasal 45 ayat (3) UU KPK versi revisi yang menegaskan penyidik wajib tunduk hanya pada melanisme penyidikan yang diatur berdasarkan ketentuan hukum acara pidana. Menurut dia, tidak ada satupun ketentuan hukum acara yang memberikan legalitas kepada Komisioner KPK untuk menentukan kriteria maupun jumlah saksi yang diperlukan dalam penyidikan.
“Tindakan Komisioner KPK mengintervensi otoritas penyidik KPK adalah kejahatan dan punya potensi untuk dikonstruksi sebagai tindakan obstruction of justice karena dapat mengganggu independensi dan akuntabilitas proses penyidikan,” tukas BW.
Menanggapi hal ini, Wakil Ketua KPK Nawawi Pomolango menganggap tudingan yang dilayangkan BW konyol. Ia menuturkan, sesuai Pasal 6 huruf e UU KPK versi revisi, tugas pokok Pimpinan KPK yakni melakukan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan tindak pidana korupsi.
Sehingga, menurut dia, mustahil jika Pimpinan KPK melakukan intervensi terhadap penyidikan. Lantaran, undang-undang telah mengatur tentang hal itu.
“Tudingan intervensi atau campur tangan itulah yang sebenarnya konyol. Karena bagi yang paham, tidak mungkin ada intervensi terhadap tugas pokoknya sendiri,” kata Nawawi.
Ia menjelaskan, pemanggilan maupun pemeriksaan saksi, tersangka, dan ahli berada dalam ranah penyidikan. Menurut dia, hal itu sesuai dengan bagian dari tugas pokok Pimpinan KPK.
Nawawi juga menampik pernyataan BW yang menyebut Pimpinan KPK bukan lagi penyidik dan penuntut umum pasca diberlakukannya UU versi revisi. Sebagai bukti, kata dia, pimpinan masih menandatangani berbagai surat yang berkaitan dengan penyidikan maupun penuntutan.
Seperti, menurutnya, surat perintah penyidikan (sprindik), surat perintah penahanan, dan sebagainya. Ia menyatakan, hal itu menunjukkan, secara yuridis, Pimpinan KPK merupakan penyidik dan penuntut umum.
“Singkatnya saya hanya ingin menyatakan, semua yang kami lakukan ada dalam koridor instrumen undang-undang yang memberi kami kewenangan itu,” tutupnya.






4iinch dan 2 lainnya memberi reputasi
3
638
2


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan