Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

mr.sherlock21Avatar border
TS
mr.sherlock21
Sherlock Holmes - Skandal Bohemia (1)
Bagi Sherlock Holmes, wanita itu selalu merupakan wanita itu. Aku jarang mendengar Holmes menyebutkan namanya dengan nama selain nama itu. Dalam pandangan Holmes, wanita itu terkemuka dan berdiri lebih tinggi di kalangan kaum wanita

Bukan berarti Holmes merasakan suatu perasaan yang mirip cinta terhadap Irene Adler. Semua emosi, dan terutama emosi yang itu, adalah menjijikkan bagi pikirannya yang dingin, presisi, namun sangat berimbang. Aku menganggap ia sebagai mesin penalaran dan pengamatan terbaik yang pernah ada di dunia ini.


Namun, sebagai seorang kekasih, ia meletakkan dirinya pada sebuah posisi yang salah.


Ia tak pernah bicara tentang gairah-gairah yang lembut itu kecuali dengan cemoohan dan cibiran. Gairah-gairah itu sangat mengagumkan bagi seorang pengamat – sangat sempurna untuk membuka cadar yang menutupi motif dan tindakan manusia.

Namun, bagi seorang pemikir yang terlatih, mengizinkan gangguan semacam itu masuk ke dalam wataknya yang lembut dan seimbang berarti memasukkan sebuah faktor pengacau yang barangkali dapat menyebabkan kesangsian atas semua hasil kerja mentalnya.

Ganjalan dalam sebuah instrumen yang peka, atau sebuah retak dalam lensanya yang berkekuatan tinggi, tidak akan begitu mengganggu sebagaimana sebuah emosi alamiah seperti ini. Dan hanya ada satu orang wanita baginya, dan wanita itu adalah mendiang Irene Adler, menurut ingatan yang meragukan dan dapat dipertanyakan.


Belakangan ini aku jarang mengunjungi Holmes. Pernikahanku membuat kami saling menjauh. Kebahagiaanku yang lengkap, dan minat-minat kepada rumah yang muncul dalam diri seorang pria yang baru pertama kali menyadari bahwa dirinya adalah seorang kepala dalam rumah tangganya sendiri, cukup menyerap semua perhatianku.


Sementara itu, Holmes yang berjiwa Bohemian masih enggan menerima setiap bentuk kemasyarakatan, dan tetap tinggal di kamar sewaan kami di Baker Street. Ia terkubur di antara buku-buku tuanya, dan dari minggu ke minggu berpindah-pindah antara kokain dan ambisi, rasa kantuk karena obat-obatan, dan energi dahsyat dari sifatnya yang tekun.


Seperti biasanya, ia masih sangat tertarik kepada studi tentang kejahatan, dan menggunakan kemampuan dan kekuatannya yang luar biasa itu dengan merunut berbagai petunjuk, dan menyingkapkan berbagai misteri yang telah ditinggalkan tanpa harapan oleh dinas kepolisian.

Dari waktu ke waktu aku mendengar pembahasan yang kabur tentang kesibukannya: memenuhi panggilan pengadilan dari Odessa dalam kasus pembunuhan Trepoff, menyingkap tragedi ganjil keluarga Atkinson di Trincomalee, dan akhirnya misi yang diselesaikannya dengan cermat dan sukses bagi keluarga kerjaan Belanda.

Namun, selain dari tanda-tanda aktivitas ini, yang kuceritakan kepada pembaca koran harian, aku hanya sedikit tahu tentang teman dan rekan lamaku itu.


Maka pada suatu malam – pada tanggal 20 Maret 1888 – aku kembali dari rumah seorang pasien (karena aku sekarang telah kembali membuka praktik). Langkahku melintasi Baker Street.

Saat aku melintasi pintu yang sangat kuingat itu, yang dalam pikiranku selalu kukaitkan dengan proses pinanganku, dan dengan adanya insiden-insiden gelap dalam Study in Scarlet, aku merasakan keinginan yang kuat untuk mengunjungi Holmes lagi, dan untuk mengetahui bagaimana ia menggunakan kekuatannya yang luar biasa itu.


Ruangannya terang benderang, dan, bahkan saat aku memandang ke atas, kulihat sosoknya yang kurus dan ceking melintas dua kali sebagai siluet pada tirai. Ia melangkah di dalam ruangan itu dengan tangkas dan gembira, dengan kepala yang tertunduk hingga ke dada, dan tangannya terlipat di belakang.

Bagiku, yang mengenal setiap suasana hati dan kebiasaannya, sikap dan perilakunya itu sudah bercerita sendiri. Ia sedang bekerja lagi. Ia telah bangkit dari mimpi-mimpinya yang tercipta dari obat-obatan, dan sedang bergairah mencium sebuah masalah baru.

Kubunyikan bel, dan dipersilakan memasuki ruangan yang dulu pernah menjadi bagian dari diriku sendiri.

Perilakunya tidak emosional. Memang jarang demikian. Namun, kukira ia gembira bertemu denganku. Hampir tanpa sepatah kata pun, namun dengan tatapan yang bersahabat, ia mengisyaratkan dengan tangannya agar aku duduk di sebuah kursi bersandaran lengan.

Ia membuka kotak cerutunya, dan menunjuk pada sebuah botol minuman dan sebuah botol gas di sudut ruangan. Lalu ia berdiri di depan perapian, dan memandangiku dengan tatapannya yang introspektif dan unik.

“Ikatan perkimpoian cocok untukmu,” katanya. “Watson, kukira kau sudah bertambah berat tujuh setengah pon setelah terakhir kali aku melihatmu.”

“Tujuh,” jawabku.

“Seharusnya memang aku memikirkannya lebih dalam lagi. Sedikit hal kecil lagi, Watson. Kuamati bahwa kau sudah membuka praktik lagi. Kau tak memberitahu aku bahwa kau bermaksud memasukkan diri ke dalam tali kekang.”

“Lalu, bagaimana kau bisa tahu?”

“Aku melihatnya. Aku mendeduksinya. Bagaimana aku tahu bahwa belakangan ini kau telah basah kuyup, dan bahwa kau mendapatkan seorang gadis pelayan yang paling kikuk dan ceroboh?”

“Holmes,” kataku, “ini berlebihan. Kau tentu sudah dibakar kalau saja kau hidup beberapa abad yang lalu. Memang benar bahwa aku berjalan-jalan di perdesaan pada hari Kamis dan pulang dalam keadaan basah kuyup. Tapi, karena aku telah berganti pakaian, aku tak bisa membayangkan bagaimana kau bisa mendeduksikannya. Terkait dengan Mary Jane, ia memang tak dapat diperbaiki lagi dan istriku telah mengakuinya. Tapi lagi-lagi aku tidak bisa mengetahui bagaimana kau mendeduksikannya.”

Ia tergelak sendiri dan mengusap-usap kedua belah tangannya yang gemetar.

“Sederhana sekali,” katanya, “mataku melihat bahwa di bagian dalam kaki kirimu, tepat di mana api perapian tepercik, pada bagian kulitnya terdapat enam sayatan paralel. Tampak jelas sekali bahwa sayatan itu disebabkan oleh seseorang yang dengan ceroboh telah mengusap pinggiran sol sepatu itu untuk membersihkan lumpur. Makanya muncullah deduksi gandaku bahwa kau keluar rumah ketika cuaca sedang buruk, dan bahwa kau telah berubah menjadi spesimen penganggur di London. Tentang praktikmu, jika seorang pria terhormat masuk ke dalam ruanganku mencium bau iodoform, dengan sebuah noda hitam nitrat perak di jari telunjuk kanannya, dan gundukan pada sisi topi tingginya yang menunjukkan di mana ia menempatkan stetoskopnya, aku pasti bodoh jika tak menyimpulkan bahwa dia adalah seorang anggota aktif dalam profesi medis.”

Aku tak bisa mencegah untuk tertawa melihat betapa mudahnya ia menjabarkan proses deduksinya. “Saat aku mendengarmu mengungkapkan penalaranmu,” aku menukas, “bagiku hal itu selalu tampak begitu sederhana hingga aku dapat melakukannya sendiri, walaupun pada setiap pergantian tahap penalaranmu aku selalu tercengang, sampai kau menerangkan prosesmu itu. Tapi aku tetap percaya bahwa mataku sama awasnya dengan matamu.”

“Hampir demikian,” jawabnya sambil menyalakan sebatang rokok dan menghempaskan diri ke sebuah kursi bersandaran lengan. “Kau melihat, tapi kau tak mengamati. Perbedaannya jelas. Misalnya, kau telah sering melihat anak tangga dari aula yang menuju ke ruangan ini.”

“Memang sering.”

“Seberapa sering?”

“Yah, beratus-ratus kali.”

“Kalau begitu, ada berapa anak tangga?”

“Berapa! Aku tak tahu.”

“Begitulah! Kau tidak mengamati. Tapi kau telah melihat. Itulah maksudku. Sekarang, aku tahu bahwa ada tujuh puluh anak tangga karena aku telah melihat sekaligus mengamati. Ngomong-ngomong, karena kau tertarik dengan masalah kecil ini, dan karena kau cukup baik hati untuk mencatat satu atau dua pengalaman kecilku, kau mungkin akan tertarik dengan ini.”


Ia melemparkan selembar kertas catatan tebal bertinta merah jambu yang tergeletak di meja. “Itu datang dengan pos terakhir,” katanya. “Bacalah keras-keras.”

Catatan itu tidak bertanggal dan tanpa tanda tangan maupun alamat.

Catatan itu terbaca: “Malam ini, jam delapan kurang seperempat, seorang pria terhormat akan datang kepadamu, ingin berkonsultasi denganmu tentang sebuah masalah yang sangat penting pada saat ini. Jasa-jasamu pada salah satu keluarga kerajaan di Eropa telah memperlihatkan bahwa kau adalah orang mungkin dapat dipercayai dengan aman dalam hal-hal yang kepentingannya tak bisa dianggap berlebihan. Pembahasan tentangmu kami terima dari semua penjuru. Tetaplah di kamarmu pada jam itu, dan ingatlah bahwa tamumu akan mengenakan cadar.”


“Ini memang misteri,” kataku. “Menurutmu, apa artinya ini?”

“Aku belum punya data. Adalah sebuah kesalahan besar untuk membuat sebuah teori sebelum kita memiliki data. Pasti kita hanya akan memelintir fakta agar sesuai dengan teori, bukannya teori yang sesuai dengan fakta. Tapi tentang catatan itu sendiri, apa yang bisa kaudeduksi dari situ?”
Aku memeriksa catatan itu dengan teliti, dan juga kertas yang digunakan untuk menuliskan catatan itu.

“Orang yang menulisnya kemungkinan besar adalah orang yang kaya,” kataku, berusaha meniru proses berpikir sahabatku. “Harga kertas semacam ini tidak mungkin kurang dari setengah crown per paketnya. Kertas ini luar biasa kuat dan kaku."

“Luar biasa – itulah kata yang tepat,” kata Holmes. “Ini sama sekali bukan kertas buatan Inggris. Bentangkan dekat cahaya.”

Aku melakukannya, dan melihat sebuah huruf E besar dengan huruf-huruf kecil g, P dan G besar dengan sebuah huruf t kecil teranyam pada tekstur kertas itu.

“Menurutmu, apakah artinya huruf-huruf itu?” tanya Holmes.

“Pasti nama pembuatnya. Atau lebih tepatnya, monogramnya.”

“Sama sekali bukan. G dengan t maksudnya Gesselschaft, yang dalam bahasa Jerman berarti Perusahaan (Company). Itu mirip dengan penyebutan kita untuk Co. P, tentu saja, maksudnya Papier. Sekarang Eg. Mari kita lihat Continental Gazetter kita.”

Ia mengambil sebuah buku besar cokelat yang berat dari rak bukunya. “Eglow, Eglonitz – ini dia, Egria. Ini adalah sebuah negara berbahasa Jerman – di Bohemia, tak jauh dari Carlsbad. ‘Menonjol karena menjadi tempat pembunuhan Wallenstein, dan memiliki banyak pabrik kaca dan kertas.’ Ha ha, sobat, apa kesimpulanmu?”

Matanya berbinar, dan ia mengembuskan segulung asap biru kemenangan dari rokoknya.

“Kertas itu dibuat di Bohemia,” kataku.

“Sangat tepat. Dan orang yang menulis catatan itu adalah seorang Jerman. Apa kau memperhatikan bangunan kalimatnya yang aneh – “Pembahasan tentang dirimu kami terima dari semua penjuru”. Seorang Prancis atau Rusia tak mungkin menuliskan kalimat itu. Hanya orang Jerman yang sangat tidak teliti dengan kata kerja. Maka, yang tersisa adalah mengetahui apa yang diinginkan oleh orang Jerman yang menulis catatan di atas kertas Bohemia ini, dan lebih suka mengenakan cadar daripada memperlihatkan wajahnya. Dan sekarang dia datang, kalau aku tidak salah, untuk memadamkan semua kesangsian kita.”

Saat Holmes berbicara, terdengar bunyi sepatu kuda yang keras dan roda-roda yang beradu dengan batu jalan, diikuti dering bel yang lantang. Holmes bersiul.

“Dari suaranya, berarti ada sepasang,” kata Holmes.

“Ya,” lanjutnya sambil memandang keluar jendela. “Sebuah kereta kuda pribadi dan sepasang kuda yang cantik. Setiap kuda harganya seratus lima puluh guinea. Watson, ada uang besar dalam kasus ini.”

“Kukira lebih baik aku pergi, Holmes.”

“Jangan, pak dokter. Tetaplah di sini. Aku tersesat tanpa Boswell-ku. Dan aku berjanji ini akan sangat menarik. Sayang sekali kalau melewatkannya.”

“Tapi klienmu....”

“Lupakan dia. Mungkin aku memerlukan bantuanmu, dan mungkin dia juga memerlukanmu. Ini dia datang. Duduklah di kursi itu, dokter, dan perhatikan sebaik-baiknya.”

Suara langkah yang lambat dan berat, yang telah terdengar sejak di tangga dan lorong, tiba-tiba terhenti di depan pintu. Kemudian ada ketukan yang keras dan memaksa.

“Silakan masuk!” kata Holmes.


Seorang pria masuk. Tingginya kurang dari enam kaki enam inci dengan dada dan lengan seorang Hercules. Pakaiannya terlihat mewah dengan pernak-pernik yang, di Inggris, akan dianggap dekat dengan selera yang rendah.


Pita astrakham yang berat terikat pada lengan dan rompinya sementara jubah biru gelap yang disangkutkan pada bahunya dipadukan dengan sutera berwarna merah dan dililitkan pada leher dengan sebuah bros yang tersusun dari sebuah berilium merah. Sepatu bot yang tinggi sampai betisnya, dan bagian atasnya dihiasi dengan bulu coeklat yang lebat, melengkapi kesan kemewahan barbar yang dikesankan oleh seluruh penampilannya.


Ia memegang sebuah topi bersisi datar sementara pada bagian atas wajahnya ia mengenakan cadar hitam tebal yang menjuntai turun hingga tulang pipinya, yang saat itu sedang dibenahinya karena saat ia masuk ia masih memeganginya. Dari bagian bawah wajahnya, terlihat bahwa ia adalah seorang pria dengan karakter yang kuat, dengan bibir yang tebal dan agak terbuka, dan dagu yang panjang dan lurus, yang menunjukkan kekerasan hati yang berlebihan hingga terlihat kurang ajar.

“Anda menerima pesan saya?” katanya, dengan suara kasar yang dalam dan aksen Jerman yang sangat kuat. “Saya memberitahu bahwa saya akan berkunjung.” Ia melihat kami berganti-ganti, seolah-olah tak merasa pasti siapa yang harus ia ajak bicara.

“Silakan duduk,” kata Holmes. “Ini adalah sahabat dan kolega saya, Dokter Watson, yang kadang-kadang cukup baik dalam membantuku memecahkan beberapa kasus. Siapa yang saya ajak bicara?”

“Anda boleh memanggilku Count von Kramm, seorang bangsawan Bohemia. Saya mengerti bahwa pria terhormat ini, teman Anda, adalah seseorang yang terhormat dan bisa menyimpan rahasia, yang bisa saya percaya dalam masalah sangat sangat penting. Jika tidak, saya lebih suka berkomunikasi dengan Anda sendirian saja.”

Aku bangkit untuk pergi, tetapi Holmes mencengkeram lenganku dan mendorongku agar duduk kembali di kursi. “Kami berdua, atau tidak sama sekali,” katanya. “Di depan pria terhormat ini Anda boleh mengatakan apa pun yang ingin Anda katakan.”

Sang count mengangkat bahunya. “Kalau begitu saya harus mulai,” katanya, “dengan mengikat kalian berdua pada kerahasiaan selama dua tahun, setelah waktu itu berakhir masalah ini tak akan penting lagi. Saat ini, tak berlebihan jika dikatakan bahwa masalah ini sangat penting sehingga mungkin dapat memengaruhi sejarah Eropa.”

“Saya berjanji,” kata Holmes.

“Saya juga.”

“Kalian akan memaklumi cadar ini,” tamu kami yang asing itu melanjutkan. “Orang yang mempekerjakan saya ingin agar agennya tak kalian kenali, dan saya harus mengakui sekarang juga bahwa urusan yang membuat saya datang kemari bukanlah urusan saya sendiri.”

“Saya sangat menyadari hal itu,” kata Holmes datar.

“Situasinya sangat rumit, dan kewaspadaan harus ditingkatkan untuk mencegah apa yang mungkin akan berkembang menjadi skandal besar dan mengganggu keluarga-keluarga yang berkuasa di Eropa.
Lebih jelasnya, masalah ini masalah ini melibatkan Puri Ormstein, raja turun-turun Bohemia.”

“Saya juga sangat menyadari hal itu,” gumam Holmes sambil membenahi duduknya dan menutup matanya.

Tamu kami melihat dengan keterkejutan yang tampak jelas pada sosok lesu dan santai seorang pria yang jelas telah digambarkan padanya sebagai seorang pemikir yang tajam dan agen paling bertenaga di Eropa. Holmes membuka kembali matanya dengan pelan, dan memandang dengan tak sabar pada kliennya yang bertubuh besar itu.

“Jika Yang Mulia bersedia mengungkapkan kasus Anda,” Holmes berkata, “Saya akan bisa lebih baik dalam memberikan saran kepada Anda.”

Pria itu berdiri dari kursinya, dan mondar-mandir di dalam ruangan dengan gelisah. Lalu, dengan sebuah gerakan putus asa, ia menanggalkan cadar dari wajahnya dan mencampakkan cadar itu ke lantai.

“Kau benar,” ia berseru. “Akulah raja itu. Kenapa aku harus mencoba menyembunyikannya?”

“Kenapa?” Holmes menggumam. “Yang Mulia belum bicara sebelum saya menyadari bahwa saya berbicara dengan Wilhelm Gottsreich Sigismond von Ormstein, Grand Duke of Cassel-Falstein dan raja Bohemia.”

“Tapi kau dapat mengerti,” kata tamu asing kami sambil kembali duduk dan menyeka keningnya yang lebar dan putih, “kau bisa mengerti bahwa aku tidak terbiasa melakukan suatu urusan sendiri.
Namun masalah ini begitu rumit hingga aku tak bisa mempercayakannya kepada seorang agen tanpa menguasai agen itu. Aku telah datang tanpa dikenali dari Praha dengan tujuan untuk berkonsultasi denganmu.”

“Kalau begitu, silakan berkonsultasi,” kata Holmes sambil menutup matanya lagi.

“Secara singkat, fakta-faktanya adalah seperti ini. Sekitar lima tahun lalu, selama kunjungan yang panjang ke Warsawa, aku berkenalan dengan seorang wanita petualang bernama Irene Adler. Nama itu pasti terdengar akrab bagimu.”

“Mohon periksa dia di jari telunjukku, dokter,” gumam Holmes, tanpa membuka matanya. Selama bertahun-tahun ia telah menerapkan sebuah sistem pengingatan semua paragraf yang terkait dengan manusia dan benda-benda, sehingga sangat sulit untuk menyebutkan sebuah tema atau seseorang yang tak dapat ia perkaya dengan informasi tambahan. Dalam kasus ini, kutemukan biografi Irene terjalin di antara sistem seorang rabi Yahudi dan seorang komandan yang telah menulis sebuah paragraf pada tubuh seekor ikan dari laut dalam.
0
589
3
GuestAvatar border
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan