- Beranda
- Komunitas
- Story
- Stories from the Heart
KEMATIAN IBUKU DIUMPAN UNTUK MENDAPATKAN UANG


TS
bocor6
KEMATIAN IBUKU DIUMPAN UNTUK MENDAPATKAN UANG
Selamat siang para kaskuser . Dengan sembari air kopi dan sebatang rokok cap matahari kuhisap dengan spontan untuk mengetik, dan mendapatkan inspirasi yang bisa dibilang lumayan menguras otak untuk tidak ada yang menyinggung siapapun sebenarnya.
Karena, kematian dan warisan adalah budaya yang bisa dibilang sensitif, bisa saja saudara saya juga turut membaca dengan secara tidak langsung dan mungkin kalian juga merasa tersinggung karena artikel ini bahasa penulisan lembut tetapi memasukkan hati dan bisa saja sakit hati. Okey... Kembali ke topik kematian dan warisan yang bisa dibilang terikat dan berkesinambun,
Kematian yang sebenarnya tidak bisa kita minta, dan kita sesuaikan dengan waktu kedepan. Bisa saja disaat saya menulis belum tentu bisa saya posting untuk tulisan dikarenakan saya mendadak mati, begitu juga sebaliknya, kalian belum sempat membaca artikel saya...!!! Ciee... Takut juga kan kalian , kalo bisa dibilang seribu tahun usiapun masih bisa sanggup untuk menjadi manusia khalayak umum tanpa sakit.
Dari sisi egois apapun rata-rata pasti mau hidup selamanya, tanpa proses penuaan tubuh. Namun, kita sebagai makhluk tuhan yang sempurna hanya bisa menjalani proses kematian. Dari kematian inilah kita mungkin gak tahu kapan nasib kita dimana, apakah kita mati sudah punya istri, anak, atau bahkan cucu nantinya. Setelah itu harta dan warisan harta dimana, apakah ada perdebatan anak dari saudara kita atau mungkin abang kita memperebutkan harta benda dengan suami kita atau istri kita..
0 Pasti kalian bertanya tanya kenapa sih adanya perdebatan dikala pasca duka yang cukup mendalam, ditambah lagi perdebatan harta warisan.. Iya, ini mungkin contoh dari realita yang sesungguhnya yang kualami hingga kutuangkan di artikel ini sembari berbagi pengalaman yang bisa dibilang gak masuk akal, aneh dan gak logika banget. Sembari kutulis , akan aku deskripsikan sedikit kehidupan sekilas mengenai apa yang kualami agar kalian paham judul artikel yang kutulis, ketika kematian ibuku aku sebagai anak pertama dari lima saudara timbul rasa duka dan campur aduk sebagai anak pertama aku membimbing adik-adik aku untuk tetap tegar melewatinya memang agak rumit jika kita sebagai abang membina adik untuk tetap tegar, walaupun hati ini merasa resah untuk menangis, aku rasa lintasan pikiranpun terobsesi dengan ingin untuk juga menyusul ibuku, tetapi niat itu hanya lintasan yang sangat bodoh. Menjelang pemakaman sudah hampir berakhir, benak untuk curiga dikarenakan adik mamaku kini yang telah berkelahi dengan alasan iri dan dengki itu datang dan langsung masuk ke ambulan. Pemikiranku hanya salah, disaat kematianpun akhirnya dia datang seolah tanpa rasa bersalah, tiga tahun lebih dia tak menegur sebelum kematian ibuku. Bak air matapun tumpah yang mendalam, ibarat menjumpai kakak kandung nya sudah tak berdaya, aku yang kini duka seolah mendalam memuncak marah, kalo ibuku hidup saja dia takkan menegur, air matanya seolah air mata buaya yang kini lagi bersandiwara.
Aku yang kini sedang lagi puncak kemarahannya ku redam emosi tanpa memikirkan logika dan perasaan hanya menatap seolah-olah baik saja. Waktu demi waktu terlewati, kakak kandung dan adik kandung dari ibuku yang bisa kupanggil om dan tante. Niat curiga tak sedikitpun karena dimataku dia sangat baik denganku dan adik-adikku. Lima hari baju mamaku dipakai silih berganti dengan alasan gak ada baju dasteran untuk memasak, tetapi hal yang mengejutkan daster yang belum pernah dipakai mamaku itupun dipakai dengan santainya. Ibarat seekor kucing yang diberi ikan asin, setelah tujuh hari dimasa itu. Aku merapikan pakaian ibuku dan tak lagi kusimpan dilemari bawah , kuselipkan diatas serta kerudung yang kini rapi sudah kutaruh keatas hingga tak ada lagi yang menganggu. Setelah itu aku pun sibuk dengan hal sendiri yaitu menyusun skripsi, dan waktu demi waktu terlewati juga menjelang hampir empat belas hari kematian ibuku,
kakak kandung ibuku menanyakan hal-hal yang aneh yaitu acara tahlilan empat belas hari, dan dua puluh lima hari. Bapakku seolah mengiyakan tapi ragu dikarenakan dalam tahlilan satu hari sampai tuju hari, empat puluh hari, seratus hari, satu tahun (menurut pandangannya). Seolah bertengkar dengan hal tersebut aku kurang setuju dengan hal tersebut , tidak ada namanya tahlilan empat belas hari dan dua puluh lima hari. Dan bapakku mengiyakan, karena hal ini sebagai tak wajar (maklum situasi duka, agak plin plan). Bertepatan empat belas hari itupun muncul aku tak mengira acara tersebut akan terjadi, tetapi tidak memberikan informasi ke aku. Dikarenakan ayahku yang sengaja agar tidak terjadi salah paham dengan kakak kandung ibuku, aku disuruh mengurus bayar pdam, bayar bank, pln dan lain lain. Setelah malam diriku terkejut banget, dikarenakan ada acara tahlilan empat belas hari, bak disambar petir hati ini rasa menangis, aku sebagai anak pertama gak dihargai dan gak dikonfirmasi terkait hal ini. Ibarat nasi sudah jadi bubur , aku bersifat layaknya profesional, dan agak polos. Pintasan untuk pura - pura bodoh diriku saat itu, aku langsung ganti baju koko dan membaca yasin. Setelah selesai yasinan, saya menanyakan hal-hal kembali yang sudah dijanjikan sebelumnya bahwasanya gak ada namanya tahlilan empat belas hari, rupanya hal masak memasak yang dikepalai kakak kandung ibuku. Jadi, bapakku tahu beres dengan mengasihinya uang masak. Hal yang tak wajar banget, untuk berjuang mendapatkan uang dari ayahku. Ayahku sendiri orangnya gak mau tahu, hanya memilah uang dan tahunya beres, dalam hal itu.
Meskipun begitu, aku tak rela lagi dia melakukan tahlilan dua puluh lima hari. Ancaman diriku terhadap ayah untuk menanyai ke ustadz kalo dia melakukan tahlilan dua puluh lima hari.
Karena, kematian dan warisan adalah budaya yang bisa dibilang sensitif, bisa saja saudara saya juga turut membaca dengan secara tidak langsung dan mungkin kalian juga merasa tersinggung karena artikel ini bahasa penulisan lembut tetapi memasukkan hati dan bisa saja sakit hati. Okey... Kembali ke topik kematian dan warisan yang bisa dibilang terikat dan berkesinambun,
Kematian yang sebenarnya tidak bisa kita minta, dan kita sesuaikan dengan waktu kedepan. Bisa saja disaat saya menulis belum tentu bisa saya posting untuk tulisan dikarenakan saya mendadak mati, begitu juga sebaliknya, kalian belum sempat membaca artikel saya...!!! Ciee... Takut juga kan kalian , kalo bisa dibilang seribu tahun usiapun masih bisa sanggup untuk menjadi manusia khalayak umum tanpa sakit.
Dari sisi egois apapun rata-rata pasti mau hidup selamanya, tanpa proses penuaan tubuh. Namun, kita sebagai makhluk tuhan yang sempurna hanya bisa menjalani proses kematian. Dari kematian inilah kita mungkin gak tahu kapan nasib kita dimana, apakah kita mati sudah punya istri, anak, atau bahkan cucu nantinya. Setelah itu harta dan warisan harta dimana, apakah ada perdebatan anak dari saudara kita atau mungkin abang kita memperebutkan harta benda dengan suami kita atau istri kita..
0 Pasti kalian bertanya tanya kenapa sih adanya perdebatan dikala pasca duka yang cukup mendalam, ditambah lagi perdebatan harta warisan.. Iya, ini mungkin contoh dari realita yang sesungguhnya yang kualami hingga kutuangkan di artikel ini sembari berbagi pengalaman yang bisa dibilang gak masuk akal, aneh dan gak logika banget. Sembari kutulis , akan aku deskripsikan sedikit kehidupan sekilas mengenai apa yang kualami agar kalian paham judul artikel yang kutulis, ketika kematian ibuku aku sebagai anak pertama dari lima saudara timbul rasa duka dan campur aduk sebagai anak pertama aku membimbing adik-adik aku untuk tetap tegar melewatinya memang agak rumit jika kita sebagai abang membina adik untuk tetap tegar, walaupun hati ini merasa resah untuk menangis, aku rasa lintasan pikiranpun terobsesi dengan ingin untuk juga menyusul ibuku, tetapi niat itu hanya lintasan yang sangat bodoh. Menjelang pemakaman sudah hampir berakhir, benak untuk curiga dikarenakan adik mamaku kini yang telah berkelahi dengan alasan iri dan dengki itu datang dan langsung masuk ke ambulan. Pemikiranku hanya salah, disaat kematianpun akhirnya dia datang seolah tanpa rasa bersalah, tiga tahun lebih dia tak menegur sebelum kematian ibuku. Bak air matapun tumpah yang mendalam, ibarat menjumpai kakak kandung nya sudah tak berdaya, aku yang kini duka seolah mendalam memuncak marah, kalo ibuku hidup saja dia takkan menegur, air matanya seolah air mata buaya yang kini lagi bersandiwara.
Aku yang kini sedang lagi puncak kemarahannya ku redam emosi tanpa memikirkan logika dan perasaan hanya menatap seolah-olah baik saja. Waktu demi waktu terlewati, kakak kandung dan adik kandung dari ibuku yang bisa kupanggil om dan tante. Niat curiga tak sedikitpun karena dimataku dia sangat baik denganku dan adik-adikku. Lima hari baju mamaku dipakai silih berganti dengan alasan gak ada baju dasteran untuk memasak, tetapi hal yang mengejutkan daster yang belum pernah dipakai mamaku itupun dipakai dengan santainya. Ibarat seekor kucing yang diberi ikan asin, setelah tujuh hari dimasa itu. Aku merapikan pakaian ibuku dan tak lagi kusimpan dilemari bawah , kuselipkan diatas serta kerudung yang kini rapi sudah kutaruh keatas hingga tak ada lagi yang menganggu. Setelah itu aku pun sibuk dengan hal sendiri yaitu menyusun skripsi, dan waktu demi waktu terlewati juga menjelang hampir empat belas hari kematian ibuku,
kakak kandung ibuku menanyakan hal-hal yang aneh yaitu acara tahlilan empat belas hari, dan dua puluh lima hari. Bapakku seolah mengiyakan tapi ragu dikarenakan dalam tahlilan satu hari sampai tuju hari, empat puluh hari, seratus hari, satu tahun (menurut pandangannya). Seolah bertengkar dengan hal tersebut aku kurang setuju dengan hal tersebut , tidak ada namanya tahlilan empat belas hari dan dua puluh lima hari. Dan bapakku mengiyakan, karena hal ini sebagai tak wajar (maklum situasi duka, agak plin plan). Bertepatan empat belas hari itupun muncul aku tak mengira acara tersebut akan terjadi, tetapi tidak memberikan informasi ke aku. Dikarenakan ayahku yang sengaja agar tidak terjadi salah paham dengan kakak kandung ibuku, aku disuruh mengurus bayar pdam, bayar bank, pln dan lain lain. Setelah malam diriku terkejut banget, dikarenakan ada acara tahlilan empat belas hari, bak disambar petir hati ini rasa menangis, aku sebagai anak pertama gak dihargai dan gak dikonfirmasi terkait hal ini. Ibarat nasi sudah jadi bubur , aku bersifat layaknya profesional, dan agak polos. Pintasan untuk pura - pura bodoh diriku saat itu, aku langsung ganti baju koko dan membaca yasin. Setelah selesai yasinan, saya menanyakan hal-hal kembali yang sudah dijanjikan sebelumnya bahwasanya gak ada namanya tahlilan empat belas hari, rupanya hal masak memasak yang dikepalai kakak kandung ibuku. Jadi, bapakku tahu beres dengan mengasihinya uang masak. Hal yang tak wajar banget, untuk berjuang mendapatkan uang dari ayahku. Ayahku sendiri orangnya gak mau tahu, hanya memilah uang dan tahunya beres, dalam hal itu.
Meskipun begitu, aku tak rela lagi dia melakukan tahlilan dua puluh lima hari. Ancaman diriku terhadap ayah untuk menanyai ke ustadz kalo dia melakukan tahlilan dua puluh lima hari.
Diubah oleh bocor6 16-09-2024 14:08






tien212700 dan 6 lainnya memberi reputasi
7
1.5K
6


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan