i.am.legend.
TS
i.am.legend.
Upaya Peringatan Dini Bencana DKI: SMS Blast, Tambah Alat, hingga Keliling Bawa Toa


JAKARTA, KOMPAS.com - Bencana, khususnya banjir, kerap melanja wilayah Jakarta.

Pemerintah Provinsi DKI Jakarta pun berupaya menginformasikan peringatan dini bencana kepada masyarakat.

Tujuannya agar masyarakat waspada, sempat menyelamatkan perabotan, hingga mengungsi.

Ada beberapa cara peringatan dini bencana yang diinformasikan Pemprov DKI. Berikut rangkumannya:

1. Pakai pengeras suara dan SMS blast

Pemprov DKI Jakarta sudah memiliki 14 set disaster warning system (DWS), automatic weather system (AWS), dan automatic water level recorder (AWLR) sebagai alat sistem peringatan dini atau early warning system (EWS) bencana.

Kepala Pusat Data dan Informasi Kebencanaan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Jakarta M Ridwan mengatakan, peringatan dini yang diterima masyarakat nantinya berupa pesan suara melalui pengeras suara dan pesan singkat berantai atau SMS blast.

"DWS itu untuk yang di bantaran kali. Kalau air Katulampa atau Depok siaga, kami langsung menginformasikan melalui disaster warning system," ujar Ridwan, Senin (13/1/2020).

Ridwan menjelaskan, saat ketinggian air di sebuah pos pantau sungai siaga tiga, petugas BPBD DKI Jakarta akan menginformasikan peringatan dini berbentuk pesan suara dari kantor BPBD.

Output-nya, pesan suara tersebut akan didengar warga melalui pengeras suara yang ada pada sebuah tiang DWS.

Pengeras suara itu akan terdengar sampai radius 500 meter.

"Diumumkan dari kantor BPBD saat pintu air siaga tiga atau waspada. Alat kami memang pakai toa (pengeras suara). Satu titik ada empat speaker," kata Ridwan.

Sementara saat ketinggian air mencapai siaga dua, BPBD DKI menginformasikan peringatan dini melalui SMS blast.

Warga yang nomor ponselnya terdeteksi base transceiver station (BTS) di sekitar lokasi yang berpotensi banjir akan menerima pesan peringatan dini.

2. Pemberitahuan lewat RT/RW

BPBD DKI Jakarta juga menginformasikan peringatan dini bencana kepada lurah dan camat melalui grup aplikasi percakapan WhatsApp.

Lurah nantinya akan menginformasikan peringatan dini bencana tersebut kepada warganya, baik secara langsung maupun melalui RT/RW.

Menurut Ridwan, sistem peringatan dini melalui DWS melengkapi informasi yang disampaikan lewat lurah.

"DWS kami gunakan untuk melangkapi info peringatan yang kami kirim melalui WhatsApp group camat dan lurah," kata Ridwan.

3. Tambah alat

Pemprov DKI Jakarta akan menambah enam set DWS untuk peringatan dini bencana pada tahun 2020 ini.

Pembelian enam set DWS ini untuk melengkapi 14 set DWS yang sudah dimiliki sebelumnya.

"Memang kebutuhannya tahun 2020 hanya enam dan sudah meng-cover semua aliran DAS. Pengadaan DWS 6 set, anggaran Rp 4,07 miliar," tutur Ridwan.

Selain itu, ada pula anggaran untuk pemeliharaan 15 set DWS yang sudah dimiliki Pemprov DKI Jakarta sebesar Rp 165 juta.

Anggaran itu sudah dimasukkan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) tahun 2020.

4. Keliling bawa pengeras suara

Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan telah mengevaluasi sistem peringatan dini bencana yang dilakukan Pemprov DKI.

Dari hasil evaluasi, kata Anies, ada prosedur yang harus diubah.

Pemberitahuan sistem peringatan dini dari lurah melalui RT/RW dan SMS blast belum cukup.

Sebab, bisa saja warga tidak membaca pesan singkat yang diterimanya.

Anies berkaca pada banjir 1 Januari 2020.

Menurut dia, Pemprov DKI sebenarnya sudah memberikan peringatan dini lewat SMS blast.

Namun, dia menduga sejumlah warga tidak membaca pesan tersebut karena malam hari.

Karena itu, Anies memerintahkan pihak kelurahan berkeliling untuk memberikan peringatan dini terjadinya banjir kepada masyarakat menggunakan pengeras suara dan sirine.

"Salah satu hal yang akan diterapkan baru, bila ada kabar (akan banjir), maka pemberitahuannya akan langsung ke warga," kata Anies, Rabu (8/1/2020).

"Jadi kelurahan bukan ke RW, RT, tapi langsung ke masyarakat berkeliling dengan membawa toa (pengeras suara) untuk memberitahu semuanya, termasuk sirine," lanjut dia.
sumber

☆☆☆☆☆☆

Percaya?
Jangan dulu. Kalau Anies yang bicara, sulit bagi kita untuk percaya. Kenapa? Karena Anies hanya mendengar ABS dari bawahannya, sementara dia sendiri tak pernah tahu itu benar atau tidak.

Contohnya : Kemang tidak banjir!

Berdasarkan catatan berita, alat DWS dan EWS yang diterima dari Jepang sebagai hibah ini telah terpasang tahun 2019 dititik-titik yang menjadi langganan banjir. Masyarakat Jakarta sendiri tidak pernah tahu apakah hibah dari Jepang ini termasuk ALWR atau tidak. ALWR sendiri adalah alat pendeteksi ketinggian permukaan air yang nantinya merekam dan mencatat melalui grafik. Jika benar ada, dimana saja titik-titik itu berada.

Jepang sendiri telah menerapkan system ini sejak tahun 2007 yang mereka namakan J-Alert.

Permasalahannya, apakah system yang dihibahkan dari negara Jepang benar-benar difungsikan sesuai spesifikasinya atau tidak?

Jika benar, kenapa masyarakat tak pernah mendengar suara alarm melalui 4 toa yang terpasang? Benarkah sms blast telah dikirim oleh Pemprov DKI Jakarta? Mengapa tak ada satu orang masyarakatpun yang membahas soal sms broadcast ini? Atau jangan-jangan apa yang Anies katakan hanya omong kosong?

Kalau kita melihat AWS atau DWS atau EWS versi Jepang, maka disana akan ada panel solar sel. Panel solar sel atau panel surya tenaga matahari ini bisa menggantikan energi listrik untuk memenuhi alat tersebut. Alat peringatan dini ini juga terhubung langsung dengan satelit. Yang jelas satelit yang dipakai adalah satelit cuaca. Benarkah yang terpasang oleh Pemprov DKI Jakarta spesifikasinya sama? Alat ini juga jelas terhubung dengan internet. Dan pastinya jika terhubung dengan internet untuk menghubungkan alat ini dengan server BPBD akan ada antena parabolic atau antena sektoral atau minimal AP untuk P2P atau P2MP. Adakah alat itu disana?

Karena DWS atau EWS atau AWS yang terpasang di 14 titik bukanlah untuk memantau cuaca atau badai atau gempa bumi, pastinya semua itu tak akan berfungsi mengeluarkan peringatan dini jika alat itu disini digunakan untuk peringatan dini musibah banjir. Itu yang harus dipahami.

Untuk menambah fungsi alat itu, maka diperlukan ALWR. ALWR adalah alat untuk memantau dan mencatat ketinggian permukaan air. Alat ini harus tertanam disisi sungai. Dari sinilah semua ketinggian permukaan air bisa tercatat dan dikirim ke DWS atau AWS atau EWS. Lagi-lagi pertanyaannya, adakah alat itu sebenarnya? Apakah sudah terpasang?

Nah, sekarang hal yang terbesar yang menjadi pertanyaannya. Semua meributkan masalah toa. Toa sendiri sebenarnya adalah nama perusahaan Jepang yang bergerak dalam bidang komunikasi dan audio. Toa menjadi merk dagang. Toa sendiri fungsinya hanya mengeluarkan suara yang didapat dari input audio lain. Kalau alat yang memberi input suara tak berfungsi, pastinya toa juga akan bungkam. Lalu, apakah toa DWS ini sama dengan toa masjid atau mushala? Jawabannya : SAMA! Yang membedakan hanya bentuk dan RMS. Makin besar RMS maka makin besar intensitas suaranya. Ini sama dengan perbedaan lampu led 5 watt dengan 100 watt. Atau speaker 3 inchi dengan 12 inchi. Jadi seharusnya Pemprov DKI Jakarta jangan bermain-main dengan narasi pembodohan publik!

Sekarang, ini yang terpenting. Berapakah harga perkiraan alat-alat yang dibutuhkan itu? Ini gambarannya :

1. Toa.



Harga Toa dengan output 300 watt ada di kisaran 950.000 hingga 1.050.000. Itu adalah toa terbesar yang umum yang ada di pasaran. Sementara kalau kita melihat spesifikasi Toa yang terpasang di DWS Pemprov DKI Jakarta adalah Toa bulat warna putih yang identik dengan toa masjid yang berwarna abu-abu dengan output 10-25 watt.

2. AWS.



Harga AWS yang lengkap berbasis Web tercatat berada di kisaran 75.000.000 hingga 85.000.000 per unit sudah termasuk solar cell. Alat AWS ini terintegrasi dengan software yang bisa dilihat melalui web browser dan plug and play. Ingat! Ini sudah termasuk dengan solar cell !

3. AWLR.



Alat AWLR lengkap berada dikisaran 85.000.000 hingga 125.000.000 per unit. Alat ini akan mencatat ketinggian air sehingga bisa mengirim data ke alat AWS.

Alat-alat tambahan berupa UPS 15Kv berada di kisaran 125.000.000. Kabel UTP Cat 6 berada di kisaran 1.750.000. Antena sektoral atau parabolic atau AP ada di kisaran 350.000 hingga 750.000. UPS dibutuhkan untuk menampung listrik dari solar cell. Kabel UTP dibutuhkan untuk jaringan internet. Antena atau AP diperlukan untuk menghubungkan alat DWS ini dengan server induk BPBD. Alat-alat ini hanya diperlukan 1 unit per titik.

Sekarang, jika Pemprov DKI Jakarta mengeluarkan dana hingga 4 milyar untuk 6 titik DWS x ( 1 AWS + 1 AWLR + 4 Toa), silakan hitung sendiri.

Ohya, silakan @zukrsang penggembala klon serta @sunny.wijaya yang ada diseberang lautan jauh dari Jakarta, untuk masuk ke trit ini. Kita berdebat secara logika dan pengetahuan teknologi.

Satu hal, sms broadcast atau sms blaster tidak dimasukan dalam hitungan ini, karena ranahnya ada di provider.

Ditunggu.


Diubah oleh i.am.legend. 19-01-2020 13:55
esaka.keduasebelahblog4iinch
4iinch dan 32 lainnya memberi reputasi
33
4.5K
91
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan