- Beranda
- Komunitas
- News
- Berita dan Politik
Peran Pers Tionghoa dalam Pergerakan Kemerdekaan RI


TS
pasti2periode
Peran Pers Tionghoa dalam Pergerakan Kemerdekaan RI
Quote:
JAKARTA, KOMPAS.com - Pers yang didirikan warga etnis Tionghoa dikilai turut berperan dalam membantu Indonesia mencapai kemerdekaan. Bahkan peran pers Tionghoa ini sudah mulai dirasakan sejak 1908, jauh sebelum cita-cita kemerdekaan itu tercapai. Mengutip buku "Etnis Tionghoa dan Nasionalisme Indonesia" yang ditulis Leo Suryadinata, pada tahun 1908 itu cita-cita Indonesia Merdeka sebenarnya belum jelas. Akan tetapi sudah mulai dirasakan perlunya memajukan pendidikan, kebudayaan, ekonomi dan persatuan.
Sejak berdirinya Boedi Oetomo pada 20 Mei 1908, pergerakan nasional pun muncul ke permukaan. Pada umumnya pers Tionghoa menyambut kehadiran organisasi-organisasi tersebut. Pers seperti Pewarta Soerabaia, Sin Po dan Keng Po banyak menyiarkan berita yang berkenaan dengan kegiatan Boedi Oetomo. Hadirnya Sarekat Islam dalam gelanggang pergerakan nasional juga mendapat sambutan dari pers Tionghoa. Saat terjadi pemberontakan PKI pada 12 November 1926, pers Tionghoa juga mengikuti peristiwa itu secara terperinci. Walaupun pers Tionghoa tidak setuju dengan teror yang ditempuh PKI, mereka tetap bersimpati pada rakyat yang menderita dalam kungkungan kaum kolonialis. Setelah pemberontakan PKI gagal dan menjadi partai di bawah tanah, lahir lah Partai Nasionalis Indonesia (PNI) yang dipimpin langsung oleh tokoh nasionalis Indonesia dengan tujuan memperjuangkan kemerdekaan nasional.
Pers Tionghoa pun mendukung berdirinya PNI. Sin Po, Keng Po, dan Pewarta Soerabaia memuat kabar tentang berdirinya PNI dan bahkan memuat berita lengkap tentang rapat PNI yang diadakan di berbagai kota. Pada Desember 1927, partai-partai politik yang berada di bawah pimpinan kaum nasionalis pun bersatu mendirikan perserikatan di bawah nama Permoefakatan Perhimpoenan Politik Kebangsaan Indonesia (PPPKI). Menghadapi situasi baru ini, pers Tionghoa mampu menyesuaikan diri. Sin Po, Keng Po, dan koran lainnya telah menyiarkan berita dan pandangan masing-masing tentang organisasi baru itu. Sementara Pers Belanda saat itu menolak memuat laporan mengenai PPPKI. Tatkala PNI mengadakan kongres pertama di Surabaya yang dibuka mulai 28 Mei 1928, surat -surat kabar Tionghoa membuat laporan khusus mengenai peristiwa itu. Lalu ketika para pemuda Indonesia mengadakan Kongres ke-II di Batavia, pers Tionghoa juga memberi sambutan hangat.
Mingguan Sin Po malah merupakan koran pertama yang memuat teks lengkap lagu "Indonesia Raja"gubahan R. Soepratman. Mingguan Sin Po juga memuat foto Ir. Sukarno. Pergerakan para tokoh nasional membuat suasana politik dalam negeri makin tegang. Pemerintah kolonial menggunakan tangan besi terhadap pergerakan nasional. Banyak pemimpin pergerakan yang dikejar kejar bahkan dipenjarakan. Pers Tionghoa pun selalu memuat berita yang mendukung pergerakan dan mengkritisi pemerintah kolonial Belanda. Tahun 1929 ketika Sukarno dan beberapa rekannya ditangkap pemerintah kolonial, pers Tionghoa memuat berita tentang kejadian itu. Saat Sukarno diadili di depan pengadilan kolonial di Bandung, pers Tionghoa memuat berita itu secara khusus dan lengkap. Pada umumnya pers Tionghoa berpihak pada para pemimpin nasionalis dan mencaci maki pers Belanda yang dituduh hanya semata-mata menjadi alat pemerintah kolonial. Setelah hampir semua pemimpin PNI dipenjara, pergerakan nasional terus berjalan meski dalam bentuk dan corak yang berbeda. Pers Tionghoa pun tetap memuat berita tentang kegiatan pergerakan partai-partai nasional tersebut.
Pada masa ini pers Tionghoa sudah mengalami kemajuan pesat. Mulai banyak orang dari kalangan peranakan Tionghoa yang menganggap dirinya sebagai bangsa Indonesia dan menjunjung tinggi perjuangan nasional.
Ketika pemerintah kolonial mengumumkan UU Sekolah Liar guna menumpas semangat perjuangan nasional Indonesia, pers Tionghoa menjadi gempar. Sin Tit Po, Sin Po, dan Pewarta Soerabaia masing-masing buka suara dan mengecam UU itu. Bersama pers Indonesia, mereka ramai-ramai menuntut UU itu dihapuskan. Perjuangan tersebut akhirnya mendapat kemenangan dengan dihapuskannya UU tersebut. Sukarno dan tokoh pergerakan lain juga akhirnya dibebaskan. Memasuki tahun 1938, partai-partai Indonesia mulai berusaha dengan jalan kooperatif untuk mendapat status dominan bagi Indonesia dalam Uni Belanda. Sebab pada waktu itu fasisme makin aktif. Para pemimpin pergerakan berpendapat bahwa paham itu lebih berbahaya ketimbang kolonialisme Belanda. Karena itu, mereka berusaha menggalang fron persatuan untuk menentang fasisme dengan membentuk Gabungan Politik Indonesia (GAPI). GAPI bertujuan menggalang persatuan nasional melawan fasisme Jepang dan menuntut Indonesia berparlemen.
Dalam hal ini Pers Tionghoa memberikan sambutan yang hangat. Koran-koran tersebut menolak memuat iklan Jepang. Artikel anti Jepang muncul dimana-mana. Sin Po bahkan mengumpulkan dana anti-Jepang sebanyak satu juta gulden. Dengan catatan sejarah itu, maka Pers Tionghoa di yang telah lahir sejak awal abad ke-20 dinilai sudah memberi sumbangan yang cukup penting baik dalam dunia jurnalisme, bahasa dan sastra serta pergerakan nasional. Setelah lahirnya Republik Indonesia, tepatnya setelah adanya Undang-undang Kearganegaraan, maka riwayat pers Tionghoa pun berakhir. Karena dengan adanya UU itu hampir semua warga keturunan Tionghoa peranakan telah menjadi warga negara Indonesia.
Sejak berdirinya Boedi Oetomo pada 20 Mei 1908, pergerakan nasional pun muncul ke permukaan. Pada umumnya pers Tionghoa menyambut kehadiran organisasi-organisasi tersebut. Pers seperti Pewarta Soerabaia, Sin Po dan Keng Po banyak menyiarkan berita yang berkenaan dengan kegiatan Boedi Oetomo. Hadirnya Sarekat Islam dalam gelanggang pergerakan nasional juga mendapat sambutan dari pers Tionghoa. Saat terjadi pemberontakan PKI pada 12 November 1926, pers Tionghoa juga mengikuti peristiwa itu secara terperinci. Walaupun pers Tionghoa tidak setuju dengan teror yang ditempuh PKI, mereka tetap bersimpati pada rakyat yang menderita dalam kungkungan kaum kolonialis. Setelah pemberontakan PKI gagal dan menjadi partai di bawah tanah, lahir lah Partai Nasionalis Indonesia (PNI) yang dipimpin langsung oleh tokoh nasionalis Indonesia dengan tujuan memperjuangkan kemerdekaan nasional.
Pers Tionghoa pun mendukung berdirinya PNI. Sin Po, Keng Po, dan Pewarta Soerabaia memuat kabar tentang berdirinya PNI dan bahkan memuat berita lengkap tentang rapat PNI yang diadakan di berbagai kota. Pada Desember 1927, partai-partai politik yang berada di bawah pimpinan kaum nasionalis pun bersatu mendirikan perserikatan di bawah nama Permoefakatan Perhimpoenan Politik Kebangsaan Indonesia (PPPKI). Menghadapi situasi baru ini, pers Tionghoa mampu menyesuaikan diri. Sin Po, Keng Po, dan koran lainnya telah menyiarkan berita dan pandangan masing-masing tentang organisasi baru itu. Sementara Pers Belanda saat itu menolak memuat laporan mengenai PPPKI. Tatkala PNI mengadakan kongres pertama di Surabaya yang dibuka mulai 28 Mei 1928, surat -surat kabar Tionghoa membuat laporan khusus mengenai peristiwa itu. Lalu ketika para pemuda Indonesia mengadakan Kongres ke-II di Batavia, pers Tionghoa juga memberi sambutan hangat.
Mingguan Sin Po malah merupakan koran pertama yang memuat teks lengkap lagu "Indonesia Raja"gubahan R. Soepratman. Mingguan Sin Po juga memuat foto Ir. Sukarno. Pergerakan para tokoh nasional membuat suasana politik dalam negeri makin tegang. Pemerintah kolonial menggunakan tangan besi terhadap pergerakan nasional. Banyak pemimpin pergerakan yang dikejar kejar bahkan dipenjarakan. Pers Tionghoa pun selalu memuat berita yang mendukung pergerakan dan mengkritisi pemerintah kolonial Belanda. Tahun 1929 ketika Sukarno dan beberapa rekannya ditangkap pemerintah kolonial, pers Tionghoa memuat berita tentang kejadian itu. Saat Sukarno diadili di depan pengadilan kolonial di Bandung, pers Tionghoa memuat berita itu secara khusus dan lengkap. Pada umumnya pers Tionghoa berpihak pada para pemimpin nasionalis dan mencaci maki pers Belanda yang dituduh hanya semata-mata menjadi alat pemerintah kolonial. Setelah hampir semua pemimpin PNI dipenjara, pergerakan nasional terus berjalan meski dalam bentuk dan corak yang berbeda. Pers Tionghoa pun tetap memuat berita tentang kegiatan pergerakan partai-partai nasional tersebut.
Pada masa ini pers Tionghoa sudah mengalami kemajuan pesat. Mulai banyak orang dari kalangan peranakan Tionghoa yang menganggap dirinya sebagai bangsa Indonesia dan menjunjung tinggi perjuangan nasional.
Ketika pemerintah kolonial mengumumkan UU Sekolah Liar guna menumpas semangat perjuangan nasional Indonesia, pers Tionghoa menjadi gempar. Sin Tit Po, Sin Po, dan Pewarta Soerabaia masing-masing buka suara dan mengecam UU itu. Bersama pers Indonesia, mereka ramai-ramai menuntut UU itu dihapuskan. Perjuangan tersebut akhirnya mendapat kemenangan dengan dihapuskannya UU tersebut. Sukarno dan tokoh pergerakan lain juga akhirnya dibebaskan. Memasuki tahun 1938, partai-partai Indonesia mulai berusaha dengan jalan kooperatif untuk mendapat status dominan bagi Indonesia dalam Uni Belanda. Sebab pada waktu itu fasisme makin aktif. Para pemimpin pergerakan berpendapat bahwa paham itu lebih berbahaya ketimbang kolonialisme Belanda. Karena itu, mereka berusaha menggalang fron persatuan untuk menentang fasisme dengan membentuk Gabungan Politik Indonesia (GAPI). GAPI bertujuan menggalang persatuan nasional melawan fasisme Jepang dan menuntut Indonesia berparlemen.
Dalam hal ini Pers Tionghoa memberikan sambutan yang hangat. Koran-koran tersebut menolak memuat iklan Jepang. Artikel anti Jepang muncul dimana-mana. Sin Po bahkan mengumpulkan dana anti-Jepang sebanyak satu juta gulden. Dengan catatan sejarah itu, maka Pers Tionghoa di yang telah lahir sejak awal abad ke-20 dinilai sudah memberi sumbangan yang cukup penting baik dalam dunia jurnalisme, bahasa dan sastra serta pergerakan nasional. Setelah lahirnya Republik Indonesia, tepatnya setelah adanya Undang-undang Kearganegaraan, maka riwayat pers Tionghoa pun berakhir. Karena dengan adanya UU itu hampir semua warga keturunan Tionghoa peranakan telah menjadi warga negara Indonesia.
SUMBER
Terima kasih
Tionghoa









4iinch dan 3 lainnya memberi reputasi
4
775
Kutip
16
Balasan


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan