Aku dan Widia mengendarai sepeda metikku, menyusuri jalan yang sepi memang jam tanganku menunjukkan pukul 23.00. Seperti biasa aku dan Widia pulang bekerja yang tempatnya lumayan jauh dari rumah kami. Tiba- tiba aku merasa merinding lewat pemakaman umum yang memang sepi hanya di terangi lampu yang mulai redup. Jantungku tak karuan bulu tanganku merinding walaupun aku memakai jaket. Tiba-tiba Widia bilang kalau ada yang sedang melihat kami dari jauh seketika aku mengarahkan ke dua sepion sepedaku ke bawah. Kami ketakutan tak ada seorang pun lewat mengendarai sepeda.
Aku melarang Widia untuk menengok sebelah kiri mitosnya bila orang sedang takut dengan setan dilarang menengok kiri. Namun, Widia tak menghiraukan perkataanku malah menengok ke arah kuburan sebelah kiri kami. Seketikan Widia teriak histeri dan menyuruhku menancap gas lebih kencang pegangan tangan Widia membuatku sulit bernafas, Widia menarik jaketku dengan kencang sampai aku tak bisa melepaskan dari cengkraman tangannya.
Sesampai di rumah Widia menceritakan kepadaku bahwa dia melihat setan yang tubuhnya di penuhi bulu yang panjang rambut yang terurai menutupi wajahnya. Widia menyesal tak mempercayai perkataanku, aku mengakui bahwa perkataanku yang tadi hanya bercanda saja. Mungkin tadi hanya kebetulan saja apalagi aku tak mempercayai mitos. Semenjak itu, setiap pulang bekerja melewati jalan sepi aku selalu memutar sepion menghadap kebawah sebenarnya sih masih ketakutan dengan cerita Widia.