Kaskus

Entertainment

TahukahAndaAvatar border
TS
TahukahAnda
Kisah Pilu Anak Tunggal RA Kartini yang Terseret Pusaran Komunisme
Kisah Pilu Anak Tunggal RA Kartini yang Terseret Pusaran Komunisme & Nasib Miris Keturunannya 


AyoJalanTerus.com ]   Soesalit Djojoadhiningrat, satu-satunya anak dari R.A. Kartini ini tak banyak yang mengenalnya.

Sejak kecil Soesalit Djojoadhinigrat sudah ditinggal ibunya untuk selamnya.

Hanya berselang 4 hari setelah kelahirannya, ibunya R.A. Kartini meninggal dunia.

Saat itu ayah Soesalit Djojoadhiningrat adalah seorang Bupati Rembang dengan nama Raden Mas Adipati Ario Djojodiningrat.


Kisah Pilu Anak Tunggal RA Kartini yang Terseret Pusaran Komunisme


Soesalit lagi-lagi merasakan kehilangan pada usia muda.

Ayahnya Ario Djojodiningrat meninggal pada saat Soesalit sedang berumur 8 tahun.

Dalam usianya yang masih muda Soesalit sudah merasakan kehilangan sosok ayah dan ibu.

Beruntungnya saudara tiri tertuanya Abdulkarnen Djojodhinigrat mau mengurus Soesalit.

Abdulkarnen mengurusi Soesalit dari urusan sekolah hingga pekerjaan.

Abdulkarnen ini nantinya memangku jabatan Bupati Rembang menggantikan ayahnya.

Soesalit bersekolah di sekolah yang sama dengan R.A. Kartini dulu, yaitu Europe Lager School (ELS).

Sekolah ini merupakan sekolah elit untuk anak Eropa dan pembesar Pribumi.

Setelah lulus dari ELS, Soesalit melanjutkan pendidikannya di Hogare Burger School (HBS) Semarang dan berlanjut ke Recht Hoge School (RHS) Jakarta.

Beberapa tahun kemudian Soesalit ditawari pekerjaan oleh kakak tirinya.

Namun diluar dugaan ternyata sang kakak Abdulkarnen memasukkan adik tirinya ini ke Politieke Inlichtingen Dienst (PID) yang merupakan polisi rahasia Belanda.

Rasa Bimbang selalu dirasakan Soesalit saat menjadi polisi rahasia ini.

Karena ia sebagai pejuang bangsa harus memata-matai bangsanya sendiri.

Setelah Jepang masuk ke Indonesia akhirnya Soesalit dapat keluar dari PID dan bergabung dengan Tentara sukarela Pemela Tanah Air (PETA).

Melansir dari kompas.com, sejarawan Hendri F. Isnaini menjelaskan, selama perang kemerdekaan putra Kartini ini menjadi panglima di Divisi III Diponegoro.

Soesalit juga pernah bergeriliya di Gunung Sumbing saat Agresi Militer belanda II.

Namun karir militer Soesalit tidak begitu baik.

Pada saat berpangkat jendral Mayor atau sekarang dikenal Mayor jendral Soesalit pernah diturunkan pangkatnya.

Dari jendral Mayor menjadi Kolonel kemudian diturunkan lagi menjadi Kementrian Perhubungan.

Namun pada peristiwa Madiun 1948 menjadi awal penderitaan Soesalit.

Pada saat pemberontakan komunis, pemerintah mendapat dokumen berisi nama Soesalit sebagai "Orang Yang Diharapkan".

Singkat cerita Soesalit pun menjadi tahanan rumah dan pangkatnya diturunkan.

Ia menjadi pejabat di Kementrian Perhubungan dengan pangkat militer tak berbintang.

Soesalit wafat di RSAP 17 Maret 1979.

Satu pesan yang diwariskan Soesalit adalah agar keturunannya tak membangga-banggakan dirinya sebagai keturunan R.A. Kartini dan selalu rendah hati.


Nasib Miris Kehidupan Keturunan RA Kartini

Melihat status RA Kartini yang dianggap pahlawan, harusnya malu membiarkan para keturunannya menderita begini.


Bangsa yang besar, adalah bangsa yang menghargai jasa pahlawannya. Tapi, dalam sejarah, kerap kali mereka yang punya jasa besar kepada negara malah diperlakukan tak semestinya. Tidak dihargai. Bahkan dikucilkan. Kisah Soekarno, saat dia sudah lengser dari kursi kepresidenan, adalah contoh telanjang, bagaimana seorang yang berjasa bagi negara diperlukan buruk.
Hanya karena berbeda pandangan politik, penguasa baru kemudian mengucilkan Soekarno, Presiden RI pertama sekaligus salah satu proklamator. Begitu juga dengan Bung Hatta, proklamator lainnya. Ia juga sempat dicekal, gara-gara mengkritik penguasa Orde Baru ketika itu. Karena ikut menandatangani Petisi 50, Bung Hatta dibatasi geraknya.
Sejumlah tokoh lainnya juga begitu. Jenderal Nasution, Ali Sadikin, M Natsir, pernah merasakan bagaimana buruknya perlakuan penguasa Orde Baru. Semoga itu tak terjadi lagi. Bagaimana pun, orang yang pernah berjasa pada negara, harus tetap dihormati bahkan dihargai. Jangan sampai karena berbeda pandangan politik, atau kerap mengkritik lantas diperlakukan dengan buruk.





Namun ternyata, masih saja ada keturunan orang yang pernah berjasa besar bagi bangsa, nasib kehidupannya sungguh miris. Mereka tak dapat perhatian negara. Salah satunya adalah yang dialami oleh keturunan Raden Ajeng Kartini atau RA Kartini. Padahal tiap 21 April, bangsa ini selalu memperingatinya. Memperingati lahirnya Srikandi yang pernah dimiliki bangsa ini. Tapi, sungguh ironis kehidupan keturunan Kartini. Tak seharum nama moyangnya.
Adalah Ahmad Marzuki, Bupati Jepara yang menceritakan kondisi keturunan keluarga RA Kartini. Bupati Jepara mengisahkan itu, saat dia diwawancarai sebuah majalah yang terbit di Jakarta, tahun kemarin.

Mengutip apa yang diceritakan Ahmad Marzuki, RA Kartini hanya punya satu putra semata wayang. Putra satu-satunya putri Jepara itu adalah Raden Soesalit. Menurut catatan sejarah, Soesalit usai sang ibunda meninggal diasuh oleh neneknya. Kemudian saat besar berkarir di tentara keamanan rakyat atau TKR. Bahkan sempat jadi Mayor Jenderal. Sayang, karena ada reorganisasi tentara, pangkat Soesalit diturunkan jadi Kolonel. Bung Karno, Presiden RI yang pertama  punya kedekatan khusus dengan putra Kartini. Bahkan Bung Karno pernah berucap, Raden Soesalit adalah salah satu jenderal kesayangannya.

Kisah Pilu Anak Tunggal RA Kartini yang Terseret Pusaran Komunisme


Menurut Ahmad Marzuki, Soesalit sendiri hanya punya satu anak dari pernikahannya dengan seorang perempuan. Nama anak Soesalit, adalah Boedhy Setia Soesalit. Boedhy kemudian menikah dengan Sri Bidjatini. Dari hasil pernikahan dengan Sri Bidjatini lahir lima anak. Lima anak yang merupakan cicit RA Kartini itu adalah Kartini, Kartono, Rukmini, Samimun, dan Rachmat.

Kisah Pilu Anak Tunggal RA Kartini yang Terseret Pusaran Komunisme



Sri Bidjatini harus berjuang keras

Ahmad Marzuki mengungkapkan, lima cicit RA Kartini, menderita autisme. Mereka sekarang tinggal di Parung Bogor. Boedhy Soesalit sendiri meninggal pada usia 57 tahun. Praktis sepeninggal Boedhy, istrinya, Sri Bidjatini harus berjuang sendiri banting tulang menghidupi anak-anaknya. Sungguh berat, sebab anak-anaknya menderita autisme. Kata Ahmad Marzuki kehidupan keturunan RA Kartini itu memprihatinkan. Yang kehidupannya lumayan hanya anak pertamanya, Kartini yang juga tinggal di Parung Bogor. Sementara cicit RA Kartini lainnya, kehidupannya memprihatinkan.


Terima Kasih sudah membaca 😊 , Jika artikel ini bermanfaat, Yuk bagikan ke orang terdekatmu . Sekaligus LIKE fanspage  kami juga untuk mengetahui informasi menarik lainnya 📌@Tahukah.Anda.Info   Membuka Mata Melihat Dunia 

📢  Sumber  https://suar.grid.id/read/201703084/kisah-pilu-anak-tunggal-ra-kartini-yang-terseret-pusaran-komunisme?page=all

Artikel Terbaru Lainnya :





Kisah Pilu Anak Tunggal RA Kartini yang Terseret Pusaran Komunisme & Nasib Miris Keturunannya

Catat, Ini Waktu-Waktu yang Disunahkan Berhenti Berzikir

Di Usia 25 Kartini Meninggal Karena Dibunuh? Inilah Kontroversi Jelang Kematiannya

Mengosongkan Gelas atau Bersikap Kritis? Inilah Sikap Tepat Dalam Menerima Informasi

Film Pendek 1 Menit Peraih Penghargaan Festival Film Luxor, Sudah Ditonton 7,5 Juta di Twitter

Amin, Aamin, Amiin Apa Aamiin? Setelah Baca ini Jangan Salah Ketik Lagi

Ada 4 Kepribadian Manusia, Anda Yang Mana ?

Mengenal Mabs Hussain, Polisi Muslim Inggris yang Memecahkan Kasus Reynhard Sinaga

Kesederhanaan Rasulullah SAW dan Tangisan Abu Bakar
Banjir Dahsyat Selain Era Nabi Nuh yang Disebutkan Alquran







😉 Anda Sudah Membaca ✔️ Kisah Pilu Anak Tunggal RA Kartini yang Terseret Pusaran Komunisme & Nasib Miris Keturunannya


sebelahblogAvatar border
4iinchAvatar border
4iinch dan sebelahblog memberi reputasi
2
2K
1
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan