Jalanan - Tempat Termudah Untuk Bersyukur & Mengeluh

Beranda
Komunitas
Entertainment
The Lounge
Jalanan - Tempat Termudah Untuk Bersyukur & Mengeluh

anggorofff

04-01-2020 06:36

Jalanan - Tempat Termudah Untuk Bersyukur & Mengeluh

Selamat membaca bagi kalian yang sedang menunggu centang dua berubah menjadi biru. Padahal notif centang birunya dinon-aktifkan, wkwkwkwk. Mungkin juga doi pake whatsapp mod yang bisa ngehidden centang biru, wkwkwkwk.
MAKAN TUH HARAPAN!!!

Sebuah Pelajaran Dari Dua Centang Biru

Baik, kita akhiri sesi tertawa diatas penderitaan ini. Gimana kabarnya? Sudahkah kalian bersyukur hari ini? "Mau bersyukur gimana, kalo chat dia aja gak diread-read, sekalinya diread bener-bener diread doang, gak dibales".

Saya adalah buruh yang bekerja dalam ruangan setiap hari, sangat minim bagi saya untuk bertegur sapa dengan udara bebas. Terhitung hanya saat berangkat kerja, pulang kerja, beli makan dan ke percetakan (pekerjaan saya juga berhubungan dengan cetak mencetak). Saat ke percetakan sudah jelas saya menyusuri keruwetan lalu-lintas kota yang setidaknya tidak seruwet hubunganmu dengannya.

Entah sudah berapa puluh kali saya ke percetakan tersebut dengan melewati jalan yang sama. Sejauh waktu tersebut saya menyadari bahwa saya juga sudah puluhan kali bersyukur dan mengeluh saat diatas motor.

Saya akan mengumpat geram saat dari jauh lampu masih hijau, tapi saat sampai sudah ganti merah. Juga pada pengendara yang mengklakson saat lampu hijau baru menyala 0,1 detik. Mungkin mereka tidak pernah belajar tentang bab percepatan dalam fisika. Kan butuh waktu buat mencapai suatu kecepatan tertentu, dan yang pasti tidak dalam waktu 0,1 detik.

Lalu pengendara yang masih saja menerobos masih merah. Ayolah, itu bikin risiko kecelakaan tinggi. Apa sih susahnya nunggu 1-2 menit ketimbang kecelakaan terus masuk rumah sakit. Ya kalo kecelakaan tunggal, kalo ganda atau campuran kan berarti juga mencelakakan orang lain. Setidaknya kalo mau celaka jangan ajak-ajak dong.

FYI. Umpatan-umpatan yang saya lontarkan tentu saja dengan menggunkana bahasa daerah, hitung-hitung melestarikan bahasa daerah.

Tapi saya juga mudah trenyuh saat tak sengaja berpapasan dengan orang yang jualan sesuatu yang gak jual-able. Misalnya tukang isi ulang korek api gas. Sekarang ini berapa banyak sih orang yang masih refill korek api gas? Lagi pula berapa keuntungan dari refill tersebut? Padahal itu belum dipotong modal, lalu berapa banyak pelanggan yang bisa didapatkan dalam sehari?

Saat bertemu orang yang seperti itu, saya selalu terpikir “mungkin jika saya berada di posisi bapak tersebut saya tidak akan kuat”. Saya tidak kasihan /iba, karena jika saya kasihan pada mereka itu artinya saya merasa lebih baik/lebih superior dibanding mereka 'Dikutip dari Presiden Republik Jancukers - Sujiwo Tejo'. Belum tentu juga mereka tidak marah jika dikasihani, kan?

Saya juga sering berpapasan dengan bapak-bapak penjual pulsa. Biasanya mereka berkeliing dengan sepeda lipat dan print out 'jual pulsa' yang sudah dilaminating di bagian depan sepeda. Di tahun 2020 ini, di kota, semua serba online, rasanya kita lebih sering membeli pulsa/paket data via online ketimbang offline. FYI, margin keuntungan dari jual pulsa itu kecil, seribu rupiah sudah sangat besar.

Saya juga sering membeli es cincau dari pedagang keliling. Bapak penjual tersebut selalu tersenyum pada pembelinya. Dan entah mengapa emosi positif itu menular kepada saya. Saya menjadi bisa sedikit meredam umpatan saat bertemu dengan pengendara yang klakson saat lampu hijau baru menyala 0,1 detik tadi.

Dari perjalanan yang singkat itu saya menyadari, ternyata jalanan adalah tempat paling mudah untuk bersyukur sekaligus mengeluh, selain program TV dan prank yang jualan perasaan.

Jadi, apa hal yang membuat gansist bersyukur dan mengeluh saat di jalanan?

KEEP READ AND SOUND!!!