- Beranda
- Komunitas
- News
- Sejarah & Xenology
ASAL USUL KOTA PROBOLINGGO DAN PERANG PAREGREG


TS
keishawoow
ASAL USUL KOTA PROBOLINGGO DAN PERANG PAREGREG
SEJARAH ASAL USUL KOTA PROBOLINGGO
Kota Probolinggo terletak pada ketinggian 0 – 50 m diatas permukaan tanah. Luas keseluruhan Kota Probolinggo adalah 56.667 Km2. terbagi menjadi 5 kecamatan. Secara sosiologis Kota Probolinggo didominasi oleh masyarakat jawa dan madura dan beberapa etnis minoritas, diantaranya tionghoa, arab, dan penduduk pendatang dari daerah lainya, dengan jumlah penduduk sebesar 215.158 jiwa.
Sejarah Kota Probolinggo menjadi bagian tidak terpisahkan dari masa kerajaan sampai dengan jaman kolonial Belanda. Sejarah Kota Probolinggo diawali pada zaman pemerintahan Prabu Radjasanagara atau nama lainnya Sri Nata Hayam Wuruk, Raja Majapahit yang ke 4 dari tahun 1350 sampai dengan tahun 1389, Probolinggo dikenal dengan nama Banger, yaitu nama sebuah sungai yang mengalir di tengah daerah.
Banger merupakan pedukuhan kecil di bawah pemerintahan Akuwu di Sukodono. Nama Banger sendiri dikenal dari buku Negarakertagama yang ditulis oleh pujangga kerajaan Majapahit yang terkenal yaitu Mpu Prapanca. Itulah sejarah asal mula nama Kota Probolinggo.
Dalam upaya mendekatkan diri dengan rakyatnya, maka Prabu Hayam Wuruk dengan didampingi Patih Amangku Bumi Gadjah Mada melakukan perjalanan keliling ke daerah-daerah antara lain Lumajang dan Bondowoso. Perjalanan tersebut dimaksudkan agar Sang Prabu dapat melihat sendiri bagaimana kehidupan masyarakat di pedesaan dan sekaligus melihat sejauhmana perintahnya dapat dilaksanakan oleh para pembantunya. Dalam perjalanan inspeksi tersebut Prabu Hayam Wuruk singgah di desa Banger, desa Baremi, dan desa Borang.
Desa tersebut sekarang ini sebagai bagian penting sejarah Kota Probolinggo dan menjadi bagian wilayah administrasi Kecamatan Mayangan Kota Probolinggo Kelurahan Sukabumi, Mangunharjo, Wiroborang.
Singgahnya Prabu Hayam Wuruk di desa Baremi, Banger dan Borang, disambut masyarakat sekitar dengan penuh sukacita. Pada hari Kamis Pahing (Respati Jenar) tanggal 4 september 1359 Masehi, Prabu Hayam Wuruk memerintahkan kepada rakyat Banger agar memperluas Banger dengan membuka hutan yang ada di sekitarnya yang selanjutnya akan dijadikan sebagai pusat pemerintahan.
Perintah itulah yang akhirnya menjadi landasan sejarah Kota Probolinggo yang dikenal sebagai hari lahirnya Kota Probolinggo. Banger mengalami perkembangan yang sangat pesat seiring dengan perkembangan zaman. Hal ini ternyata menarik perhatian dari Bre Wirabumi atau Minakjinggo, Raja Blambangan yang berkuasa. Hingga pada akhirnya Banger dapat dikuasai oleh Bre Wirabumi.
Bahkan Banger pernah menjadi kancah perang saudara antara Bre Wirabumi dari kerajaan Blambangan dengan Prabu Wikramardhana dari kerajaan Majapahit yang dikenal dengan Perang Paregreg. Pada masa pemerintahan VOC, setelah kompeni dapat meredakan Mataram, dalam perjanjian yang dipaksakan kepada Sunan Pakubuwono kedua di Mataram, seluruh daerah di sebelah timur Pasuruan, termasuk Banger, diserahkan kepada VOC pada tahun 1743.
Untuk memimpin pemerintahan di Banger, pada tahun 1746 VOC mengangkat Kyai Djojolelono sebagai Bupati pertama di Banger, dengan gelar Tumenggung.
Kyai Djojolelono adalah putera Kyai Bolo Djolodrijo (Kiem Boen), seorang patih Pasuruan. Pada akhirnya Tumenggung Djojolelono diganti oleh Tumenggung Djojonegoro. Ketika Tumenggung Djojonegoro memegang pemerintahan, pada tahun 1770 nama Banger diganti menjadi PROBOLINGGO, dimana PROBO dalam bahasa sansekerta berarti sinar sedangkan LINGGO berarti tanda peringatan atau tugu. Itulah sejarah Kota Probolinggo dan hal ini ada hubungannya dengan cerita mistis kuno yaitu jatuhnya sebuah benda bercahaya atau meteor dan tempat jatuhnya benda tersebut oleh raja-raja dahulu dipilih sebagai tempat untuk mendapatkan perdamaian dan mengakhiri perselisihan

Kota Probolinggo terletak pada ketinggian 0 – 50 m diatas permukaan tanah. Luas keseluruhan Kota Probolinggo adalah 56.667 Km2. terbagi menjadi 5 kecamatan. Secara sosiologis Kota Probolinggo didominasi oleh masyarakat jawa dan madura dan beberapa etnis minoritas, diantaranya tionghoa, arab, dan penduduk pendatang dari daerah lainya, dengan jumlah penduduk sebesar 215.158 jiwa.
Sejarah Kota Probolinggo menjadi bagian tidak terpisahkan dari masa kerajaan sampai dengan jaman kolonial Belanda. Sejarah Kota Probolinggo diawali pada zaman pemerintahan Prabu Radjasanagara atau nama lainnya Sri Nata Hayam Wuruk, Raja Majapahit yang ke 4 dari tahun 1350 sampai dengan tahun 1389, Probolinggo dikenal dengan nama Banger, yaitu nama sebuah sungai yang mengalir di tengah daerah.
Banger merupakan pedukuhan kecil di bawah pemerintahan Akuwu di Sukodono. Nama Banger sendiri dikenal dari buku Negarakertagama yang ditulis oleh pujangga kerajaan Majapahit yang terkenal yaitu Mpu Prapanca. Itulah sejarah asal mula nama Kota Probolinggo.

Dalam upaya mendekatkan diri dengan rakyatnya, maka Prabu Hayam Wuruk dengan didampingi Patih Amangku Bumi Gadjah Mada melakukan perjalanan keliling ke daerah-daerah antara lain Lumajang dan Bondowoso. Perjalanan tersebut dimaksudkan agar Sang Prabu dapat melihat sendiri bagaimana kehidupan masyarakat di pedesaan dan sekaligus melihat sejauhmana perintahnya dapat dilaksanakan oleh para pembantunya. Dalam perjalanan inspeksi tersebut Prabu Hayam Wuruk singgah di desa Banger, desa Baremi, dan desa Borang.
Desa tersebut sekarang ini sebagai bagian penting sejarah Kota Probolinggo dan menjadi bagian wilayah administrasi Kecamatan Mayangan Kota Probolinggo Kelurahan Sukabumi, Mangunharjo, Wiroborang.
Singgahnya Prabu Hayam Wuruk di desa Baremi, Banger dan Borang, disambut masyarakat sekitar dengan penuh sukacita. Pada hari Kamis Pahing (Respati Jenar) tanggal 4 september 1359 Masehi, Prabu Hayam Wuruk memerintahkan kepada rakyat Banger agar memperluas Banger dengan membuka hutan yang ada di sekitarnya yang selanjutnya akan dijadikan sebagai pusat pemerintahan.

Perintah itulah yang akhirnya menjadi landasan sejarah Kota Probolinggo yang dikenal sebagai hari lahirnya Kota Probolinggo. Banger mengalami perkembangan yang sangat pesat seiring dengan perkembangan zaman. Hal ini ternyata menarik perhatian dari Bre Wirabumi atau Minakjinggo, Raja Blambangan yang berkuasa. Hingga pada akhirnya Banger dapat dikuasai oleh Bre Wirabumi.
Bahkan Banger pernah menjadi kancah perang saudara antara Bre Wirabumi dari kerajaan Blambangan dengan Prabu Wikramardhana dari kerajaan Majapahit yang dikenal dengan Perang Paregreg. Pada masa pemerintahan VOC, setelah kompeni dapat meredakan Mataram, dalam perjanjian yang dipaksakan kepada Sunan Pakubuwono kedua di Mataram, seluruh daerah di sebelah timur Pasuruan, termasuk Banger, diserahkan kepada VOC pada tahun 1743.
Untuk memimpin pemerintahan di Banger, pada tahun 1746 VOC mengangkat Kyai Djojolelono sebagai Bupati pertama di Banger, dengan gelar Tumenggung.
Kyai Djojolelono adalah putera Kyai Bolo Djolodrijo (Kiem Boen), seorang patih Pasuruan. Pada akhirnya Tumenggung Djojolelono diganti oleh Tumenggung Djojonegoro. Ketika Tumenggung Djojonegoro memegang pemerintahan, pada tahun 1770 nama Banger diganti menjadi PROBOLINGGO, dimana PROBO dalam bahasa sansekerta berarti sinar sedangkan LINGGO berarti tanda peringatan atau tugu. Itulah sejarah Kota Probolinggo dan hal ini ada hubungannya dengan cerita mistis kuno yaitu jatuhnya sebuah benda bercahaya atau meteor dan tempat jatuhnya benda tersebut oleh raja-raja dahulu dipilih sebagai tempat untuk mendapatkan perdamaian dan mengakhiri perselisihan





dellesology dan imaginaerum memberi reputasi
2
3.5K
4


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan