"Air Mengalir Sampai Jauh, Akhirnya Ke Laut" sebuah kata-kata yang indah dari sebuah lagu yang mempunyai banyak makna. Sebelumnya saya ucapkan 'Selamat Tahun Baru 2020' tentu saja di tahun yang baru ketika masyarakat banyak mengeluh dengan kemarau yang sangat lama maka saat ini diberikan hujan yang cukup deras.

Hasilnya Jakarta yang menjadi contoh kota besar di Indonesia di hadiahi 'Banjir' siapa yang harus disalahkan? Masyarakatnyakah, Pemerintah, Atau menyalahkan Tuhan? Sebenarnya bukan hanya Jakarta beberapa wilayah juga sudah mulai disibukkan dengan bencana Banjir. Bisa dibilang Banjir menjadi masalah berulang tanpa ada solusi untuk membenahinya, kenapa?




Sekali lagi 'Air Mengalir Sampai Jauh Akhirnya Ke Laut' Daerah Ibukota yang dekat dengan laut, sudah pasti menjadi daerah sasaran air yang sedang mengalir. Apakah ada kesalahan pada pengelolaan Banjir? Tidak juga drainase sering dibersihkan oleh pasukan orange, gorong-gorong pun sudah sering mengalami perbaikan setiap ganti gubernur, lalu apa yang salah?

Letak Ibukota yang sudah mengkhawatirkan itu yang menjadi masalah, ketika banyak daerah pemukiman berada di bawah aliran sungai, bahkan ketika air laut pasang wilayah pinggiran yang harusnya hutan bakau berganti dengan hutan beton dan tumpukan sampah. Muara-muara sungai pun airnya tak bisa mengalirkan ke laut dengan lancar, hasilnya air akan mencari wilayah rendah lainnya.





Loh bukannya air akan meresap ke tanah? Tepat sekali, tapi kalau semua air meresap ke dalam tanah dapat di pastikan tak ada sungai, kenapa terbentuk sungai karena limit air tak bisa di resap oleh tanah terutama bila air tersebut terus menerus ada.

Melihat daerah penyangga sudah berbentuk hutan teh, dan juga hutan buat Villa mewah, serta menjadi kawasan surga buat pemburu cinta maka sudah pasti air yang mengalir dari mata air pegunungan yang tak diambil oleh pengusaha menjadi air mineral, akan langsung meluncur deras menuju Ibukota tanpa hambatan berarti.



Hutan yang sudah di gunduli, lingkungan yang sudah di rusak adalah dampak dari itu semua. Tapi saya yakin semua sudah paham namun tak bisa di jalankan, karena berhubungan dengan "Cuan" maka jangan heran siapapun Gubernurnya pasti akan sulit mengatasi hal ini kecuali ada hukum tegas dan keras dari pemimpin Jabodetabek, efeknya harus menggusur dan itu sangat membuang "Cuan" sedang masa jabatan hanya lima tahun.

Kalau gubernurnya niat ada perubahan bisalah studi banding ke Belanda, tapi sepertinya lebih mudah untuk niat berdoa agar hujan tidak deras dibandingkan usaha untuk membenahi tata kota. Bayangkan Belanda wilayahnya lebih rendah dari air laut, mereka membuat tanggul raksasa, waduk, hingga anak-anak sungai di perbanyak ini semua untuk mendistribusikan air ke jalan yang benar, bukan ke rumah warga atau masuk hingga pertokoan.

Tapi bayangkan di Jakarta daerah Rawa tempat air harusnya berada di uruk, lalu menjadi perumahan ekslusif ? Wajar saja banyak mobil hanyut dari mereka yang strata hidupnya mewah.

Tak hanya itu daerah Muara Jakarta juga di isi dengan perumahan mewah, siapa yang berani menggusur wilayah tersebut untuk menjadi hutan kota yang tanahnya dikuasai pengusaha yang memberikan "Cuan" pada Pemda. Membenahi Jakarta cukup kompleks, jadi solusinya biarkan saja selama mereka tahu resikonya Banjir tiap tahunnya tentu akan pindah, tapi bila tak ingin pindah ya itu hak warganya juga senang main air tiap musim hujan tiba.



Kalau masyarakat tak betah, harusnya bikin petisi minta di relokasi dengan ganti untung. Ahh tapi mana mungkin, ini Jakarta ada tanah sedikit nganggur langsung jadi bedeng rumah liar, kalau di biarin dan mau di gusur kayak yang sudah-sudah, mereka merasa memiliki minta ganti untung padahal tanah pemda ealaahhh cuk.. cuk yo pantes Ibukota mau di pindah, biar pendatang ga seenak udel e ndewe toh...

Selanjutnya, saya ingin ucapkan duka cita mendalam untuk warga yang terkena dampak banjir. Dan selalu waspada curah hujan tinggi hingga bulan Maret, semoga kita semua sadar akan lingkungan.

Salam lur, saya c4punk see u next thread.