

TS
arganov
TALAK

1. Iwan Mandiri Fotokopi
Setelah gempa besar 30 september 2009 di Padang, Sumatera Barat. Aku ngangur, tidak lagi bekerja. Ibuku tidak membiarkan aku untuk kembali bekerja di Pasar Raya Padang sebagai pramuniaga di sebuah toko. Katanya padaku, "kamu dan kakakmu cuma berdua, Bagaimana mungkin aku membiarkanmu kembali bekerja." Sebenarnya ibu sangat takut kehilanganku.
Jadilah aku pengangguran kembali, hanya berputar-putar di seputaran rumah dan itu sama sekali tak menyenangkan. Aku yang biasanya punya penghasilan kini harus bergantung kembali pada uang jajan dari orang tua.
"Dik, ada lowongan." Kakak perempuanku datang tergopoh-gopoh dari pintu.
"Aku nggak boleh kerja sama Ama." Aku terus saja menyapu.
"Bukan di pasar raya, tapi di fotokopi dekat rumah." Ia memberitahuku dengan antusias.
"Belimbing?" Kulihat ia mengangguk antusias. Artinya itu di daerah perbukitan Kuranji. "Coba nanti kutanya Ama, nanti Ama marah kalau aku main "iya" saja," janjiku padanya.
Ia meninggalkanku setelahnya berkutak dengan sapu dan debu.
Malamnya aku duduk dengan Ama sambil menonton TV, kuurut kaki Ama pelan-pelan. Aku tak tahu kenapa Ama suka sekali menonton sinetron satu ini. Orangnya terkesan bodoh dan tolol, sudah jelas orangnya jahat dimaafkan terus.
"Kamu urut ama pasti ada maunya, kan?" Ama menerka.
Aku menyengir, tidak ada yang bisa membohongi perasaan Ama. Aku masih terus memijat-mijat kakinya pelan-pelan. Kini telah berganti tangannya. "Ama aku mau kerja lagi." Kuutarakan keinginanku.
"Ama, kan, sudah bilang sama kamu. Ama was-was kalau kamu ke pasar raya lagi," tegasnya.
Aku lantas menggeleng. "Bukan di Pasar Raya, Ma, tapi di Pasar Belimbing. Ditempat Uni." Uni-ku sejak menikah memilih mengontrak di Perumahan Belimbing yang terletak 3 kilometer di utara kota Padang. "Boleh, ya, Ma. Raina malas di rumah terus. Ngapain?"
Ama diam saja. Aku pasrah, jika Ama diam artinya tak boleh. Aku melanjutkan memijat tanganya hingga kepala sampai selesai. "Raina tidur, ya, Ma. Mari Raina antar Ama ke kamar dulu." Ku bimbing Ama ke kamarnya.
Setelah menyelimuti Ama dengan selimut dan memastikan obat nyamuk bakar sudah terpasang, aku meninggalkan Ama. Namun, Ama memegang tanganku. Menahanku tetap di tempat. Aku memandang Ama bingung. "Kamu boleh kerja, kok."
Aku tersenyum senang. Alhamdulillah, paling tidak uang jajanku sendiri aku bisa mencarinya. Tak perlu memberatkan Ama yang sudah terkena stroke sejak lama.
ššš
Uni-panggilanku untuk kakakku- membantu mengantarku ke toko itu. Toko itu besar dengan tiga mesin fotokopi. Bukan hanya fotokopi itu saja rupanya isi toko, ada buku dan juga alat peraga untuk sekolah. Jika seperti ini mungkin gajinya cukup untuk keperluanku selama sebulan ditambah memberi Ama sedikit nanti.
"Ingat, tanya dulu gajinya nanti. Kita kerja itu untuk gaji bukan nolong orang," pesan Uni padaku. Sebab ia tahu aku ini selalu saja ditipu orang walau sudah tahu.
Aku mengangguk. Kulangkahkan kakiku ke dalam toko, aku mengucapkan salam dan menyerahkan lamaran. Sesaat akan keluar dari toko itu, aku dipanggil lagi. "Ya, Bu?" tanyaku pada Perempuan yang berdiri di balik etalase toko. Sepertinya pemilik toko.
"Kamu beneran mau kerja di sini?"
Aku tersenyum, "ya," jawabku.
Perempuan itu mengangguk. "Kamu bisa mulai bekerja besok atau hari ini?" tanyanya.
Rasa bahagia membuncah di dalaam hatiku, aku mengangguk dan menjawab akan berkerja hari ini juga. "Mmm kalau boleh tahu gajinya berapa, ya, Bu?" Aku ingat pesan Uni-ku.
"350 ribu sebulan. Kamu mau?"
Aku mengigit bibir, kecil sekali. Aku melirik Uni yang berdiri di pintu. Ia mengangguk-angguk. "Ya." Aku ikutan mengangguk.


tuliptulipje memberi reputasi
1
425
1


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan