Siapa yang pernah ke Yogyakarta, bagaimana situasi kota pelajar itu sungguh menarik bukan. Terlebih lagi wisata alam yang disajikan hingga keramahan warga kota Yogyakarta yang sangat bikin baper, pastinya kamu akan merasa kangen Jogja bila liburan kesini.

Tapi tahukah kalian Kesultanan Yogyakarta itu adalah bagian dari khilafah Ustmani, walaupun kini khilafah tersebut telah runtuh tapi jejak sejarah membuktikan Yogyakarta menjadi bagian dari Khilafah yang kini pun masih berupa kesultanan.

Diawali dari kesultananan Mataram, perlu di ingat dahulu Mataram kuno dengan di pimpin Rakai Mataram Sang Ratu Sanjaya 717 – 746 Masehi hingga Rakai Watukura Dyah Walitung 899 -911 M bukan berbentuk kesultanan hingga di masa ki ageng pemanahan tahun 1556 barulah lahir Kerajaan Mataram Islam.

Kerjaan Mataram Islam ini mengalami perkembangan yang cukup besar dimana Amangkurat I sampai III menggunakan gelar sunan. Lalu pada Amangkurat IV (1719-1724) menjadi yang pertama menggunakan gelar khalifatullah. Disini kerajaan Mataram menjadi bagian dari Khilafah Turki Ustmani itu semua di tandai dengan penyerahan bendera hitam dari kiswah Kabah bertuliskan 'La Ilaha Illa Allah' dan bendera hijau bertuliskan 'Muhammad Rasul Allah' kepada Raden Fatah, yang menjadi raja Demak.



Setelah kerajaan Demak Runtuh berlanjut lah khilafah itu hingga ke keraton Yogyakarta, dan khilafah turki ustmani pun runtuh di 1924 tapi Yogyakarta tetap menjadi sebuah kerajaan Islam hingga saat ini yang di pimpin oleh Hamengku Buwono X.

Kesultanan Yogyakarta hadir karena perjanjian Giyanti (13 Februari 1755), disini Pangeran Mangkubumi dan VOC yang diwakili  Gubernur-Jendral Jacob Mossel, akhirnya Kerajaan Mataram dibagi dua. Pangeran Mangkubumi diangkat sebagai Sultan dengan gelar Sultan Hamengkubuwana I ia hanya berkuasa dari setengah Kerajaan Mataram. Sementara itu di sudut lainnya ada Sunan Pakubuwana III yang tetap berkuasa atas setengah lainnya dengan nama  Kasunanan Surakarta sedangkan untuk daerah pesisir tetap dikuasai oleh VOC. Disinilah kerajaan Yogyakarta pun lahir, kerajaan Mataram Islam pun terbagi.

Hingga akhirnya pada 5 September 1945 adalah hari bersejarah untuk Indonesia, Yogya saat itu di pimpin oleh Hamengku Buwono IX menyatakan dukungannya kepada NKRI.



Dimana ada amanat yang menjadi kesepakatan bersama saat itu,

1. Kerajaan Yogyakarta merupakan Daerah Istimewa dari Negara Kesatuan Republik Indonesia.

2. Semua urusan Pemerintahan Daerah Istimewa Yogyakarta dipegang oleh Sultan.

3. Sultan bertanggung jawab langsung kepada Presiden RI.

Bisa dibilang inilah keistimewaan Yogya kerajaan dalam negara, jangan heran rakyat Yogya patuh dan tunduk terhadap perintah sang sultan. Namun gelar khalifatullah di ganti pada tahun 2015 oleh Sri Sultan Hamengku Buwono X di ganti Panoto Gomo.

Jadi buat kamu penggemar Khilafah, tanah Mataram sudah menjadi bagian dari khilafah. Sistem khilafah ini mirip dengan persekutuan Inggris pada negara persekemakmurannya. Lalu ketika banyak kerajaan islam yang bergabung dengan NKRI mereka menekan ego masing-masing untuk tidak berpecah belah masihkah dibilang Indonesia bukan negara Islam?



Namun bukan tak mungkin khilafatullah akan lahir kembali dari tanah Yogya, hingga saat ini hanya Yogya yang masih mempunyai kerajaan yang kuat. Bisa dibilang negara di dalam negara, bila Sultan ingin keluar dari NKRI bukan persoalan yang sulit karena ia seorang Raja. Tapi hati sang Raja tetap untuk NKRI, lalu apa kita mau NKRI ini runtuh dengan aksi-aksi di luar adab dan prilaku yang menyalahi aturan hukum?

Apa pendapatmu dengan hal ini gan-sis.

Referensi klik, klikdan klik

Pic google