Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

sintamustikaAvatar border
TS
sintamustika
Kisah Pilu Ibu Yang Tak Diharapkan Sang Anak


Pict by google

Pagi hari tadi, aku melihat tetanggaku berjalan sembari membawa sayuran. Hanya satu sayuran yang dibelinya di tukang sayur. Berjalan sambil nafasnya terengah-engah karena usia yang sudah tak muda lagi. Usianya sekitar 70 tahunan, terlihat dari posturnya yang sudah tak jejak lagi dan keseluruhan rambut yang memutih. Sebetulnya aku tidak tahu berapa usia tepatnya, karena setiap ditanya beliau tak pernah mendapatkan informasi kapan dilahirkan orang tuanya. Karena memang orang jaman dulu terutama suku jawa hanya mengingat weton lahir, bukan tanggal bulan dan tahun.

Ternyata perjalanannya tadi terhenti didepan warungku, "nduk, tuku kecape 1000 ae" (nak, beli kecap 1000 saja) . Beliau berbicara dengan nada yang tersengal sengal dan mata yang berkaca kaca. Belum sempat aku menjawab, si mbah (panggilan nenek dalam bahasa jawa) tiba tiba nyeletuk dengan nada sedikit kasar "Sakjane aku iki nyapo to, gak eroh opo opo mben enek wong blonjo di takoni sing aneh-aneh" (Sebenarnya saya ini kenapa ya, Gak tau apa apa setiap ada orang belanja ditanya yang aneh aneh) . Dengan heran aku menjawab pertanyaan si mbah "Nopo to mbah, sinten sing tanglet teng panjenengan" (Kenapa si mbah, Siapa yang tanya mbah) . Sambil memberikan uang belanjaannya, wajahnya cemberut bak anak kecil yang sedang marah pergi begitu saja. Tentu saja aku heran, mungkin ada yang disembunyikan.

Beberapa lama, si mbah kembali kerumahku sambil membawa sekresek jeruk nipis. Mbah ini memang punya pohon jeruk nipis dibelakang rumah anaknya. Setiap kali jeruknya menguning pasti kerumah, karena tau aku suka sekali minum jeruk nipis. Sekresek kecil jeruk nipis kadang aku ganti dengan uang Rp. 10.000,- atau beras sekilo. Sebetulnya mbah tidak pernah mau imbalan, daripada jeruknya membusuk lebih baik dikasih ke yang mau saja. Tapi raut mukanya beda hari ini. Mbah langsung duduk dengan mata yang berkaca kaca. Setelah itu bercerita panjang lebar. Ternyata beberapa hari kebelakang beliau sedang ada konflik dengan putra sematawayangnya.

Mbah ini sudah tidak memiliki keluarga lagi selain putranya. Bahkan putranya yang sudah hampir seumuran bapakku tidak pernah memperdulikan ibunya tersebut. Putranya ini sudah menikah, sudah punya anak. Anaknya pun seumuranku, dan cucunya si mbah juga sudah punya anak kecil. Tapi mbah ini merasa sangat kesepian, karena tak ada satupun diantara mereka yang mempedulikan. Untuk makan pun mbah harus mencari uang sendiri, ya dari membantu tetangga yang punya sawah. Kalau lagi panen pasti tetangganya membutuhkan bantuan si mbah. Dari situ mbah dapat uang untuk makan sehari hari. Sebetulnya aku kasihan tapi aku juga ngga ada pilihan lain, selain membantu dalam bentuk uang, makanan, atau hanya memberikan beras, pokoknya setiap punya ya pasti tak berikan.

Konflik dengan putranya ini sepele, hanya gara gara menyalakan air keran. Kata mbah, beliau ini dari sungai dekat rumahnya tapi karena jalan disebelah rumah anaknya ini licin dan berlumpur, kaki dan sandalnya kotor penuh lumpur. Niat hati hanya ingin mencuci kaki yang kotor tapi berujung petaka. Putranya marah marah tak jelas kata sang anak, listrik itu mahal daripada cuci kaki di keran air mending nimba. Memang beberapa kali ketika aku kerumahnya, kebetulan cucunya ini temanku. Mbah mau cuci muka, baru saja air keran dinyalakan temanku langsung lari kedepan. Aku curiga kenapa lari kedepan, ternyata listriknya dimatikan. Sadis sekali kataku, bahkan bukan hanya itu. Beliau juga bercerita kalau ingin sekali makan nasi kulupan dan ayam masakan menantunya. Ditunggunya sampai sore tidak ada yang memperhatikan mbah ini. Sampai besoknya dia cerita ke tetanggaku kalau mbah hanya ingin makan nasi kulupan sesuap saja.

Sebetulnya masih banyak lagi cerita dari si mbah, tapi aku tidak tega menceritakan lebih dalam lagi. Ini bukan cerita fiktif, ini nyata ternyadi pada si mbah. Semoga kita semua dijauhkan dari sifat durhaka terhadap orang tua.

Penulis Sinta Mustika
tata604Avatar border
tata604 memberi reputasi
1
175
0
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan