- Beranda
- Komunitas
- News
- Berita dan Politik
Pelapor Diperiksa Singkat, Polisi Belum Sentuh Pokok Perkara Sukmawati


TS
i.am.legend.
Pelapor Diperiksa Singkat, Polisi Belum Sentuh Pokok Perkara Sukmawati

Pelapor Diperiksa Singkat, Polisi Belum Sentuh Pokok Perkara Sukmawati
Suara.com - Ratih Puspa Nusanti telah merampungkan pemeriksaan terkait kasus dugaan penodaan agama di Polda Metro Jaya, Senin (25/11/2019). Ratih diperiksa sebagai pelapor Sukmawati Soekarnoputri.
Pemeriksaan tersebut rampung pada pukul 16.00 WIB setelah dimulai sejak pukul 15.30 WIB. Dalam pemeriksaan singkat tersebut, Ratih hanya dimintakan klarifikasi soal kasus yang dilaporkannya ke polisi.
Sekjen Koordinator Bela Islam (Korabi), Novel Bamukmin selaku pendamping hukum menyebut, pemeriksaan akan dilanjutkan pada hari Kamis mendatang.
"Sudah selesai, dilanjut hari Kamis untuk melengkapi alat bukti. Hari ini baru data pribadi saja, belum masuk ke materi pokok karena yang menjadi acuan itu alat bukti yang cukup," kata Novel saat dihubungi, Senin (25/11/2019).
Novel menyebut, saat membuat laporan, Ratih hanya melampirkan barang bukti berupa print out pemberitaan media massa dan video Sukmawati di Youtube.
Novel menyebut, pihaknya siap menyerahkan video Sukmawati pada pemeriksaan lanjutan pada Kamis (28/11/2019) mendatang.
"Waktu lapor, ketika itu pelapor memang baru hanya dapat bukti dari kutipan print out dari beberapa media online belum ada video dan Youtube ketika itu," sambungnya.
Terkait agenda pemeriksaan lanjutan itu, kata Novel, Ratih nantiya akan diminta untuk melengkapi bukti laporannya soal kasus penodaaan agama yang dituduhkan kepada putri kandung Presiden pertama RI Soekarno itu.
"Tadi sore pemeriksaan pelapor, kita harus melengkapi barang bukti dan Kamis kita lanjutkan untuk diperiksa mengenai barang bukti yang kita ajukan waktu lapor. Kalau penyidik meminta rekaman video baru kami serahkan di pemeriksaan lanjutan," jelas Novel.
Untuk diketahui, Sukmawati dilaporkan ke Polda Metro Jaya pada Jumat (15/11/2019), terkait kasus dugaan penistaan agama.
Laporan tersebut tertuang dalam nomor LP/7393/XI/2019/PMJ/Dit.Reskrimum tanggal 15 November 2019. Adapun pasal yang disangkakan dengan Pasal 156A Kitab Undang-Undang Hukum Pidana atau KUHP.
Pada video yang beredar di YouTube, Sukmawati dalam sebuah forum sempat melemparkan pertanyaan kepada audiens soal Pancasila dan Al Quran, serta pertanyaan tentang Soekarno dan Nabi Muhammad SAW.
"Mana yang lebih bagus Pancasila sama Al Quran? Begitu kan. Sekarang saya mau tanya ini semua, yang berjuang di abad 20 itu nabi yang mulia Muhammad, apa Insinyur Sukarno? Untuk kemerdekaan. Saya minta jawaban, silakan siapa yang mau menjawab berdiri, jawab pertanyaan Ibu ini. Terima kasih silahkan duduk," ucap Sukmawati.
sumber
☆☆☆☆☆
Jujur, gw tadinya sebenarnya malas membuat trit yang membahas mengenai hal ini. Disamping muak, gw menilai si pelapor dan terlapor sama-sama lebay. Sama-sama cari panggung.
Gw kenal Sukmawati saat menjabat sebagai Ketua Umum PNI. Gayanya yang eksentrik dengan asesoris macam Ully Sigar Rosadi dan rokok yang tak pernah lepas dari tangannya membuat gw berfikir kala itu, "Dia gak cocok jadi pemimpin, apalagi memimpin partai bekas partai yang pernah besar di Indonesia ini yang kebetulan pernah menjadi tunggangan politik Sukarno, ayah kandungnya."
Tapi gw mencoba mengambil jalan tengah, mengeluarkan opini gw disini untuk menanggapi berita ini.
Kaum Nasionalis yang berlatar agama Islam, terdiri dari 3 kubu. Kubu santri dan kubu abangan. Ditengahnya adalah kubu masa bodo. Tidak jadi santri, tidak juga jadi abangan. Bagi mereka, kehidupan dunia dan akherat harus seimbang dijalani. Urusan pahala dan dosa hanya Allah yang berhak menentukan. Sementara urusan Habluminallah dan Habluminanas dijadikan landasan hidup terhadap Allah dan orang lain. Saling melengkapi.
Nah, menurut gw, Sukmawati adalah Nasionalis abangan. Didalam diri para nasionalis abangan, aqidah itu nomor 2. Bagi mereka, urusan akherat urusan belakangan. Gimana nanti aja. Istilahnya mereka ini adalah Islam KTP. Tipe seperti banyak terdapat di partai manapun juga yang bercirikan Nasionalisme.
Bagi nasionalis abangan, mereka alergi dengan siapapun juga yang mensyiarkan agama Islam tidak pada ranah yang benar, yang santun, yang beretika. Bagi mereka, para ulama yang sangat Arab minded, sebenarnya adalah virus yang bisa menghancurkan Indonesia. Mereka alergi dengan hal ini. Makin banyak yang seperti ini, makin membuat para nasionalis abangan antipati. Dan mereka makin bimbang dengan aqidah mereka sendiri. Jika tidak diimbangi dengan kedekatan atau belajar kepada para alim ulama yang santun dan lemah lembut, dijamin mereka kehilangan pegangan dan tak percaya pada agamanya sendiri, meskipun mereka tak mau melepas status agamanya, karena pada dasarnya, dihati kecil mereka, surga neraka itu ada, siksa kubur itu nyata, dan kiamat serta hari pembalasan bukanlah fiksi. Dan ini adalah inti dari keimanan yang sejak lahir tak mau mereka buang.
Tetapi semua langkah yang dipertontonkan oleh kelompok-kelompok agamis di Indonesia yang memang sudah keterlaluan, membuat mereka berpikir ulang tentang konsep kebangsaan dan nasionalisme. Maka tercetuskan ucapan-ucapan yang keluar dari Sukmawati. Sukmawati mewakili kaum nasionalis abangan yang justru jadi menjauh aqidahnya karena ormas-ormas macam FPI dan GNPF atau apalah itu.
Benar tak hujatan disana. Benar tak ada penghinaan disana. Benar tak ada pembandingan secara langsung disana. Tetapi Sukmawati lagi-lagi terlalu berani mengambil posisi dipinggir jurang. Mungkin Sukmawati terobsesi dengan slogan Sukarno, 'Vi Vere Pericoloso' yang diambil dari pepatah Italia, bahwa dalam hidup itu harus berani menyerempet bahaya.
Sukmawati lupa. Masanya telah berbeda. Sekarang ini Indonesia tengah dicaruni apapun juga yang berbau gurun. Penuh dengan istilah hijrah. Dan diserbu dengan generasi sekedar mengingatkan.
Tapi Sukmawati memang bukan negarawan. Jika negarawan, Sukmawati tak akan mau membahas hal yang tabu, apalagi membahas soal Nabi, kenabian, agama, dan Tuhan. Sukmawati bukan Sukarno, bukan Suharto, bukan Habibie, GusDur, SBY, Hamengku Buwono, bahkan Megawati kakaknya. Level Sukmawati jauh dibawah mereka. Sukmawati pantasnya disejajarkan dengan Amin Rais yang doyan nyinyir, bawa-bawa agama dan pertentangan kelas.
Lalu, apakah kasus Sukmawati ini harus dilanjutkan? Jawabannya harus. Keharusan ini lebih disebabkan agar Sukmawati punya kejelasan status hukum, tak tergangtung oleh sebuah perkara dikemudian hari. Dan bagi mereka yang melaporkan Sukmawati harus bisa membuktikan nilai penistaan agama disana.
Pertanyaan, mana yang lebih bagus, Pancasila atau Al-Qur'an? Ini adalah pertanyaan sebodoh-bodohnya manusia. Jikapun pertanyaan disana diganti, Al-Qur'an diganti dengan Injil atau Al-Kitab, tetap sama bodohnya.
Mengapa?
Karena jelas-jelas Al-Qur'an dijadikan landasan oleh Sukarno untuk menyusun sebuah landasan dasar negara Indonesia yaitu Pancasila. Artinya jelas, Al-Qur'an lebih bagus dibanding Pancasila. Itu logikanya. Dan urutannya adalah : Al-Qur'an - Sukarno - Pancasila.
Dan pertanyaan bodoh kedua adalah soal siapa yang berjuang di Abad 20. Padahal yang berjuang di abad 20 bukan hanya Sukarno. Bahkan Indonesia saja untuk menjadi sebuah negara yang berdaulat harus tergantung dengan negara lain yang berdaulat agar bisa diakui sebagai sebuah negara. Dan diantara negara-negara tersebut adalah Mesir, Suriah, serta Palestina.
Inti dari semuanya ini adalah :
Jangan pernah hidup dalam bayang-bayang orangtua. Jikalau orangtua berperan banyak dalam hidup kita, buktikan bahwa kita berbeda. Punya cita-cita sendiri. Punya kemauan sendiri. Punya kemampuan sendiri. Kalau tidak begitu, kita akan terus hidup dalam bayang-bayang orangtua kita, dan merasa akan tetap aman karena menjual nama orangtua.
Itu.






tien212700 dan 10 lainnya memberi reputasi
9
1.8K
50


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan