Hai GanSis!! Melihat isu nasional belakangan ini, maka saya sengaja bawa-bawa nama Jusuf Kalla di thread ini. Yang mana sebenarnya saya tidak lagi bahas sosok Wapres RI ke-10 dan ke-12 itu. Tapi isu nasional yang ada sekarang seakan terilhami jargon Pak JK, "lebih cepat lebih baik".
Menurut catatan dan pengamatan saya pribadi, di level elit negeri ini kesannya lebih sepakat dan mufakat. Gak perlu lama-lama. "Iyain aja, biar cepat" kira-kira begitu istilah orang awam.
Quote:

Bambang Soesatyo menjadi Ketua MPR 2019-2024 secara musyawarah dan mufakat. Foto : Ricardo/JPNN.com
Mulai dari pemilihan pimpinan di parlemen. Bapak ini, Ibu ini, tok! Suara palu diketok. Gak pakai drama "palu hilang" seperti 2014 lalu. Di tahun 2019, para wakil rakyat tampaknya lebih kompak dan sepakat. Akur 👍
Apasih resepnya agar kompak gitu ya?
Quote:

Komjen Idham Aziz disetujui menjadi Kapolri pada sidang paripurna di Gedung Nusantara, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (31/10). Inilah.com/Didik Setiawan
Pilih Kapolri baru. Sebab Kapolri sebelumnya Tito Karnavian diminta menjadi Menteri dalam negeri dalam Kabinet Indonesia Maju. Maka ditunjuklah Kapolri baru bernama Idham Aziz.
Bagi saya proses pemilihan Kapolri ini juga cepat. Barangkali publik gak terlalu memperhatikan. DPR juga oke-oke saja. Gak apa-apa sih lebih cepat, lebih baik. Gak ada drama seperti pemilihan Kapolri di periode pertama di pemerintahan ini.
Dari kacamata awam seperti saya. Parlemen dan eksekutif kini lebih mudah untuk sepakat. Tanpa banyak argumen, palu segera bisa diketok.
Suara kritik dari jajaran pimpinan DPR pun tidak segahar pimpinan DPR sebelumnya. Tampaknya publik akan rindu "nyanyian" duo Fadli Zon dan Fahri Hamzah.
Dilain sisi, kompaknya eksekutif dan legislatif dalam hal ini dipemerintahan. Tentunya dapat mempercepat lahirnya UU dan kebijakan baru yang diharapkan berdampak baik bagi bangsa dan negara.
Kita harapkan begitu ya. Sederhananya gini, agar pemerintahan lebih fleksibel dan mengikuti perkembangan zaman. Jadi bila ada keluhan dimasyarakat, langsung dibuat kebijakan baru dan segera disahkan.
Kan begitu juga yang dikatakan Presiden Jokowi. Agar birokasi tidak berbelit-belit. Segala keputusan mesti cepat dan tepat. Sejauh dampak yang dihasilkan baik, ya oke aja sih.
Quote:
Pemilihan ketum PSSI yang baru

Mochamad Iriawan resmi menjabat sebagai ketua umum PSSI periode 2019-2023 usai meraih 82 suara dari 85 suara pada pemilihan ketua umum PSSI, wakil ketua umum PSSI danAnggota Komite Eksekutif PSSI. Tribunnews/Jeprima
Gerakan "cepat dan sepakat" ini juga menyebar ke tubuh federasi sepakbola nasoonal. Meski sempat menuai polemik. Namun Kongres Luar Biasa PSSI di November 2019 ini relatif lancar.
Jadwal KLB juga dimajukan, yang awalnya akan diadakan Januari 2022 menjadi November 2019. Dan hasilnya ketum PSSI (2019-2023) yang baru sudah terpilih. Mochamad Iriawan terpilih secara mutlak sebagai Ketum organisasi tertinggi sepakbola di negeri.
Meski sempat diwarnai protes dari sejumlah pihak. Nyatanya perwira polisi yang akrab disapa Iwan Bule ini telah sah sebagai Ketum PSSI. Menpora sudah mengakuinya, dan yang penting FIFA sudah menyatakan sah.
Terlepas dari polemik proses pemilihan ketum PSSI yang terjadi. Tokh, sudah semestinya memang kursi Ketum PSSI yang sudah kosong semenjak ketum lama jadi Gubernur dan penggantinya diciduk satgas mafia bola, segera diisi oleh ketum PSSI tetap.
Walaupun bagi saya cukup kejutan juga melihat proses voting ketum di KLB PSSI cukup lancar. Gak kayak dulu sampai berlarut-larut. Sampai bikin komite ini dan komisi itu, pemerintah ikut campur, hingga di suspend FIFA. Oh tidak!
Terpenting sekarang itu kedepannya. Ketum PSSI baru, Menpora baru dan semestinya juga semangat baru. Event besar telah menanti. Piala Dunia U-20 2021. Juga ada Moto GP 2021 di Mandalika.
Terkhusus PSSI. Lebih cepat ketumnya terpilih. Maka artinya lebih cepat bekerja. Tugas di depan mata sudah menanti, benahi timnas senior yang babak belur di kualifikasi Piala Dunia 2022 dan suporternya ditertibkan.
Secara keseluruhan saya melihatnya kini eksekutif dan legislatif, secara umum para pemangku kebijakan lebih sepaham dalam mengambil kebijakan karena wakio rakyat diisi mayoritas koalisi secara politik. Meski kata para pengamat yang saya tahu, kondisi seperti ini kurang baik untuk demokrasi dan tidak adanya mitra kritis. Mungkin ada benarnya juga sih.
Tapi bagi saya masyarakat biasa, hanya bisa berharap bilamana pemangku kebijakan lebih cepat memutus sebuah aturan. Cepat tidak asal cepat sehingga sembrono. Cepat sepakat, berarti lebih cepat bekerja. Jangan cuma cepat memutuskan suatu kebijakan biar terlihat keren, tapi aksi nyatanya kurang.
Opini oleh Rianda Prayoga. Binjai, 6 November 2019