- Beranda
- Komunitas
- News
- Berita dan Politik
PHK Massal Perbankan, Pengamat: Perbankan Terpapar Kelesuan Ekonomi


TS
wolfvenom88
PHK Massal Perbankan, Pengamat: Perbankan Terpapar Kelesuan Ekonomi
JAKARTA - Kabar gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) yang melanda bank-bank di Eropa telah melipir sampai ke tanah air. Mengutip data Biro Riset Infobank, sepanjang 2014 hingga 2018 terjadi pengurangan tenaga kerja di 114 bank umum sebesar 38.831 dan sampai akhir 2019 jumlahnya bisa melebihi 40.000 orang.
Fenomena itu menarik mantan Assistant Vice President Bank Negara Indonesia (BNI) yang juga pengamat perbankan Paul Sutaryono untuk angkat bicara.
Ia menilai, kabar terkait banyaknya karyawan bank yang di PHK itu adalah suatu tanda sektor ini terpapar kelesuan ekonomi global.
"Kalau dirata-rata per tahun berarti 8.000 orang (di PHK). Tetapi jangan lupa kini banyak karyawan bank yang resign atas permintaan sendiri. Itu termasuk PHK. Apa alasan resign? Tak mencapai target, takut tidak bisa lanjut, maunya karir cepat tercapai, bosan, tidak tahan bekerja dalam tekanan dan lain-lain. Tetapi itu juga berarti industri perbankan terpapar kelesuan ekonomi saat ini," ungkapnya saat dihubungi sinarharapan.co di Jakarta, Rabu (30/10/2019).
Selain itu, perkembangan teknologi juga ikut menyeret pelemahan ekonomi perbankan dalam kurun waktu 5 tahun ke belakang ini. Produk-produk financial technologi (fintech), menurut Paul, salah satu pemicunya.
"Tentu juga karena serbuan fintech. Sisi positifnya, bank terpacu untuk ikut menggali aneka produk berbasis teknologi. Bank pun mengerem pembukaan cabang konvensional. Upaya itu baik untuk mengerek tingkat efisiensi," dia menambahkan.
Sebagai informasi, para bankir di dunia termasuk di Indonesia sedang mengarungi masa ujian sejak lima tahun terakhir. Seperti hasil survei McKinsey & Co, lebih dari setengah bank di dunia terlalu lemah untuk bertahan dalam kondisi ekonomi yang cenderung melambat.
Kendati demikian, perbankan Indonesia dinilai cukup baik. Namun, banyak bank yang juga tertekan oleh lemahnya perekonomian dan turut mempengaruhi pertumbuhan kredit serta kualitas aset yang kemudian mempengaruhi pendapatan perbankan.
Imbasnya, bank-bank harus melakukan restrukturisasi untuk memperbaiki kualitas aset produktif yang menurun, termasuk melakukan pemangkasan biaya untuk meningkatkan efisiensi untuk mencetak profit. Cara yang dilakukannya antara lain mengurangi jaringan kantor serta jumlah pegawai. (Ryo)
http://sinarharapan.co/ekonomi/read/...suan_ekonomi__
Fenomena itu menarik mantan Assistant Vice President Bank Negara Indonesia (BNI) yang juga pengamat perbankan Paul Sutaryono untuk angkat bicara.
Ia menilai, kabar terkait banyaknya karyawan bank yang di PHK itu adalah suatu tanda sektor ini terpapar kelesuan ekonomi global.
"Kalau dirata-rata per tahun berarti 8.000 orang (di PHK). Tetapi jangan lupa kini banyak karyawan bank yang resign atas permintaan sendiri. Itu termasuk PHK. Apa alasan resign? Tak mencapai target, takut tidak bisa lanjut, maunya karir cepat tercapai, bosan, tidak tahan bekerja dalam tekanan dan lain-lain. Tetapi itu juga berarti industri perbankan terpapar kelesuan ekonomi saat ini," ungkapnya saat dihubungi sinarharapan.co di Jakarta, Rabu (30/10/2019).
Selain itu, perkembangan teknologi juga ikut menyeret pelemahan ekonomi perbankan dalam kurun waktu 5 tahun ke belakang ini. Produk-produk financial technologi (fintech), menurut Paul, salah satu pemicunya.
"Tentu juga karena serbuan fintech. Sisi positifnya, bank terpacu untuk ikut menggali aneka produk berbasis teknologi. Bank pun mengerem pembukaan cabang konvensional. Upaya itu baik untuk mengerek tingkat efisiensi," dia menambahkan.
Sebagai informasi, para bankir di dunia termasuk di Indonesia sedang mengarungi masa ujian sejak lima tahun terakhir. Seperti hasil survei McKinsey & Co, lebih dari setengah bank di dunia terlalu lemah untuk bertahan dalam kondisi ekonomi yang cenderung melambat.
Kendati demikian, perbankan Indonesia dinilai cukup baik. Namun, banyak bank yang juga tertekan oleh lemahnya perekonomian dan turut mempengaruhi pertumbuhan kredit serta kualitas aset yang kemudian mempengaruhi pendapatan perbankan.
Imbasnya, bank-bank harus melakukan restrukturisasi untuk memperbaiki kualitas aset produktif yang menurun, termasuk melakukan pemangkasan biaya untuk meningkatkan efisiensi untuk mencetak profit. Cara yang dilakukannya antara lain mengurangi jaringan kantor serta jumlah pegawai. (Ryo)
http://sinarharapan.co/ekonomi/read/...suan_ekonomi__




4iinch dan sebelahblog memberi reputasi
2
2.2K
13


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan