Kaskus

Hobby

wafafarhaAvatar border
TS
wafafarha
Aku Ingin Memiliki Suamimu, Mbak! ( 11 )
#Aku_Mencintai_Suamimu_Mbak!
(11)

"Lihat saja kamu, Wi! Ternyata kamu sendiri yang mengibarkan bendera perang." Tatapan Johan nyalang ke luar.

Dewi berlari di bawah derasnya air hujan, rasa takut membuatnya tak berhenti walau sejenak. Pria yang telah tidur dengannya tadi pasti kini tengah mengejar, dan tidak akan berhenti hingga kemauannya terkabul. Lima tahun hidup bersama Johan cukup membuatnya tahu karkater asli pria itu, lembut namun keras dengan kemauannya, lebih jika menyangkut harga diri.

Terus berlari. Wanita itu bahkan tidak peduli tubuhnya nge-cap sempurna karena pakaian tipisnya telah kuyub.
Hujan menjadikan suasana sepi, hanya lalu lalang beberapa motor dengan kecepatan lebih hingga membuat mereka tidak memperhatikan keberadaan Dewi di jalanan. Kilatan cahaya dari langit dan gemuruhnya, membuat wanita hamil itu tersentak kaget beberapa kali.

"Tidaaaak!"

Sampai di tikungan jalan wanita ayu itu menjatuhkan tubuhnya dengan tangan menangkup wajah karena silaunya lampu diringi
suara derit ban yang panjang diikuti klakson sebuah mobil mewah. Jalan terlampau licin, pengemudi itu kesulitan mengendalikan mobilnya di saat tiba-tiba ada seseorang di depan sana.

____________

Farahna masuk rumah dengan pakaian yang 80% -nya basah meski telah memakai mantel hujan.

"Assalamualaikum."

"Waalaikumsalam. Non." Seorang pelayan menyambut kedatangannya. "Perlu sesuatu, Non?"

"Nggak, Bi. Terimakasih. Nanti kalau gak tahan laparnya saya ke dapur. Hehe."

"Oh, baik Non."

Saat hendak naik ke deretan anak tangga, Farhan datang dari ruang tengah membuat wanita itu menghentikan langkahnya.
"Lho, tidur sini lagi?"

"Iya. Ayo lah ngobrol sebentar."

"Hem. Iya, Mas. Bentar ya. Ganti baju dulu. Habis bicara jangan lupa traktir aku."
Farahna berlari kecil menuju kamarnya di lantai dua.

"Hiss. Gak berubah tuh anak," lirih Farhan sembari meninggalkan tempatnya.

Setengah jam berikutnya. Farahna kembali turun dengan hanya mengenakan kaos panjang dengan rok sedengkul, kebiasaan yang sudah lama ia lakukan saat di rumah apabila malam dan pekerja laki-laki kembali ke kamar yang disediakan untuk mereka dengan rumah terpisah.

Menuju dapur, rupanya Farhan sudah duduk manis menikmati secangkir kopi.

Wanita dengan rambut hitam lurus itu membuka kulkas.
"Elah, sudah di sini. Hati-hati lah. Meski Mas doyan banget sama kopi dibatesin minumnya. Apalagi malam begini, bisa-bisa kena insomnia terus mikirin bini orang."

Dahi Farhan mengerut. "Bini orang? Apa jangan-jangan kamu tahu apa yang akan aku bicarakan?"

"Hem? Mas mau bicara apa?" Wanita itu tidak jadi menyeruput jus yang tidak terlalu dingin karena lemari es distel dengan temperatur rendah. "Terang aja aku gak tahu. Aku kan bukan dukun."

"Soal Rani."

Seketika Farahna meletakkan gelas di tangannya.
"Maksud Mas? Mas tahu soal Rani, Johan dan Dewi?"

"Nah ...!" seru pria yang duduk di seberang Farahna dengan menjentikkan jari, adiknya sampai menutup mata karenanya.

Farahna menarik napas panjang. "Mau gimana lagi. Qodarullah ...."
Kali ini ia meminum jus alpukatnya hingga setengah gelas, lalu mengaduk-aduk sisanya.

"Jadi ...?"

"Apa pun yang Mas rencanakan, dia itu masih istri orang."

"Kamu beneran mirip dukun, Na."

Farahna geleng-geleng. "Aku baru sadar, maksud Mas di rumah sakit pada Johan."

"Aku serius, Na." Farhan menyambut ucapan Farahna cepat.

Wanita itu mencebik. "Yah, boleh. Berdoa saja. allah memisahkan mereka berdua Mas. Aku juga kasihan sama Rani."

Farhan manggut-manggut. "Bukannya kamu pernah bilang, Na. Ada ranah pilihan manusia."

Alis Farahna tertaut mendengar pernyataan sang kakak.

"Em. Aku memilih mengambil kesempatan untuk membahagiakan Rani."

Farahna memutar bola mata malas. "Yah, terserah. Tapi kudu ingat, tetep jaga interaksi, walau bagaimana kalian bukan mahram dan memisahkan dua orang saling mencintai itu dosanya gede banget."

"Hem? Saling mencintai? Walaupun Rani tau sifat jahanam Johan?"

Farahna menggedikkan bahu, tapi langsung menggebrak meja begitu sadar maksud kakaknya.
"Mas? Apa Mas berniat menceritakan pada Rani?"

Farhan memiringkan senyum.

"Jangan Mas. Tidak untuk sekarang. Kehamilannya sangat beresiko?"

Wajah Farhan berubah. Benar, kenapa sebelumnya tidak berpikir sejauh yang dipikirkan adiknya.

"Em, aku anggep diamnya Mas paham dan mendukung semua rencanaku."

Sekarang giliran lelaki tampan itu diliputi tanya.

"Apa artinya ... aku boleh turut campur urusan Dewi yang imbasnya ke Rani?"

"Apa?! Nggak, yang itu nggak boleh. Biar Dewi selesaikan sendiri dengan Johan. Sudahlah, tidak usah ikut campur urusan mereka."

"Mas. Aku mau nebus kesalahanku ke Rani."

Farhan menyilangkan tangan di dada dengan menempelkan punggung ke kursi.
"Baik. Ada syaratnya?"

"Pasti Mas. Pasti aku penuhi syaratnya. Tar aku yang akan urusin Mas sama Rani." Alis tebal dan rapih milik Farahna bergerak naik turun.

"Ish, bukan itu. Percuma aku deal sama Rani. Kalau kamu masih jomblo."

"Apa?!" Perasaan wanita itu mulai tidak enak mendengar kata jomblo dari kakaknya.

"Terima Michael."

"Hehhh." Farahna mendesah malas. Segera dihabiskan jus miliknya.
"Nggak, Mas. Laki-laki segaul dia itu pasti banyak kenalan ceweknya, entah cewek-cewek kaya ataupun jajaran artis."

"Ck. Jangankan artis. Isyana Sarasvati dan Via Vallen aja dia ga bisa bedain."

"Wah, katrok sekali ya." Farahna berdiri. "Tapi aku gak suka Mas cowok yang kelewat katrok."
Dengan santai ia meninggalkan Farhan.

"Tapi Na. Dia pria baik!" suara Farhan meninggi seiring kepergian Farahna.
"Mana bisa aku nikah kalau dia aja milih jadi perawan tua begitu? Farahna uanehh!" dengusnya.

______________

Rani masih gelisah di ruang tamu. Sesekali melihat ke arah jendela kaca yang basah karena ditimpa hujan tak berkesudahan. "Duh, tuh anak kenapa malah tidur sendirian di kost sih. Tau aja badannya semalam panas."

"Sudah malam, Ran. Tidurlah. Itu gordennya di tutup saja." Ibu Anggi mengucap pada Rani sebelum masuk kamar.

"Em. Iya Bu."
Dengan cepat Rani melepas ikatan gorden, namun saat menariknya sebuah foto kecil yang memperlihatkan kemesraannya dengan Johan yang berpelukan menghadap kamera dan Dewi dengan seragam sekolah setelah merayakan kelulusan SMP duduk di bawah mereka.

"De-Dewi." Rani memegangi dadanya, seolah rasa cemas itu semakin nyata.

___________

Farahna yang keluar buru-buru dihentikan Farhan.
"Ehhh, stop! Mau ke mana sepagi ini?"

"Em. Aku buru-buru Mas. Ada pasien yang harus cepat ditangani."

Farhan mendesah.
"Ya, baik. Tapi setidaknya lihatlah kakimu. Kamu pakai kaos kaki berlainan."

Farahna meringis setelah melihat kakinya. "Namanya juga buru-buru Mas. Ya udah aku balik ganti lagi. Ck. Lagian Mas ini teliti sekali."

Saat berbalik, Dazkir sudah berdiri di depan Farahna.
"Duh, chuby-nya ponakan ammah!"

"Et! Jangan sentuh itu!" seru Farhan.

Farahna berbalik memicing mata pada asal suara dengan setengah berjongkok.

"Dia bisa beku dipegang wanita dingin sepertimu." Setelah mengucap Farhan pergi menahan tawa.

"His. Ngeselin banget sih, papahnya Dzakir."

________

"Han, sini!" Suara berat Bapak Farhan memanggil.

Seketika Farhan duduk di samping pria itu, dengan diapit sang ibu.

"Bapak mau bicara serius sama kamu."

Batinnya tertekan, pasti soal perjodohan lagi. Sama seperti sebelumnya. Namun, ia berusaha tenang tidak mau orangtuanya kecewa karena ucapannya.
"Iya, Pak."

"Bapak dan ibu sangat menyayangi Farahna, dan juga kamu. Bapak dan ibu bahkan gak pernah bedakan kalian berdua."
Sementara bapaknya bicara, sang ibu diam. Menyimak dengan serius meski tahu apa yang akan disampaikan suaminya.

"Iya, Pak. Farhan tahu. Bapak selalu adil."
Farhan menimpali.

"Benar. Tapi bukan itu maksud bapak." Pria tua itu memotong.

Farhan mengernyitkan dahi. Kedua orang tua Farhan saling pandang, dengan ibu yang menganggukkan kepala pada suaminya dengan maksud agar bapak Farhan tidak ragu mengucapkan maksudnya.

"Tadinya bapak pikir, setelah 25 tahun setidaknya Farahna akan menikah. Tapi ... jodoh tidak juga datang. Dia selalu saja menolak, sepertinya dia tahu apa yang tidak kamu tahu. Dan dia berharap padamu, Han. Dan kamu ... juga sekarang sudah tidak lagi beristri. Em, apa tidak sebaiknya kalian berdua em ... apa kamu tidak memiliki perasaan apa pun pada Farahna?"

"Maksud bapak? Tentu saja tidak, Pak. Kami berdua ini kan kakak beradik."

"Ada apa ini?" tanya Farahna yang baru datang dari dalam, mengucap namanya disebut saat akan keluar membuatnya mendekat pada tiga orang yang tengah biar serius itu.
Melihat kedatangan Farahna, orang tua mereka saling pandang, ada perasaan tidak enak di antara mereka.

BERSAMBUNG

Terusannya di sini ....

https://www.kaskus.co.id/show_post/5...8e0d2c051ab850


Bagian sebelumnya ....

https://www.kaskus.co.id/show_post/5...bdb2435b41ebc2
Diubah oleh wafafarha 31-10-2019 04:06
pulaukapokAvatar border
pulaukapok memberi reputasi
1
1.1K
4
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan