CahayahalimahAvatar border
TS
Cahayahalimah
[Cerpen Horor] Kurang Peka
Kumpulan Cerpen Horor

Indera Keenam


Sumber foto


Quote:



Bertemu Ratu Ular



Sumber pixabay

Kala fajar mencumbu bumi, embun pun ikut menghiasi dedaunan yang menyejukkan netra, tetapi sekelumit pekerjaan mampu membawa beban pikiran, belum lagi masalah hidup yang cukup menyita energiku.


Dalam lamunan, di atas ranjang empuk, raga enggan untuk memanjakan kulit untuk mendapatkan vitamin D meski hanya di teras depan.


Terdengar lagu Nisa Sabyan yang merupakan ringtoneponselku. Terlihat di layar smartphone tertulis "Dian memanggil".


"Assalamualaikum."


"Wardah, kamu jadi ikut tidak? minggu depan nih mudiknya," tanya Dian sahabatku melalui smartphonenya.


"Jadi dong, kebetulan banget sih, the right moment, aku pusing nih dengan kerjaan, mau refreshing dulu, eh, wait, seperti biasa ya, aku ajak doi," jawabku.


"Levikan? Asyik-asyik, biar aku gebet tuh doi kamu," canda Dian.


"Udah nggak jomlo keles," nyinyirku.


Levi, adikku, dialah yang selalu menjadi bodyguard apabila bepergian jauh, maklum aku belum bisa membuka hati untuk seorang pria.


***

Akhirnya hari yang ditunggu datang jua, kami pergi berempat, Dian bersama Andri, kakaknya dan aku bersama Levi, dengan mengendarai bus.


Aku berangkat Sabtu sore, sampai di kampung saudara Dian tepat tengah malam, sadar dengan keganjilan di sekitarku, karena bakat yang tak ingin kumiliki, hawa dingin pegunungan yang tak biasa membuat bulu kuduk berdiri seketika.


Namun aku selalu bersikap positif dengan keadaan sekitar, suasana malam yang begitu hitam tidak menutupi keindahan alam, itu semua dapat menepis semua prasangka dihati.


Kampung saudara Dian tepat di bawah kaki gunung, sambutan keluarganya pun begitu ramah. Lelah selama dalam perjalanan, kami pun merebahkan raga dan memanjakan netra.


***

Embun mulai menyapa, sahut ayam berkokok terdengar di telinga, lantunan ayat-ayat-Nya sudah menggema, setelah memaksakan diri membasahi raga, dengan suhu yang tidak seperti biasa, kami pun disuguhkan jahe hangat.


Tidak ingin menyia-nyiakan waktu yang hanya sehari, kami pun berkeliling menikmati pemandangan, sekaligus mengabadikan momen yang jarang ditemui di Jakarta.


"Eh kita foto-foto disitu yuk? backgroundnya bagus tuh, di tengah-tengah sawah," pintaku pada Dian.


Kami, berempat menelusuri jalan berlumpur, melewati sawah, terlihat ada seorang pria memakai baju serba hitam, dilengkapi dengan blangkon.


"Permisi pak, boleh kami foto di tengah-tengah sawah," izinku pada bapak penjaga di sana.


"Neng dari mana, orang mana, tujuannya untuk apa ke sana?" Bapak tersebut tidak menjawab pertanyaan aku, dia malah mencecer dengan banyak pertanyaan.


Setelah beberapa pertanyaan telah kujawab, kuulang pertanyaan yang sama. Namun bapak itu tidak mengiyakan dan juga melarang.


"Foto dipinggir saung aja Neng, pemandangannya jauh lebih bagus," jawab bapak tersebut.


Netraku menuju tempat yang diarahkan, ternyata di pinggir saung tersebut, background gunung dan padi tidak terlihat sama sekali, akhirnya dengan sedikit memaksa untuk ke tengah-tengah sawah, bapak itu luluh jua.


Euforia yang aku rasakan setelah melihat hasil jepretan adikku. Foto-foto yang dihasilkan sangat bagus.


Awan menyelimuti kejanggalan dari batin ini, terus kutepis rasa yang membuat ambigu. Perasaan apa ini?


"Woi! Bengong aja, entar kesambet loh, ditengah-tengah sawah pake bengong, apaan sih yang dipikirin?" Goda Andri.


"Ish santuy aja kali Dri! jawabku. Godaan Andri sedikit mengurai perasaan aneh ini.


***

Sumber foto


Aku terus berjalan menelusuri sawah-sawah, tanpa terasa senja telah berakhir, gelap cepat menyapa, tiba-tiba ada dua ular dengan netranya yang begitu tajam, kulit dengan ukiran batik yang begitu indah.


Meskipun keindahan dari kulit ular itu tidak serta merta mengurangi rasa takut ini, tatapan mata yang mengarah kepadaku, membuat jantung berdetak kencang, adrenalin pun terpacu keluar.


"Levi, Dian, Andri, kalian pada kemana? Tolong aku!"


Aku terus berlari, tidak ada seorang pun yang mendengar teriakanku, kenapa mereka meninggalkan aku sendiri?


Dua ular terus mengejarku tanpa henti, aku terus melangkahkan kaki agar terhindar dari binatang melata yang membuat aku merinding.


"Ya Tuhan, kenapa makhluk itu terus mengejarku," keluhku dengan ayat-ayatNya yang terus kuucapkan.


Aku berlari terlalu jauh, di tengah-tengah semak belukar, tanpa ada tanda-tanda makhluk hidup pun. Tanpa terasa bulir bening pun terus keluar, tidak juga kutemukan jalan menuju pondok kan, apakah aku tersesat?


Ketika asa mulai putus, aku temukan tempat yang tidak pernah kulihat selama ini.


"Tempat apa ini?"


Bersyukur makhluk melata itu sudah tidak ada, akhirnya aku memasuki tempat yang begitu membawa magnet, sehingga daya tarik begitu kuat untuk kulangkahkan kaki menuju tempat itu.


Bulu kuduk berdiri, kaki terus bergetar, mata berkunang-kunang, dan irama jantung pun sudah tak tentu berdetak, di depanku ada singgasana dengan seekor ular bermahkota dan dua ular yang mengejarku tadi berada di sampingnya.


Ternyata dua ular tadi memang sengaja menggiringku untuk menemui ratu mereka, dengan rasa panik darah berhenti mengalir, seakan paru-paru ini tidak lagi menerima oksigen.


Antara sadar dan tak sadar, makhluk bersisik itu menjalar di kedua kakiku dan hilang seketika.


"Astaghfirullahaladzim."


Aliran darah seperti berhenti menuju ke otak, aku tidak bisa mengendalikan diri. Rasa syukur, saat tersadar aku berada di kamar dan kembali ke jasad ini. Kejadian yang bukan pertama kali, aku dibawa ke dimensi lain_ke dunia 'mereka'.


Kutersadar, ketika pria tua penjaga sawah, yang tidak dengan lantang mengatakan tidak boleh untuk berfoto di tengah sawah, tapi aku tetap memaksa sehingga beliau mengizinkan.


Mungkin bapak itu sudah tahu ada apa di tengah sawah itu dan dia sebisa mungkin mencegah aku mengambil foto di sana. Aku memang kurang peka terhadap instruksi untuk mengambil gambar di pondokkan saja.


Setelah kejadian itu, selama seminggu ragaku mengalami penurunan imun, suhu tubuhku meningkat hingga 40 derajat, menggigil, isi perut pun ketika ada sesuatu benda masuk lewat kerongkongan, asam lambung mendorongnya ke luar.


Bulu mata ini pun susah untuk saling bertemu secara lama, hanya untuk sekadar membaringkan tubuh yang tak berenergi.


Biarlah ini sebuah pelajaran untukku untuk selalu peka atas ucapan, meski seseorang tersebut tidak mengatakan "Jangan ke sana, Nak!"


The End.





Terimakasih yang sudah membaca


emoticon-terimakasihemoticon-terimakasihemoticon-terimakasih


Keep smile and istiqamah.


Saran dan kritik dengan cara baik.
emoticon-Shakehand2emoticon-Shakehand2emoticon-Shakehand2



Jakarta, 29 Oktober 2019
Selasa, 13:41
Diubah oleh Cahayahalimah 05-06-2021 14:58
Bgssusanto88Avatar border
indrag057Avatar border
terbitcomytAvatar border
terbitcomyt dan 18 lainnya memberi reputasi
19
4.7K
54
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan