Kaskus

News

wolfvenom88Avatar border
TS
wolfvenom88
Terekam CCTV, Penyidik KPK dari Polri Sengaja Merusak Barang Bukti
Jakarta, IDN Times - Koalisi media yang tergabung dalam Indonesia Leaks merilis laporan mengenai bukti baru dari perusakan buku merah yang terjadi pada 2017 lalu, pada Kamis (17/10). Buku merah adalah barang bukti yang disita oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dari kasus suap uji materi UU Peternakan Hewan dengan tersangka pengusaha Basuki Hariman.

Basuki menyuap mantan hakim konstitusi Patrialis Akbar senilai US$50 ribu atau setara Rp706 juta melalui orang dekat Patrialis, Kamaluddin. Basuki berkepentingan untuk menyuap Patrialis, karena UU itu akan menentukan nasib importir daging seperti Basuki.

Buku merah berisi catatan keuangan perusahaan milik Basuki, CV Sumber Laut Perkasa dan ditulis oleh staf keuangan Kumala Dewi.

"Di dalam buku itu terekam berbagai aliran dana ke beberapa pihak, termasuk ke sejumlah pejabat publik, termasuk satu nama yang dikenal publik sebagai penegak hukum yakni kepada Kapolri Jendral (Pol) Tito Karnavian," demikian isi video laporan Indonesia Leaks yang diunggah pekan lalu.

Mantan Kapolda Metro Jaya itu tercatat menerima aliran dana tersebut beberapa kali yakni 19 Januari 2016 senilai US$71.840, lalu 18 Februari 2016 senilai US$74.075, 21 Maret 2016 senilai US$75.872 dan 20 April mendapatkan suap US$75.988

Video yang diunggah oleh Indonesia Leaks pekan lalu menunjukkan dokumentasi visual itu diambil dari rekaman kamera CCTV yang berada di ruang kolaborasi KPK di lantai 9. Di dalam video, ada lima penyidik dari kepolisian yang berada di dalam ruangan. Mereka adalah Harun, Roland Ronaldy, Ardian Rahayudi, Hendri Susanto Sianipar dan Rufriyanto Maulana Yusuf.

Dua nama pertama sudah tak lagi bekerja di komisi antirasuah. Namun, tiga orang lainnya tercatat masih bertugas di KPK. Di dalam rekaman CCTV, terlihat dengan jelas Harun dan Roland yang merusak buku merah. Sementara, tiga orang lainnya yang berada di dalam ruangan mengetahuinya dan tak berbuat apa pun.

Lalu, apa komentar KPK mengenai temuan bukti baru tersebut? Apalagi video CCTV di ruangan KPK tak mungkin bisa dengan mudah diakses oleh pihak luar. Apa kaitan kasus buku merah dengan teror terhadap Novel Baswedan?

1. KPK menyebut salinan rekaman video itu juga dipegang pihak kepolisian

(Juru bicara KPK, Febri Diansyah) ANTARA FOTO/Rivan Awal Lingga
Juru bicara KPK Febri Diansyah enggan mengonfirmasi apakah video CCTV memang sesuai dengan aksi perusakan barang bukti yang pernah dilakukan oleh dua penyidik kepolisian yang pernah bertugas di komisi antirasuah. Padahal, terlihat jelas itu adalah ruang kolaborasi di KPK. Narasi di Indonesia Leaks pun menyebutkan itu.

"Mungkin lebih baik, saya tidak mengonfirmasi terkait dengan substansi (video) tersebut karena proses penyidikan masih berjalan di Polda Metro Jaya," kata Febri pada Jumat malam pekan lalu (18/10) di gedung KPK.

Ia bahkan menyebut yang memegang salinan video CCTV itu bukan hanya komisi antirasuah, namun juga pihak kepolisian. Sebab, di saat KPK menyerahkan barang bukti buku merah itu, mereka juga memberikan salinan video CCTV sebagai barang bukti.

"Jadi, ada dokumen yang disita. Berdasarkan penetapan pengadilan selain buku merah, salinan CCTV juga ikut diserahkan. Tapi, saya tidak tahu persis bagaimana isi CCTV karena itu menjadi bagian dari dokumen dalam proses penyidikan yang berjalan," kata dia lagi.

Penyerahan barang bukti buku merah yang sudah dirusak oleh KPK ke pihak kepolisian sempat dikritik oleh organisasi antikorupsi. Sebab, mereka menduga kuat dengan penyerahan barang bukti, maka pengusutan dugaan tindakan menghalangi proses penyidikan oleh penyidik dari kepolisian tak akan dituntaskan.

Terbukti, dari pemeriksaan internal di kepolisian menyatakan Roland dan Harun tidak terbukti telah melakukan pelanggaran.

Baca Juga: Polisi Sita Buku Merah KPK, Untuk Apa?

2. KPK belum tuntas memeriksa dugaan pelanggaran yang dilakukan oleh penyidik Roland dan Harun karena sudah dipanggil oleh Mabes Polri

Adalah cerita lama apabila bila ada penyidik KPK dari unsur kepolisian melakukan pelanggaran maka tidak tuntas diproses di internal komisi antirasuah. Itu pula yang menimpa Roland dan Harun.

Juru bicara KPK, Febri Diansyah mengatakan komisi antirasuah sudah memeriksa dugaan pelanggaran menghalangi penyidikan atau obstruction of justice yang dilakukan oleh Roland dan Harun. Namun, di tengah penyelidikan dugaan itu, Mabes Polri memanggil mereka kembali.

"Jadi, karena penyidik KPK yang berasal dari Polri, maka mereka kembali ke sana untuk mendapatkan penugasan di sana," kata mantan aktivis antikorupsi itu.

Lalu, bagaimana kelanjutan pemeriksaan terhadap keduanya? Tidak ada lagi penyidikan tersebut di KPK. Proses pengusutan justru sedang dilakukan di Polda Metro Jaya.

"Pada saat itu, Polda Metro Jaya pernah memanggil dan melakukan pemanggilan terhadap beberapa pegawai KPK, salah satunya adalah penyidik KPK yang diduga mengetahui peristiwa itu. Kami sudah fasilitasi melalui biro hukum," kata dia lagi.

Febri mengaku belum mendapatkan perkembangan informasi mengenai kelanjutan penanganan perkara di sana. Tidak diketahui pula apakah KPK sudah memeriksa tiga penyidik kepolisian lainnya yang menyaksikan perusakan buku merah itu.

3. Penyidikan di kepolisian menyebut Roland dan Harun tak terbukti telah melakukan perusakan barang bukti di KPK

IDN Times/Axel Jo Harianja
Sementara, uniknya, pihak kepolisian yang sudah melakukan pemeriksaan terhadap Roland dan Harun justru pernah menyebut keduanya tak terbukti melakukan perusakan barang bukti. Padahal, di dalam rekaman CCTV yang diungkap oleh Indonesia Leaks terlihat jelas Roland dan Harun menghapus beberapa tulisan di buku merah itu dengan tip ex.

Hasilnya, dari salinan bukti digital ada 15 halaman dari buku merah yang sudah disobek. Halaman-halaman di buku merah itu tak lagi berurutan.

"(Informasi) yang bersangkutan merusak barang bukti sudah kami tindak lanjuti, diperiksa Propam. Hasilnya, tidak ditemukan. Tidak terbukti dugaan perusakan barang itu," kata Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri, Brigjen Mohammad Iqbal, di Mabes Polri pada 13 Maret 2018 lalu.

Bahkan, ia juga menggaris bawahi ketika itu Roland dan Harun tidak dipulangkan oleh KPK. Melainkan, masa tugas keduanya di KPK sudah habis.

Tak lama usai kembali ke Mabes Polri, Roland kemudian dipromosikan menjadi Kapolres Cirebon. Sedangkan, Harun dipromosikan menjadi perwira menengah di Polda Metro Jaya.


IndonesiaLeaks
@inaleaks
Wajah Ajun Komisaris Besar Roland Ronaldy mendadak berubah masam ketika tim IndonesiaLeaks menyodorkan delapan lembar salinan dokumen pemeriksaan berkop Komisi Pemberantasan Korupsi. #IndonesiaLeaks

5,392
8:59 AM - Oct 8, 2018
Twitter Ads info and privacy
4,879 people are talking about this

4. Ketua KPK Agus Rahardjo pernah menyebut dua penyidik kepolisian itu tak terlihat tengah merusak barang bukti

ANTARA FOTO/Dhemas Reviyanto
Uniknya, pada tahun 2018 lalu, Ketua KPK, Agus Rahardjo, pernah membenarkan adanya video CCTV di ruang kolaborasi itu. Namun, menurut dia, tak terlihat ada perusakan barang bukti bila melihat rekaman tersebut.

"Pengawasan internal sudah memeriksa kamera. Memang di kamera terekam, tapi secara ... penyobekan itu tidak terlihat di kamera," kata Agus pada 10 Oktober 2018 di gedung parlemen.

Agus mengakui memang sempat terjadi perdebatan terkait dugaan perusakan barang bukti yang dilakukan oleh Harun dan Roland. Ia menyebut pihak KPK belum sempat menjatuhkan sanksi bagi kedua penyidik asal kepolisian itu.

"Waktu itu kalau gak salah ada pemanggilan oleh polisi supaya yang bersangkutan ditarik kembali," kata dia lagi.

5. Kasus dugaan aliran dana ke Kapolri berkaitan dengan teror air keras ke Novel?

Fakta baru yang terungkap di dalam video yang diunggah oleh Indonesia Leaks yakni adanya pengakuan dari penyidik senior Novel Baswedan yang sempat bertemu dengan Kapolri Jenderal (Pol) Tito Karnavian sebelum ia diteror dengan air keras. Pertemuan terjadi pada 4 April 2017 di rumah dinas Tito. Pertemuan tersebut diakui oleh Novel.

"Memang sebelum saya diserang, saya pernah bertemu dengan Pak Kapolri dan ada beberapa orang lain di sana. Pertemuan itu untuk mengklarifikasi lah bahwa kalau di KPK tidak ada sifatnya menarget orang," kata Novel dalam wawancara dengan Indonesia Leaks.

Namun, menurut mantan penyidik di kepolisian itu mengatakan ada oknum tertentu di kepolisian yang sengaja mengembuskan isu bahwa seolah-olah ia tengah memimpin satuan tugas dan membidik Tito.

"Saya kira itu ngawur ya dan itu menjadi dagangan. Saya meyakini Pak Tito menduga isu yang diembuskan itu benar adanya," ujarnya.

Sementara, Tito yang pernah dimintai konfirmasinya di Istana Negara enggan berkomentar terkait isu perusakan buku merah tersebut.


IndonesiaLeaks
@inaleaks
Sesuai keterangan di BAP, Kumala mengklaim bosnya mengirim uang ke Tito Karnavian dalam rentang waktu Januari 2016 hingga September 2016 secara rutin hampir setiap bulan. Ketika dimintai jawaban mengenai informasi aliran dana tersebut, Tito menolak berkomentar. #IndonesiaLeaks

4,347
9:20 AM - Oct 8, 2018
Twitter Ads info and privacy
4,162 people are talking about this
https://jogja.idntimes.com/news/indo...nal-jogja/full

Isi Pasal Bermasalah UU KPK No.19/2019 yang Sudah Berlaku

tirto.id - Salinan hasil Revisi Undang-Undang Komisi Pemberantasan Korupsi (RUU KPK) kini telah keluar ke Lembaran Negara sebagai UU Nomor 19 Tahun 2019. Peraturan tersebut merupakan Perubahan dari UU Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK.

Meski telah disahkan sebagai UU, KPK sebelumnya mengkritisi 26 hal yang berisiko melemahkan KPK dalam revisi UU KPK tersebut.

Wakil Ketua KPK Laode M Syarif mengkritik Undang-Undang KPK hasil revisi. Melalui Twitter milik Syarif @LaodeMSyarif, ia menunjukkan terdapat dua pasal yang dianggap saling bertentangan.


Menurutnya, akibat proses pembahasan revisi yang dilakukan secara sembunyi-sembunyi dan minim masukan masyarakat, maka hasilnya kekacauan.

"Ketika proses dirahasiakan dalam revisi UU @KPK_RI dan menutup kuping dari masukan dan niat suci anak negeri, yang lahir adalah kekacauan @DPR_RI @Kemenkumham_RI," seperti dikutip dari akun Twitter Syarif, Jumat (18/10/2019).

Laode M Syarif
@LaodeMSyarif
Ketika Proses DIRAHASIAKAN DALAM REVISI UU @KPK_RI dan MENUTUP KUPING dari MASUKAN dan NIAT SUCI ANAK NEGERI, yang lahir adalah KEKACAUAN @DPR_RI @Kemenkumham_RI

203
4:52 PM - Oct 18, 2019
Twitter Ads info and privacy
200 people are talking about this

Melalui kicauannya itu, Laode juga menyertakan tangkapan layar percakapan WhatsApp. Pesan yang dimunculkan berjudul UU KPK HASIL REVISI.

Isi Pasal Bermasalah UU KPK


Dalam postingannya tersebut, ia membandingkan dua pasal dalam UU KPK hasil revisi yang bertentangan. Yakni Pasal 69D yang merupakan ketentuan peralihan menyebutkan sebelum Dewan Pengawas terbentuk, pelaksanaan tugas dan wewenang KPK dilaksanakan berdasarkan ketentuan sebelum Undang-Undang ini.

Namun, dalam pasal 70C disebutkan pada saat Undang-Undang ini berlaku, semua tindakan penyelidikan, penyidikan dan penuntutan, tindak pidana korupsi yang proses hukumnya belum selesai, harus dilakukan berdasarkan ketentuan sebagaimana diatur dalam Undang-undang ini.

Keberadaan Dewan Pengawas juga dikritisi oleh Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) yang dinilai menjadi polemik. Poin tersebut antara lain Pasal 69D, Pasal 70B dan Pasal 70C UU KPK itu saling bertolak belakang.

Penanganan kasus, termasuk OTT bisa saja tidak terjadi lagi karena belum ada Dewan Pengawas yang sah.

Pada pasal 70C menyatakan bahwa Pada saat Undang-Undang ini berlaku, semua tindakan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan Tindak Pidana Korupsi yang proses hukumnya belum selesai harus dilakukan berdasarkan ketentuan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini.

"Tiga pasal ini membingungkan karena saling bertolak belakang, dengan Pasal 70C maka seluruh penyidikan berhenti karena penyidik harus aparatur sipil negara [ASN], mendapatkan pelatihan yang bekerja sama dengan kepolisian dan/atau kejaksaan dan pimpinan bukan penyidik," ucap Ketua Umum YLBHI, Asfinawati, ketika dihubungi Tirto, Rabu (16/10/2019).

Artinya, kata Asfinawati, hanya penyidik dari kepolisian yang bisa bekerja karena polisi berstatus sebagai ASN. Konsekuensi aturan ini akan melemahkan pengawasan internal terhadap kerja penyidik.

"Bila sebelumnya yang mengawasi penyidikan langsung pimpinan KPK yang melalui proses seleksi berlapis, saat ini tidak lagi," kata Asfinawati.

Selain itu, poin lainnya yang dikritisi oleh KPK yakni pasal 29 poin e yang berbunyi, "Untuk dapat diangkat sebagai Pimpinan KPK, harus memenuhi persyaratan berusia paling rendah 50 tahun dan paling tinggi 65 tahun pada proses pemilihan."

Namun, salah satu pimpinan KPK terpilih, Nurul Ghufron terancam tak bisa diangkat. Sebab usianya baru 45 tahun, terpaut 5 tahun dari batas bawah yang diatur revisi UU KPK.

Kemudian dalam poin f, tidak pernah melakukan perbuatan tercela.

Baca juga:
Ada UU KPK Baru, BW: KPK Resmi Dihabisi di Era Jokowi
UU KPK Berlaku & Perppu Tak Kunjung Terbit, Bagaimana Nasib KPK?


(tirto.id - ryn/may)

Reporter: Riyan Setiawan
Penulis: Riyan Setiawan
Editor: Maya Saputri


https://tirto.id/isi-pasal-bermasala...h-berlaku-ej8o
Diubah oleh wolfvenom88 21-10-2019 23:42
0
2.7K
44
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan