Kaskus

Story

Vieee111Avatar border
TS
Vieee111
Saroh Benci Kejutan
Saroh Benci Kejutan

Saroh benci sekali kejutan. Karena tiap kali suaminya memberi kejutan, kenyataan yang harus dihadapi setelahnya, membuat Saroh lebih terkejut setengah mampus.
***

Pagi ini Saroh bangun kesiangan. Lebih siang dari ayam jago berekor gundul milik tetangganya, lebih siang dari kucing kurap yang sehari-hari menjilati telapak kakinya yang bau dan pecah-pecah, jauh lebih siang dari burung-burung bersuara aneh yang kerap mengacak-acak atap rumahnya. Lalu yang lebih penting lagi, ia bangun jauh lebih siang dibanding suaminya yang pemalas.

Saroh sengaja. Ini adalah bentuk protes. Protes terang-terangan terkait perihal utang lima belas juta yang diam-diam dipinjam suaminya dari janda cantik desa sebelah. Saroh murka, lebih murka dibanding saat terakhir kali suaminya memberi kejutan berupa cincin baru, yang ternyata hasil merampok.

Dibantingnya pintu kamar sekuat tenaga. Pintu kayu dengan lubang kunci sebesar genggaman itu menghasilkan suara gedebumyang mengagetkan Anwar-- suaminya.

"Ada apa, Buk? Pagi-pagi sudah marah? Kesambet jin iprit?"

"Jin iprit gundulmu, Pak!"
balas Saroh kasar sambil mengambil keranjang lalu bergegas menuju tepi hutan.

"Buk! Buk! Buk e ...."

Saroh terus melangkah. Tidak diacuhkan panggilan suaminya yang terus berteriak di belakang. Saroh kesal luar biasa. Emosinya meletup-letup, menyisakan rasa panas di dadanya yang tertutup kemban.

Setibanya di ladang tepi hutan, Saroh menatap barisan pohon ketela yang menjulang. Dengan tenaga yang berlimpah akibat menahan amarah, dicabutnya ketela-ketela itu dalam satu kali tarikan.

Hingga keranjangnya penuh, Saroh masih belum bisa mendinginkan dadanya. Wanita bertubuh ramping itu memutuskan istirahat sejenak, duduk di atas tanah dengan bersandar di batang pohon jambu alas.

Pikirannya kalut. Diremasnya rumput-rumput yang mulai tinggi di sekitar tempatnya duduk sambil melamun.

"Buk! Aku punya kejutan."

"Kejutan apa, Pak?" balas Saroh tidak tertarik. Tangannya sibuk menyikat baju-baju kotor di bawah pancuran.

"Kita akan punya rumah baru, Buk."

Saroh menghentikan aktivitasnya sejenak. Dipandangnya laki-laki yang sudah dinikahinya selama lima tahun itu. Matanya menatap tajam, seolah-olah sedang mencari kepastian dari janji yang baru saja diucapkan. Bau busuk ternyata.

"Aku lebih suka tinggal di rumah ini, Pak," balas Saroh pelan.

"Lo? Kita bakal punya rumah baru, lo, Buk. Lebih besar dari gubuk kita ini."

"Aku tetap mau tinggal di sini!"

Saroh bangkit dari dingklik yang sejak tadi didudukinya.

"Teruskan cuciannya. Aku mau ke ladang memetik sayuran. Jika belum makan, omonganmu sering ngalor-ngidul tidak jelas, Pak. Bikin jantungan. Sampean pingin aku mati muda?" ucap Saroh sambil meninggalkan suaminya.

Tiba-tiba seekor semut rang-rang mengigit pahanya yang mulus. Saroh menjerit pelan, tersadar dari lamunannya. Matahari sudah tepat di atas kepala. Saroh menarik napas dalam-dalam sebelum akhirnya bangkit.

"Hah! Benar-benar bikin naik darah," gumam Saroh sembari memanggul keranjang penuh ketela lalu melangkah pulang ke rumah.

Saroh Benci Kejutan

Di depan rumah, Saroh menghentikan langkahnya. Tampak beberapa orang berpakaian rapi duduk di kursi bambu miliknya.

"Cari siapa, Pak?" tanya Saroh setelah memutuskan untuk mendekat.

"Kami diutus untuk menjemput calon mempelai pria, Bu," balas salah satu dari mereka.

Saroh mengernyitkan dahi. Dipandangi lagi keempat laki-laki bertubuh tegap yang kini balas memandangnya secara bersamaan.

"Calon mempelai pria? Maksudnya?"

"Maksud kami ...."

"Tunggu! Jangan bilang kalau ...."
Saroh melotot, wajahnya memerah. Amarah yang sejak tadi ditahan sekuat tenaga perlahan-lahan mulai membakar tubuhnya.

Didobraknya pintu kayu yang tertutup. Salah satu engsel yang karatan terlepas dari tempatnya, membuat pintu keropos itu miring ke dalam. Masih untung pintu itu tidak ikut terbakar api yang keluar dari dadanya.

"Bapak!!!"

Matanya nyalang meneliti setiap sudut gubuk. Sepi. Tidak ada siapa-siapa di dalam. Saroh mengempaskan pantatnya ke sebuah kursi di samping meja tamu yang merangkap meja makan. Diaturnya napas yang hampir habis.

Tenang! Tenang! Tenang!
Saroh memejamkan mata sejenak. Meyakinkan diri supaya tidak gegabah dan bertindak konyol. Sejak dulu, dengan alasan apa pun, Saroh paling benci dengan kejutan.

Setelah napasnya teratur, Saroh bangkit, membetulkan kembannya yang melorot akibat mengamuk tadi lalu melangkah keluar.

"Maaf, tapi suami saya ...."
Suara Saroh terputus. Matanya melotot nyaris meloncat ke luar.

Di hadapannya, sebuah pemandangan membuat dirinya tidak bisa berkata apa-apa. 😱

(Bersambung)


Purworejo, 10 Oktober 2019

Sumber gambar:
gambar 1
gambar 2
iissuwandiAvatar border
tinwin.f7Avatar border
jembloengjavaAvatar border
jembloengjava dan 2 lainnya memberi reputasi
3
823
10
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan