Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

lapautekchy01Avatar border
TS
lapautekchy01
Baju Lebaran Hasna
"Mak, kapan ya aku bisa punya baju baru seperti Kak Li?" mata polosnya menatap sang ibu yang sedang hamil besar. Ada duka dimatanya, ada perih yang dikubur bersama jasad suaminya tujuh bulan yang lalu.

Ya, tahun kemarin masih menyisakan luka, lelaki yang selama ini menjadi tulang punggung, meninggal tanpa sebab. Awalnya hanya sakit kepala kemudian pingsan dan akhirnya meninggal.

“Mak, Aku mau baju warna merah, seperti punya Aira itu!" mata polosnya berbinar melihat jendela tetangga yang terbuka, di sana terlihat seorang gadis kecil usia sepuluh tahun sedang mencoba baju berwarna merah sambil tersenyum.

Langit seakan runtuh, ketika wanita yang bernama Laila itu kehilangan sosok seorang suami. Meski tiap lebaran mereka selalu menerima zakat fitrah, setidaknya lelaki itu masih bisa mengusahakan baju baru seharga lima puluh ribu untuk anak-anaknya, agar mereka bahagia di hari nan fitri tersebut. Karena memang sepertinya baju baru sudah tradisi dari jaman dulu kala.

Air mata mengalir di sudut mata, jangankan untuk baju lebaran. Untuk makan hari raya masih menunggu uluran tangan tetangga. Ya... semenjak kehamilannya semakin besar Laila tidak bisa lagi menjadi buruh serabutan, karena yatim di dalam rahimnya tidak kuasa menahan lelah raga sang ibu, sehingga Laila mengalami pendarahan hebat akibat kepala sang bayi turun.

Laila hamil muda saat suaminya dijemput sang khalik. Tempat bergantung sudah putus, tempat bersandar telah pergi selamanya.
“Mak ...!” Hasna menggoyang tangan ibunya, kepala Laila masih menekuri lantai yang mengeluarkan pecahan debu berpasir dari semen yang berlubang, rumah ini akan menjadi saksi bahwa hisab harta sangat ringan untuk mereka kelak di akhirat.

Lebaran dua hari lagi, beras sudah tidak ada untuk dimasak malam nanti, Laila mengelus perutnya yang membukit, air mata semakin mengalir. Apalagi dalam taksiran bayi yatim dalam perutnya akan lahir dua hari setelah lebaran.

“Mak, Ais diberi sendal bekas oleh kak Li, tapi di larang Aira, masih muat di kakinya.” Anak usia enam tahun itu menggigit bibir, kegetiran tampak jelas di raut mukanya yang sendu.

“Duduk sini ...!” Laila menepuk tempat duduk kayu panjang yang sedari tadi dia duduki dengan Hasna.

Tarikan nafas panjang membuat tulang lehernya makin menonjol, beberapa kali dia terlihat menenangkan hati dengan menghembuskan nafas dari mulut.

“Mak, Tapi kalau tak ada uang, kami pakai baju taun kemaren saja."
Baju taun kemarin pun sudah robek dan kusam. Bagaimana tidak robek, baju yang mereka miliki tidak lebih dari lima potong per kepala.

Hati Laila begitu pedih, apa yang harus dia lakukan? Anak seusia Hasna dan Aisyah tidak akan mengerti kesusahan yang sedang mereka alami.
“Ais, sabar ya... mudah-mudahan Mak, bisa belikan baju baru untuk Ais." katanya sambil membelai rambut kusam sang anak.

“Tapi Mak, kan dua hari lagi lebaran?” Laila kembali mengangguk. Lantas memeluk kedua putrinya dan mengatakan sabar.

***

“Makasih ya Kak Li, sudah memberi baju ini." Hasna berputar-putar mencoba baju bekas pemberian Lia. Begitu juga Aisyah, tak kalah semangat saat mencoba memakai celana bekas Lia waktu seusianya.

“Kak Li, ini kan masih muat sama Aira!" baju yang baru dilepas Hasna direnggut kasar oleh Aira.

Hasna hanya mampu menatap kecewa, pupus sudah memiliki baju baru walaupun sudah bekas.
“Aira. Ini baju kak Li, terserah kakak mau memberikan untuk siapa!" melihat Lia marah, Aira mengentak kemudian berlalu meninggalkan luka yang menyayat hati Hasna.

Andai saja dia terlahir dari keluarga beruntung, mungkin tidak akan seperti ini nasibnya. Tangan kurus itu menghapus air yang menetes di sudut mata, saat ini yang dia rasa hanya kecewa.

“Lia...Sudah, berikan ke Aira saja." Wajah bundar wanita gemuk muncul dari pintu yang berhadapan dengan rumah Laila. Suaranya melengking, raut wajahnya begitu angkuh.

Laila menelan ludah dari balik dinding papan, melihat dari celah-celah kertas tempelan yang sudah robek, ada kecewa dimata anak-anaknya.

Langkahnya terhuyung, tertatih membuka daun pintu menemui Laila yang masih menahan geram kepada Aira adiknya.

“Dasar pelit!"
“Kakak aja yang sok dermawan!"
“Sudah-sudah, jangan bertengkar, kalian puasa kan? Nanti puasanya batal."
“Aku mau Hasna memakai baju ini Mak." Lia menyodorkan baju yang tadi dia rebut kembali dari tangan Aira.
“Jangan Li, nanti mama kamu marah. Tuh sudah dipanggil." Lia menoleh ke arah rumahnya, dia melihat lambaian tangan mamanya.

“Maaf ya Mak.”
“Sudah tidak apa-apa."
Laila mencoba memberi pengertian kepada Hasna dan Aira, kalau lebaran tidak harus memakai yang baru, yang penting bersih.

***
Hasna meninggalkan Mak bersama Aisyah yang masih mematung melihat Aira berlari kecil sambil bernyanyi, dia terlihat bahagia karena baju bekas Lia sekarang menjadi miliknya.

Di dapur belum ada satu pun yang dipersiapkan Mak untuk berbuka, padahal waktu Asar sudah berlalu sekian menit. Matanya tertuju pada karung beras yang sudah kosong.

Dia kasihan kepada Mak, apa yang harus dilakukan? Sementara untuk makan berbuka saja mereka tidak memiliki apa-apa kecuali dua butir telur yang terletak di sudut meja.

Hasna, mengambil payung di belakang pintu, kalau hujan seperti ini di Mall dekat rumahnya pasti butuh ojek payung.

Kakinya melangkah menemui Mak dan ijin keluar, di tangannya sudah tergenggam payung yang bertangkai pendek karena patah.

Ini bukan tentang baju lebaran, tapi bagaimana caranya bisa membeli sedikit beras untuk mereka berbuka, apalagi Mak sedang butuh tenaga lebih, karena dalam perut Mak ada adiknya yang butuh makan juga.

Kaki kecilnya sigap melangkah, menembus lebatnya hujan. Melompat menghindari percikan air dari roda mobil yang melaju kencang di jalanan.

Benar saja, banyak pengunjung Mall yang terapung di depan pintu masuk, kendaraan mereka jauh terparkir. Mereka butuh payung agar tubuh dan belanjaannya tidak basah.

Hasna begitu bahagia, berapa kali ucapan alhamdulillah terdengar lirih di bibir mungilnya. Tidak butuh waktu lama, Hasna berhasil mengumpulkan rupiah demi rupiah di kantong bajunya yang basah.

Hari ini Mak dan Aisyah bisa berbuka dengan layak, Hasna menuju toko kelontong untuk membeli beras dan sebungkus mie instan.

Hujan semakin deras, Hasna tidak menyangka ada mobil yang menerobos lampu merah. Tubuh kecilnya terpental, membentur pembatas jalan, darah mengucur dari kepala dan mulutnya yang masih tersenyum.

****

Lebaran kali ini, Hasna mendapatkan apa yang dia mau, memiliki baju baru. Sayang baju itu berwarna putih, dan tidak dijahit. Tubuh kecil itu kini terbungkus kain kafan, Hasna pergi menghadap penciptanya, yang akan memenuhi semua keinginannya.
Diubah oleh lapautekchy01 07-10-2019 04:20
tata604Avatar border
tata604 memberi reputasi
1
250
0
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan