indonesiaupdateAvatar border
TS
MOD
indonesiaupdate
Festival Rera Tumding, Momen Keakraban Tujuh Suku Asli Halmahera Barat 


JPP, HALMAHERA BARAT - Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan melalui Platform Indonesiana Direktorat Jenderal Kebudayaan mendukung pelaksanaan Festival Rera Tumding di Kabupaten Halmahera Barat (Halbar), Maluku Utara. Festival Rera Tumding menjadi momen keakraban tujuh suku asli Halmahera Barat. Di antaranya suku Sahu, Wayoli, Gamkonora, Tobaru, Loloda, Pagu, dan Gorap. 

Bupati Halmahera Barat, Danny Mise mengungkapkan pentingnya festival Rera Tumding untuk menjaga kebersamaan tujuh suku asli Halbar dan sekitar 12 suku pendatang. 

“Dengan keberagaman suku di Halbar yang kita angkat menjadi satu wadah ‘marimoi ngone futuru’ dan selalu harmoni untuk kabupaten Halbar dalam rangka memperkenalkan kepada generasi muda. Agar adat istiadat ini jangan sampai hilang dan membuka wawasan untuk generasi muda agar bisa memperkenalkan kebudayaan itu sendiri,” tutur Bupati Halbar usai pembukaan Festival Rera Tumding di Jailolo, Halbar, Senin (30/9). 

Kepala Subdirektorat Sejarah Kemendikbud Agus Widyatmoko yang mewakili Direktur Jenderal Kebudayaan menyampaikan bahwa fokus utama platform Indonesiana adalah pada proses, bukan sekadar penyelenggaraan event saja. 

“Tujuan dari platform Indonesiana adalah penguatan kapasitas tata kelola pelaku budaya, pemilik budaya dalam menyelenggarakan dan mengekspresikan budaya yang ada di Halbar,” kata Agus. 

Kata "Rera" berarti keluarga, kekerabatan, persaudaraan dan kesatuan. Sedangkan kata "Tumding" memiliki arti angka “tujuh” sebagai simbol tujuh suku asli yang tersebar di Halmahera Barat serta menunjukan kecintaan terhadap bahasa daerahnya. Rera Tumding secara keseluruhan memiliki makna satu kesatuan dalam melaksanakan pembangunan berbasis kebudayaan. 

Festival yang diselenggarakan pada tanggal 30 September sampai dengan 4 Oktober 2019 ini mengambil tema "Merajut Keragaman Untuk Harmoni Halmahera Barat". Beragam kegiatan budaya dalam festival Rera Tumding melibatkan masyarakat adat di wilayah tujuh suku asli Halmahera Barat, di antaranya sarasehan, upacara adat, ritual, pentas seni, kirab budaya, pameran, serta pesta kuliner.

Tim Ahli Bidang Kurator dan Produksi Platform Indonesiana Agustina Rochyanti mengapresiasi kinerja panitia penyelenggara yang terdiri dari perwakilan tujuh suku asli Halmahera Barat. Keterlibatan segenap masyarakat adat masing-masing suku dalam pelaksanaan ritual dan upacara adat menjadi catatan penting dalam festival Rera Tumding. 

"Kita melihat antusiasme dan kegembiraan masyarakat, ibu-ibu dan bapak-bapak, yang tua juga anak-anak semuanya terlibat saat pelaksanaan ritual di desa adat. Banyak yang senang karena sudah lama kegiatan seperti ini tidak dilakukan," kata perempuan yang biasa dipanggil Anti ini. 

Sementara itu, Tim Ahli Platform Indonesiana bidang Pengelolaan Pengetahuan Ade Tanesia mengatakan, Festival Rera Tumding lebih dari sekadar wadah bagi masyarakat adat untuk berekspresi. Tetapi, juga menjadi ruang interaksi tujuh suku asli Halmahera Barat melalui jalur kebudayaan yang tak terbatasi wilayah administratif. 

"Yang terpenting, banyak warga yang menyampaikan harapannya agar festival Rera Tumding ini bisa dilakukan secara rutin dan menjadi upaya untuk merekatkan kembali hubungan antarsuku di Halmahera Barat yang sempat merenggang pascakonflik tahun 1999 yang lalu," ujar Ade. (dik)  


Sumber : https://jpp.go.id/humaniora/sosial-b...almahera-barat

---

Kumpulan Berita Terkait HUMANIORA :

- Konferensi SGDs Bakal Angkat Isu Lingkungan Laut

- KKP Berkomitmen Kurangi Sampah Plastik di Laut Nusantara

- Buleleng Selenggarakan Festival Lovina ke-8

0
108
0
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan