Aksi tersebut berbuah penyesalan panjang tentunya bagi si pembuat video. Gegara nila setitik rusak susu sekolam raya. Mungkin begitulah ragam kecaman yang datang bertubi-tubi di sosial media.
Sang mahasiswi dalam video viral tersebut kemudian beberapa waktu lalu membuat video permintaan maaf. Video viral tersebut dibuat spontanitas hanya untuk candaan atau hiburan saja. Begitulah pengakuan yang ada dalam video permintaan maafnya.
Belajar dari
video viralyang ada, atau kasus yang sudah terjadi itu, maka kita perlu ingatkan kepada adik, anak, atau saudara kita, supaya tidak sembarang bertingkah didepan kamera. Dampak negatif yang dihasilkan sungguh luar biasa bila sudah menyebar kemana-mana.
Melihat video yang mengatakan bahwa selangkangan aku milik pacarku, bukan milik negara, memang miris. Itu seakan menjadi suatu fenomena Mahasiswi kekinian. Padahal kondisi secara keseluruhan tidaklah begitu. Walaupun ada oknum Mahasiswi yang memang sepaham dengan gaya hidup seperti itu.
Bayangkan saja, bagaimana bila orang tua yang membesarkan kita, melihat kita dalam video seperti yang viral itu. Tentu mereka akan bersedih. Mereka akan menangis meratapi nasibnya anak yang dibesarkan. Kok kelakuan nya begitu.
Sekolah tinggi, untuk menimba ilmu. Belajar tekun untuk mengubah nasib diri, keluarga dan bangsa. Tapi ternyata, tindakan karena ikut-ikutan, membuat malu keluarga. Jadi, semoga tidak menular kelainan orang.
Dan semoga sang mahasiswi yang sudah meminta maaf tersebut, bisa menemukan jalan kebaikan, untuk membenahi kesalahan fatal yang sudah dibuatnya. Nasi sudah menjadi bubur, kini bubur yang sudah jadi, harus dipikirkan olehnya, supaya bisa berharga nilainya.
Kemauan kita untuk berpikir , menelaah, membaca dan memahami suatu persoalan, sekarang ini sangat tipis. Aksi
demonstrasi mahasiswa yang menyebar serentak di berbagai penjuru, bisa jadi merupakan cerminan perilaku sebagian besar kita setiap hari. Tak cuma dari kalangan pelajar dan mahasiswa. Secara umum, mau tidak mau kita harus akui itu.
Kita lebih mudah percaya terhadap kabar viral dibandingkan dengan pemberitahuan resmi.
Kita lebih mudah menerima informasi yang berasal dari " katanya ", dibandingkan keterangan langsung dan detil.
Kita lebih mudah percaya pada dengan potongan kata atau video dan gambar ( meme ) dibandingkan dengan lembaran lembaran file suatu persoalan.
Ini sungguh berbahaya. Karena ini merupakan suatu penyakit
moral atau mental. Dan penyakit mental ini cepat menular. Terbukti dengan demo yang berakhir rusuh beberapa waktu lalu. Rusuhnya pun ditiru atau cepat menular kepada anak anak dibawah umur, menurut undang-undang atau aturan yang ada.
Aksi demonstrasi dan berbagai foto serta video viral tindakan kaum terpelajar, membuat dunia pendidikan kita harus mengkaji lebih dalam fenomena ini. Ini pekerjaan yang besar. Jika tidak dikaji dan ditemukan solusinya, maka ; nasib bangsa kita kedepannya akan terbentur dengan persoalan mental dan perilaku yang kurang terpuji.
Pembenahan di sektor pendidikan mesti cepat dan harus tepat dilakukan. Itu sangat diharapkan, supaya generasi mendatang bisa menjadi orang yang punya adab tinggi. Budi pekerti luhur. Dan menjunjung tinggi nilai-nilai moral bangsa kita Indonesia. Dan semoga saja, trend ikut ramai saja, serta aksi jalanan yang menyampingkan diskusi atau musyawarah segera berkurang.
Semoga saja, setelah ini, Mahasiswi dan mahasiswa, mau mengkaji lebih dalam dan mempertimbangkan setiap tindakan yang dilakukan. Karena setia tindakan yang baik sekalipun, dilakukan secermat dan sehati hati mungkin, masih saja ada cela atau dampak negatif yang dihasilkan.
Apalagi tindakan demo asal ikut rame, plus lagi tak menaati waktu dan tempat yang diijinkan dalam pelaksanaan nya.
Semua itu sudah terbukti berbuah kerusakan. Dari
kerusakan mental hingga kerusakan material, sudah berulangkali kita dapatkan.
Kini, apakah akan kita teruskan kerusakan tersebut atau kita sadar dan memperbaiki diri. Semua kini, kembali kepada pribadi kita masing-masing. Dimulai dari kita sendiri tentunya..