- Beranda
- Komunitas
- Story
- Stories from the Heart
(Miror: Mini Horor) Derap kuda di Malam Hari


TS
rahmaedogawa
(Miror: Mini Horor) Derap kuda di Malam Hari
Kemarin aku dengar percakapan ayah dan ibuku tentang suara aneh yang beberapa hari ini mereka dengar. Senin malam saat tengah tidur pulas ibuku mendengar suara jeritan perempuan minta tolong, suaranya diserai rintihan kesakitan. Selasa dan Rabu dini hari pun mereka ayah dan ibuku terbangun karena mendengar suara kereta kuda melewati rumah kami. Sekitar 200m dari rumah kami, ada yang memelihara kuda memang. Tapi menurut kami tidak wajar kenapa tengah malam keluar bersama kuda.

Ayah dan ibuku sengaja tidak menceritakan hal itu di depanku. Khawatir akan membuatku takut. Aku hanya sekilas mendengarnya tanpa bermaksud mencuri dengar.
Cerita pengalaman kedua orang tuaku membuatku penasaran. Aku memutuskan untuk begadang.
"Rani, kok belum tidur. Sudah jam 10, tidur gih. Biar besok gak kesiangan ke Sekolah."
"Rani belum mengantuk Ayah, semua tugas sekolaj sudah selesai. Rani pengen nonton TV, penasaran apa acara TV kalau malam," kataku sembari menyengir kepada Ayah agar dimaklumi.
Tapi alasanku gagal. Aku tetap tidak diperbolehkan. Orang tuaku mengatakan begadang tidak baik dan acara TV malam akan merusak otak. Aku pun percaya dan pergi ke tempat tidur.
Sampai di tempat tidur, aku mencoba memaksa mataku untuk tetap terbuka. Namun sayang sekali, mataku tertutup dan aku terlelap.
Di tengah lelapnya tidurku, lamat-lamat kudengar ringkikan kuda diikuti sura langkahnya dan seperti suara gerobak. Ditarik kuda itu.

Semakin lama suara langkah kaki kuda disertai putaran roda gerobak semakin terdengar jelas. Seolah semakin mendekat ke arah rumahku. Semakin dekat.. Dekat dan dekat..
Ada rasa takut sekaligus penasaran. Aku coba memberanikan diri ingin menengok melalui tirai ruang tamu dan berusaha tidak membangunkan ayah ibu.
Sampai di lorong menuju ruang tamu, aku ragu dan rasa takut semakin menyelimutiku. Degup jantungku mulai semakin keras, tekadku harus benar kupenuhi. Tidak ingin dibayangi penasaran akhirnya dengan mantap aku sampai di jendela, menunggu suara langkah kaki kuda itu melewati rumahku.
Namun, sebelum suara langkah kaki kuda itu sampai di depan rumahku. Aku merasa ada yang melangkah mendekatiku. Aku enggan menghidupkan lampu di ruang tamu, agar aku bisa bebas mengintip dari siapa sumber suara langkah kaki kuda itu.
Setiap aku tengok ke belakang tidak ada siapa pun. Kalau pun orangtuaku terbangun menghampiriku, pasti suara pintu kamar di buka aku akan mendengarnya.
Hooaamm..
Rasa kantuk semakin menggelayutiku.

Tolong.. tolong.. Ampuni aku.. Aku menyesal.. Ampun..
Rasa kantukku mendadak hilang karena suara teriakan wanita disertai tangisan itu. Suara itu berasal dari kuburan, di belakang rumahku.
Aku bingung ingin menunggu suara derap kuda itu lewat atau kembali ke kamar. Sedangkan kamarku di ujung belakang sebelum dapur, yang pasti suara rintihan wanita itu akan semakin terdengar.
Aku memutuskan untuk berbaring di sofa mengurungkan niat menunggu kuda lewat, sementara suara tangisan wanita meminta tolong dan pengampunan itu semakin jelas. Suara antara derap kuda dan tangisan wanita itu semakin jelas dan seolah mendekat.
Kututup mataku, semari memeluk bantal sofa. Aku tekuk kakiku khawatir ada yang menariknya.
Keesokan paginya orangtuaku heran aku tidur di sofa. Aku hanya menjawab aku tidak bisa tidur di kamar karena bosan, mencari suasana baru lalu pindah ke sofa.
Sejak saat itu aku mencoba untuk tidak lagi mendengar suara-suara aneh saat malam hari.
Sukoharjo, 3 Oktober 2019
Rahmaedogawa

Ayah dan ibuku sengaja tidak menceritakan hal itu di depanku. Khawatir akan membuatku takut. Aku hanya sekilas mendengarnya tanpa bermaksud mencuri dengar.
Cerita pengalaman kedua orang tuaku membuatku penasaran. Aku memutuskan untuk begadang.
"Rani, kok belum tidur. Sudah jam 10, tidur gih. Biar besok gak kesiangan ke Sekolah."
"Rani belum mengantuk Ayah, semua tugas sekolaj sudah selesai. Rani pengen nonton TV, penasaran apa acara TV kalau malam," kataku sembari menyengir kepada Ayah agar dimaklumi.
Tapi alasanku gagal. Aku tetap tidak diperbolehkan. Orang tuaku mengatakan begadang tidak baik dan acara TV malam akan merusak otak. Aku pun percaya dan pergi ke tempat tidur.
Sampai di tempat tidur, aku mencoba memaksa mataku untuk tetap terbuka. Namun sayang sekali, mataku tertutup dan aku terlelap.
Di tengah lelapnya tidurku, lamat-lamat kudengar ringkikan kuda diikuti sura langkahnya dan seperti suara gerobak. Ditarik kuda itu.

Semakin lama suara langkah kaki kuda disertai putaran roda gerobak semakin terdengar jelas. Seolah semakin mendekat ke arah rumahku. Semakin dekat.. Dekat dan dekat..
Ada rasa takut sekaligus penasaran. Aku coba memberanikan diri ingin menengok melalui tirai ruang tamu dan berusaha tidak membangunkan ayah ibu.
Sampai di lorong menuju ruang tamu, aku ragu dan rasa takut semakin menyelimutiku. Degup jantungku mulai semakin keras, tekadku harus benar kupenuhi. Tidak ingin dibayangi penasaran akhirnya dengan mantap aku sampai di jendela, menunggu suara langkah kaki kuda itu melewati rumahku.
Namun, sebelum suara langkah kaki kuda itu sampai di depan rumahku. Aku merasa ada yang melangkah mendekatiku. Aku enggan menghidupkan lampu di ruang tamu, agar aku bisa bebas mengintip dari siapa sumber suara langkah kaki kuda itu.
Setiap aku tengok ke belakang tidak ada siapa pun. Kalau pun orangtuaku terbangun menghampiriku, pasti suara pintu kamar di buka aku akan mendengarnya.
Hooaamm..
Rasa kantuk semakin menggelayutiku.

Tolong.. tolong.. Ampuni aku.. Aku menyesal.. Ampun..
Rasa kantukku mendadak hilang karena suara teriakan wanita disertai tangisan itu. Suara itu berasal dari kuburan, di belakang rumahku.
Aku bingung ingin menunggu suara derap kuda itu lewat atau kembali ke kamar. Sedangkan kamarku di ujung belakang sebelum dapur, yang pasti suara rintihan wanita itu akan semakin terdengar.
Aku memutuskan untuk berbaring di sofa mengurungkan niat menunggu kuda lewat, sementara suara tangisan wanita meminta tolong dan pengampunan itu semakin jelas. Suara antara derap kuda dan tangisan wanita itu semakin jelas dan seolah mendekat.
Kututup mataku, semari memeluk bantal sofa. Aku tekuk kakiku khawatir ada yang menariknya.
Keesokan paginya orangtuaku heran aku tidur di sofa. Aku hanya menjawab aku tidak bisa tidur di kamar karena bosan, mencari suasana baru lalu pindah ke sofa.
Sejak saat itu aku mencoba untuk tidak lagi mendengar suara-suara aneh saat malam hari.
Sukoharjo, 3 Oktober 2019
Rahmaedogawa


anasabila memberi reputasi
1
2.2K
1


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan