- Beranda
- Komunitas
- Story
- Stories from the Heart
Tak Semestinya (cermin) -Plot Twist-


TS
arsennarigea
Tak Semestinya (cermin) -Plot Twist-
Kemarin aku melihatmu dengan seorang perempuan yang tak kukenal.
Kalian mengobrol, bercanda, bahkan sempat berfoto bersama. Keakraban yang ada di antara kalian membuatku cemburu, hatiku panas seperti terbakar lava.
Seandainya kamu tahu, aku menyukaimu sejak saat itu, ketika Kai mengulurkan hewan kecil berbulu yang sangat kubenci. Namanya ulat.
Aku sangat ketakutan hingga aku menangis sekencang-kencangnya, tak mempedulikan anak-anak lain yang menertawakanku.
Tapi kamu ...
Kamu datang dan membuang jauh hewan yang dipegang Kai dari hadapanku. Kamu marah, karena suaraku tengah mengganggu waktu tenangmu di taman itu.
Dengan cepat kamu menarikku pergi ke tempat lain, di mana hanya ada aku dan kamu yang berdiri di sana.
Dekat danau yang dikelilingi tanaman hias, kamu berusaha membujukku supaya berhenti merengek.
"Mei, berhentilah menangis, kamu gak kasian apa sama gege?" tanyamu padaku.
"Enggak!" Maksudnya, aku gak bisa berhenti menangis dengan hitungan detik, sebab aku benar-benar takut.
Kamu mengacak rambut, aku tahu saat itu kamu kesal padaku.
"Kau mau melihat kura-kura?"
Pertanyaanmu yang ini membuatku penasaran, fokusku yang semula hanya menitikkan air mata mendadak berubah menjadi, "Sungguh? Di mana aku bisa melihatnya?" sangat antusias.
"Di danau, kita akan naik perahu."
Kamu berlari ke arah papan kayu yang tertata rapih di pinggir danau, di dekatnya ada perahu kayu berwarna kuning cerah.
Tak lama kemudian kamu melambaikan tangan sambil menyeruku untuk datang ke tempatmu berada.
Aku mengelap pipi yang basah menggunakan telapak tangan, tak lupa juga menarik kembali ingus yang hampir keluar dari sarangnya.
Lupakan tentang hewan berbulu dan Kai yang menyebalkan itu, aku harus tersenyum dan bermain bersama kamu, kakak.
"Mei, jangan menyandarkan tubuh di sisi perahu begitu, nanti kau bisa jatuh. Ayo, mundur sedikit."
Aku suka mengintip ke dalam air dan memercikannya dengan jari-jari lentikku. Tapi kamu merasa khawatir, hingga aku pun terpaksa menurut.
"Woy! Ngelamun aja kerjaannya."
Ah, suara bar-bar itu. Jiaqi, menepuk kedua pundakku dari belakang. Dia adalah teman sekelasku di sekolah yang paling bobrok?
"Apaan, sih, gue lagi gak mood buat diajak bercanda."
Dia mengambil tempat duduk di seberang mejaku, melipat kedua tangan di atasnya lalu memberiku tatapan bagai elang.
"Lo mau gak jadi pacar gue?" celetuknya dengan wajah polos.
Aku mengibaskan sebelah tangan, dia pasti lagi mau nge-prank, nih.
"Bacot, lo. Udah, mendingan lo pergi aja deh, jangan ganggu gue!"
Pandangan aku alihkan ke arah lobi depan kelas, yaitu tempat aku biasa melihat kamu berkumpul dengan teman-temanmu di sana.
Tapi sekarang mataku tidak bisa melihatnya, karena kamu sudah lulus dari sekolah ini sedang aku masih duduk di kelas dua SMA.
"Gue ngomong serius, ini. Lo gak mau gitu jadi pacar orang ganteng kayak gue?"
Aku merotasikan mata ke arah lelaki bertubuh kurus yang sedang mengajakku bicara.
"Tapi gue pengennya jadi pacar Yu---"
Tahan Aya, tahan!
Jangan sampai Jiaqi tahu rahasia itu. Lagipula, mustahil buat bisa jadi pacar kamu. Walaupun bukan sedarah, tetap saja kamu adalah kakak tiriku.
"Yu ... siapa?" tanyanya sembari mengerutkan dahi.
"Yume Nakayama, hehe." Aku menjawab asal, diikuti sengiran kecil yang dibuat-buat.
Ngomong-ngomong, aku gak terlalu hapal siapa itu Yume Nakayama, cuman pernah nonton salah satu film fantasinya yang berjudul "Vampir Boy."
"Halu, terus! Terima yang ada di depan mata aja, napa?" ujarnya lagi dengan nada ejekan.
"Kok, lo maksa?"
"Gue gak maksa, cuma butuh kepastian dari lo aja."
Tunggu. Jadi, aku beneran lagi ditembak, nih?
Terima gak ya, terima gak ya ....
"Gue jawab kalo udah dapet 'ilham'."
Seketika itu Jiaqi terdiam. Aku beranjak dari tempatku, meninggalkan lelaki itu sendirian.
"Kasih tau gue kalo ilhamnya udah dapet, gue gak mau nunggu lebih lama."
Dia berkata dengan nada lumayan tinggi, untung saja di kelas hanya ada aku dan lelaki itu.
. . .
Aku pulang, dan melihatmu duduk di sofa ruang tamu bersama perempuan itu lagi. Apa yang harus aku lakukan? Perasaan ini tengah menyakitiku, semakin lama semakin parah.
Aku tak bisa menahannya lebih lama lagi, kamu harus tahu keadaan hatiku.
"Ge, pernah gak gege merasakan cinta dan benci di waktu yang sama?" tanyaku sedikit basa-basi.
Kamu baru datang setelah mengantar perempuan tadi, lalu menghampiriku yang duduk di rooftop sambil menikmati pemandangan langit malam.
"Pernah," jawabmu ringan.
Tatapan penuh rasa ingin tahu kulayangkan padamu. Kamu tersenyum simpul sebelum menceritakan rahasiamu yang takkan bisa hilang dari ingatanku seusai mendengarnya.
"Aku mencintai seseorang yang tak seharusnya. Aku benci kau sebagai meimei-ku, hate it cause i love you."
Kalian mengobrol, bercanda, bahkan sempat berfoto bersama. Keakraban yang ada di antara kalian membuatku cemburu, hatiku panas seperti terbakar lava.
Seandainya kamu tahu, aku menyukaimu sejak saat itu, ketika Kai mengulurkan hewan kecil berbulu yang sangat kubenci. Namanya ulat.
Aku sangat ketakutan hingga aku menangis sekencang-kencangnya, tak mempedulikan anak-anak lain yang menertawakanku.
Tapi kamu ...
Kamu datang dan membuang jauh hewan yang dipegang Kai dari hadapanku. Kamu marah, karena suaraku tengah mengganggu waktu tenangmu di taman itu.
Dengan cepat kamu menarikku pergi ke tempat lain, di mana hanya ada aku dan kamu yang berdiri di sana.
Dekat danau yang dikelilingi tanaman hias, kamu berusaha membujukku supaya berhenti merengek.
"Mei, berhentilah menangis, kamu gak kasian apa sama gege?" tanyamu padaku.
"Enggak!" Maksudnya, aku gak bisa berhenti menangis dengan hitungan detik, sebab aku benar-benar takut.
Kamu mengacak rambut, aku tahu saat itu kamu kesal padaku.
"Kau mau melihat kura-kura?"
Pertanyaanmu yang ini membuatku penasaran, fokusku yang semula hanya menitikkan air mata mendadak berubah menjadi, "Sungguh? Di mana aku bisa melihatnya?" sangat antusias.
"Di danau, kita akan naik perahu."
Kamu berlari ke arah papan kayu yang tertata rapih di pinggir danau, di dekatnya ada perahu kayu berwarna kuning cerah.
Tak lama kemudian kamu melambaikan tangan sambil menyeruku untuk datang ke tempatmu berada.
Aku mengelap pipi yang basah menggunakan telapak tangan, tak lupa juga menarik kembali ingus yang hampir keluar dari sarangnya.
Lupakan tentang hewan berbulu dan Kai yang menyebalkan itu, aku harus tersenyum dan bermain bersama kamu, kakak.
"Mei, jangan menyandarkan tubuh di sisi perahu begitu, nanti kau bisa jatuh. Ayo, mundur sedikit."
Aku suka mengintip ke dalam air dan memercikannya dengan jari-jari lentikku. Tapi kamu merasa khawatir, hingga aku pun terpaksa menurut.
"Woy! Ngelamun aja kerjaannya."
Ah, suara bar-bar itu. Jiaqi, menepuk kedua pundakku dari belakang. Dia adalah teman sekelasku di sekolah yang paling bobrok?
"Apaan, sih, gue lagi gak mood buat diajak bercanda."
Dia mengambil tempat duduk di seberang mejaku, melipat kedua tangan di atasnya lalu memberiku tatapan bagai elang.
"Lo mau gak jadi pacar gue?" celetuknya dengan wajah polos.
Aku mengibaskan sebelah tangan, dia pasti lagi mau nge-prank, nih.
"Bacot, lo. Udah, mendingan lo pergi aja deh, jangan ganggu gue!"
Pandangan aku alihkan ke arah lobi depan kelas, yaitu tempat aku biasa melihat kamu berkumpul dengan teman-temanmu di sana.
Tapi sekarang mataku tidak bisa melihatnya, karena kamu sudah lulus dari sekolah ini sedang aku masih duduk di kelas dua SMA.
"Gue ngomong serius, ini. Lo gak mau gitu jadi pacar orang ganteng kayak gue?"
Aku merotasikan mata ke arah lelaki bertubuh kurus yang sedang mengajakku bicara.
"Tapi gue pengennya jadi pacar Yu---"
Tahan Aya, tahan!
Jangan sampai Jiaqi tahu rahasia itu. Lagipula, mustahil buat bisa jadi pacar kamu. Walaupun bukan sedarah, tetap saja kamu adalah kakak tiriku.
"Yu ... siapa?" tanyanya sembari mengerutkan dahi.
"Yume Nakayama, hehe." Aku menjawab asal, diikuti sengiran kecil yang dibuat-buat.
Ngomong-ngomong, aku gak terlalu hapal siapa itu Yume Nakayama, cuman pernah nonton salah satu film fantasinya yang berjudul "Vampir Boy."
"Halu, terus! Terima yang ada di depan mata aja, napa?" ujarnya lagi dengan nada ejekan.
"Kok, lo maksa?"
"Gue gak maksa, cuma butuh kepastian dari lo aja."
Tunggu. Jadi, aku beneran lagi ditembak, nih?
Terima gak ya, terima gak ya ....
"Gue jawab kalo udah dapet 'ilham'."
Seketika itu Jiaqi terdiam. Aku beranjak dari tempatku, meninggalkan lelaki itu sendirian.
"Kasih tau gue kalo ilhamnya udah dapet, gue gak mau nunggu lebih lama."
Dia berkata dengan nada lumayan tinggi, untung saja di kelas hanya ada aku dan lelaki itu.
. . .
Aku pulang, dan melihatmu duduk di sofa ruang tamu bersama perempuan itu lagi. Apa yang harus aku lakukan? Perasaan ini tengah menyakitiku, semakin lama semakin parah.
Aku tak bisa menahannya lebih lama lagi, kamu harus tahu keadaan hatiku.
"Ge, pernah gak gege merasakan cinta dan benci di waktu yang sama?" tanyaku sedikit basa-basi.
Kamu baru datang setelah mengantar perempuan tadi, lalu menghampiriku yang duduk di rooftop sambil menikmati pemandangan langit malam.
"Pernah," jawabmu ringan.
Tatapan penuh rasa ingin tahu kulayangkan padamu. Kamu tersenyum simpul sebelum menceritakan rahasiamu yang takkan bisa hilang dari ingatanku seusai mendengarnya.
"Aku mencintai seseorang yang tak seharusnya. Aku benci kau sebagai meimei-ku, hate it cause i love you."




anasabila dan Zyarai77 memberi reputasi
2
464
2


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan