- Beranda
- Komunitas
- Entertainment
- The Lounge
Misteri Bayangan Hitam Di Gunung Burangrang.


TS
DianAhmadKaskus
Misteri Bayangan Hitam Di Gunung Burangrang.

"Whaaattt? Ngapain ke sana?" Mama setengah berteriak, saat aku kabarkan jika akhir pekan nanti akan ikut pelatihan pencinta alam; ekstrakulikulerku di sekolah, untuk mendaki g
Gunung Burangrang.
"Kalo ngga ikut, ngga bisa?" Lanjut mama, masih dengan nada tak mengizinkan.
"Kelakuan kok kayak anak laki bener, sih, Ra. Tunggu Papa, kita tanya pendapatnya soal rencana kamu itu!" kata mama sambil berlalu ke dapur.
"Halaaah, cetek itu mah, Ma. Aku lho udah bolak-balik ke sana, toh baik-baik aja kan? No one can stop me!" kataku sedikit pongah.
Mama, mendelik dari arah dapur, tak suka mendengar ucapanku.
"Ah, bodo!" kataku sambil menghempaskan tubuh di sofa, tak lama, aku pun tertidur.
***
Gunung Burangrang, dengan ketinggian 2.050 mdpl, gunung yang berada di Cisarua, Bandung Utara ini cocok untuk pendaki pemula, secara treknya tidak terlalu sulit untuk ditempuh. Jadi harusnya mama tak perlu secemas itu kan?
Malam hari, ketika papa pulang, mama langsung memberi laporan, dan papa seperti biasa hanya berpesan,
"Jaga diri baik-baik", dan langsung aku hadiahi pelukan hangat, dan ucapan terima kasih. Mama hanya diam di pinggiran sofa sambil mulutnya terdengar terus saja mengomel. Aku dan Papa hanya tergelak melihatnya.
***
"Dik, perlengkapanku, apalagi yang kurang?" tanyaku pada Dika; sahabat karib yang membuatku "terdampar" di sarangnya lelaki ini, dan dari semua anggota, memang cuma aku yang perempuan.
"Sip, dah semua kok!" katanya setelah mengecek kelengkapan isi tas ranselku.
***
Pendakian kali ini agak berbeda, trek yang diambil sedikit berbeda dari yang sebelumnya, dan rombongan hanya lima orang saja --aku, Dika, Rey, Dimas, Arya--, dan dua orang kakak senior.
Perjalanan pun dimulai, hari menjelang sore ketika setengah jalan sampai ke puncaknya. Kakak senior menginstruksikan untuk rehat sejenak.
"Dik, aku kok ngerasa ngga enak, nih," bisikku pada Dika yang duduk di samping, sambil bersandar tas ranselnya.
"Ah, perasaan kamu aja kali, kita kan udah sering ke sini, tenang aja lah" katanya setengah berbisik.

Tak berapa lama, sampai juga kami di puncak. Malampun mulai menyapa, angin dan suara binatang malam sesekali terdengar. Dan kami memutuskan untuk beristirahat, sebelum acara mencari jejak di lakukan tengah malam nanti.
Sreeek!
Aku menoleh ke sumber suara tadi, celingak-celinguk. Tapi kulihat yang lain sepertinya tak mendengar apa-apa.
"Ah, mungkin hanya perasaanku saja," batinku sambil membuang pikiran yang tidak-tidak.
Aku kembali menatap api unggun yang meliuk-liuk tertiup angin.
***

Tengah malam, kami dibangunkan dan diperintahkan untuk berkumpul dan diberi pengarahan untuk melalukan tugas kali ini.
Aku dan Dika menjadi tim satu, dan tiga orang lainnya tim dua. Lalu kami berjalan menurut arah yang ditunjukan peta yang diberikan kakak senior pada masing-masing grup.
"Rey, kami belok di sini," Dika memberi aba-aba kepada Rey, ketua tim dua bahwa kami berpisah di persimpangan ini.
"Baiklah," katanya sambil mengambil arah yang berlawanan dengan jalur kami.
"Dik, Jangan cepat-cepat!" Aku mengejar banyangan Dika yang hilang dari jangkauan senterku.
***
"Ra, kita udah sampe nih," Suara Dika menunjuk satu pekuburan yang terlihat tak terawat, mengejutkan aku dari lamunan.
"Kok udah sampai sini ya," batinku keheranan.
"Catet sepuluh nama di batu nisannya, lengkap!" lanjutnya lagi sambil menyorotkan lampu senter ke batu-batu itu.
Aku dengan cepat mencatat, lalu berpindah dari batu satu, ke batu yang lain.
Sreeek!
Suara mirip seseorang melewati rerumputan yang tinggi itu, tak ayal membuatku menengok ke arah belakang.
Jantungku seketika berdetak lebih kencang, saat ada sekelebat bayangan hitam melintas dengan cepat.
"Dik!" jeritku tertahan di tenggorokan.
"I-ituuu!" Jariku menunjuk ke arah suara tadi,
Dika hanya mematung, memandang ke arah yang aku tunjuk dengan muka tegang, aku langsung merapatkan diri ke belakang badannya.
Bayangan hitam, seperti berdiri tegak, sekilas seperti malaikat pencabut nyawa yang sering aku lihat di buku komik.
"Mundur perlahan!" bisiknya sambil melangkah mundur teratur secara perlahan.
"Pegang tanganku, baca doa apa saja yang kamu bisa," lanjutnya sambil terus menggenggam tanganku yang kurasa mendadak jadi beku, dan tak bisa digerakkan.
Bayangan itu terlihat semakin samar, seiring kami yang menjauh dari perkuburan itu, dan selanjutnya bergegas cepat, berusaha untuk kembali ke titik temu.
Kami sepertinya melewati jalur yang keliru, jalan yang sepertinya belum pernah kami lewati sebelumnya,
"Aaa ...." Aku tiba-tiba terpeleset ke dalam lereng yang membuatku melorot sampai ke bawah, berguling-guling tak bisa menjaga keseimbangan.
"Dikaaa ...!" teriakku sekuat tenaga, sambil memegang erat senter dan sebelah tangan berusaha menjangkau apa saja agar tidak terjatuh lebih jauh. Namun sia-sia, aku terus meluncur, dan sesaat aku melihat bayangan hitam berkelebat.
***
"Ka-kam, siapa?" Aku beringsut mundur, dengan napas yang terengah, dan degup jantung yang tak menentu.
Dia hanya diam, tak menjawab dan menatapku dengan sorot mata yang memerah. Entah suatu kemarahan, kebencian atau apalah, aku tak mengerti.
"Tolooong ... tolooong!" Aku berteriak, melolong sambil menahan tangis agar tak tumpah di saat yang tidak tepat ini.
"Sial!" umpatku, sembari mencari senterku yang tiba-tiba lepas dari genggaman, mungkin terhempas ketika aku jatuh tadi.
"Dikaaa ... Tolooong ..." Aku menjerit sekali lagi, tak ada jawaban, hanya sunyi dan bayangan itu masih menatap di sana.
"Jangan buang tenagamu, takkan ada yang akan menjemputmu di sini, percayalah, aku tahu!" tiba-tiba bayangan itu bersuara, meski aku tak berani menatapnya.
"Ka-Kamu?" Aku tidak meneruskan pertanyaanku, hanya menarik napas sesaat, dan menghembuskan perlahan, menyesali kepongahanku saat bicara tempo hari.
Ketakutan masih menyelimuti, dan napas semakin menderu, dan akhirnya air mata pun jatuh menetes. Menangis, ya, aku yang sombong ini akhirnya bisa menangis dan merasakan tak berdaya.
"Allah, jangan biarkan aku di sini," kataku lirih
Perlahan aku bangkit, melepaskan ransel yang masih terkunci erat di punggung, beberapa bagian sobek terkoyak.
"Ouch, ...!" Aku meringis, melihat lututku berdarah, dan bagian paha kanan celanaku terkoyak, dan luka menganga ada di sana.
Tertatih, aku mencoba merangkak naik, memanjati tebing yang ditumbuhi ilalang dan pohon yang setengah rapuh.
Perlahan, dengan perasaan pasrah, siap menerima apapun yang akan terjadi nanti.
"Ayo, Ra, sedikit lagi," kataku menyemangati diri sendiri agar terus merangkak naik. Aku merangkak, dan terus menggapai sesuatu sebagai pegangan.
"Aaahhh ...!" aku kembali melorot ke bawah, berguling dan kepala ini terantuk batang pohon yang membuat aku seolah-olah melihat kematian ada di depan mata, bayangan hitam terkekeh menertawakan ketidak berdayaanku.
Aku hanya manusia lemah yang tidak berdaya, dan karena keangkuhanku berakhir di dasar tebing curam, yang mungkin tak ada kata selamat. Aku kembali tak sadarkan diri.
***
"Ra, Rara?" suara Dika terdengar samar dan tepukan halus di pipi, memaksa untuk membuka mata.
"Dik? Aku haus?" tanyaku terbata, dengan sigap Dika langsung mengangkat kepalaku dan menyodorkan air ke mulutku perlahan.
Dika membisikkan jika aku ditemukan setelah semalaman, aku menghilang.
"Aku? menghilang?" tanyaku keheranan.
"Tapi kan aku berlari di belakangmu, Dik? lanjutku tak mengerti.
"Kamu hilang sejak kita berpisah dengan grup dua. Dan aku kembali memanggil kakak senior untuk melaporkan jika aku kehilangan jejakmu di simpang itu" Dika berusaha menjelaskan duduk perkaranya.
"Lalu siapa yang menggandeng tanganku, menyelamatkanku dari kejaran bayangan hitam yang kemarin?" tanyaku dengan mata mulai berkaca.
Seketika, aku merasa bumi kembali berputar, dan pandanganku mulai terlihat gelap.
End.
Sumber gambar. Instagram.
Note. Ceeita ini hanya fiksi belaka. Jika ada kesamaan tempat, nama tokoh, dan cerita hanya ketidak kesengajaan.






nona212 dan 14 lainnya memberi reputasi
15
2.5K
44


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan