Siapa yang tak kenal dengan BJ Habibie? Ya, semua orang pasti mengenalnya. Bacharuddin Jusuf Habibie, Presiden ketiga Indonesia.


Beberapa waktu yang lalu, Indonesia berduka karena kepergiannya. Di ujung senja, beliau mengembuskan nafas terakhirnya. Kembali ke hadirat Illahi Rabbi, menyusul kekasih hati. Sang istri, ibu Ainun Habibie, telah lebih dulu berpulang, menyisakan duka yang mendalam.

Begitu penting arti seorang BJ Habibie untuk Indonesia, sepenting ibu Ainun untuk Pak Habibie, sehingga Indonesia berkabung, mengibarkan bendera setengah tiang mengiringi kepergian beliau.


Dulu waktu ane masih kecil,masih SD kali, ya, bapak BJ Habibie belum menjadi Presiden, tapi masih jadi menteri Negara Riset dan Teknologi (menristek), setelah sebelumnya beliau menempuh pendidikan dan bekerja di Jerman. Yang selalu ane ingat adalah senyumnya. Sepertinya, wajah beliau tak pernah bersedih sama sekali. Ya, Jerman dan senyum, itu dua hal yang selalu ane ingat dari beliau. Eh, satu hal lagi, pesawat.





Tahun 1998 , beliau menjadi Wakil Presiden Indonesia yang ke tujuh, menggantikan Bapak Try Sutrisno, mendampingi Bapak Soeharto(alm).



sumber gambar


21 Mei 1998, hari bersejarah bagi bangsa Indonesia. Presiden Soeharto dilengserkan dari jabatannya melalui demo besar-besaran yang bertajuk "Reformasi". Saat itulah, Bapak Habibie diangkat menjadi Presiden, menggantikan Bapak Soeharto. Pengangkatan ini menuai pro dan kontra di dalam negeri.

Dengan masa jabatan yang cukup singkat, beliau mengeluarkan beberapa kebijakan, antara lain kebijakan otonomi daerah. Hal ini terjadi karena pada masa itu negeri kacau, banyak yang ingin memisahkan diri/disintegrasi dari Indonesia. Dengan lahirnya UU tentang Otonomi Daerah, disintegrasi bisa dicegah. Walaupun beliau tidak lahir di ranah politik dan kenegaraan, tapi ternyata beliau cukup piawai dan menguasai keadaan.


Habibie, adalah insan yang begitu dicintai, baik oleh keluarganya, mau pun orang seluruh Indonesia, bahkan mungkin dunia. Namanya bahkan diusulkan menjadi nama bandara, bahkan nama jalan protokol.

Eyang, selamat jalan, pulanglah dengan tenang. Pergilah kusuma bangsa, temuilah kekasihmu yang senantiasa hidup dalam kenangan. Betapa banyak jasamu untuk negara. Kami di sini, selalu mengiringi dengan doa

Jogjakarta, 30 September 2019