Bandung, 2003

     Pagi itu, menjadi awalnya. Ada seorang kakak kelas yang telah mencuri semua perhatian Nuray. Mengembalikan yang dirasa telah hilang. Senyum Nuray, ia merekah lagi.
     Nuray belum tahu siapa nama anak laki-laki itu, tapi ia akan segera mencarinya tahu. Setidaknya ia bisa mencatat namanya di dalam buku harian. Karena tentu saja Nuray tidak punya keberanian untuk memanggilnya.
     Apakah memang seindah ini yang namanya cinta? Atau apakah ini adalah sesuatu yang pertama? Maka segalanya terasa begitu mengesankan. Bahkan hanya sekedar saling pandang saja bisa menjadi momen tang tidak terlupakan. Dan hati Nuray akan dipenuhi oleh pelangi sepanjang hari.
     Saat tatapan saling beradu, banyak kata yang ingin Nuray katakan. Pikirannya begitu berisik. Namun diam adalah yang terbaik. Nuray tidak ingin merusak semua perasaan murni ini. Ia ingin menjaganya sendiri. Cukup hanya menatap punggungnya, cukup hanya menatap tawanya, dari jauh, atau bakan dari sudut yang tak terlihat olehnya.
     Ini cinta pertama Nuray yang begitu indah. Dan tak akan pernah ada yang bisa mengubah. Cerita ini milik masa putih birunya. Menjadi kenangan dan penyumbang tawa saat ia sedang dirundung duka.

Ayah, Nuray, si gadis kecilmu, merasakan sesuatu yang asing namun membuat senang. Aku tahu, dia memang bukan penggantimu, tetapi karena dia, aku mampu melewati masa sendiri ini. Allah baik padaku. Semoga Ayah selalu bahagia di surga.