Kaskus

Entertainment

VitaArkanaAvatar border
TS
VitaArkana
Kisah Terlarang Dari Gunung Slamet
Kisah Terlarang Dari Gunung Slamet

Kehidupan harus memegang prinsip Lembah Manah dan Andhap Asor, artinya selalu rendah diri dan penuh sopan santun. Dimanapun berada prinsip ini harus dipegang, karena kita hidup di dunia dengan bermacam-macam makhluk ciptaanNYA.



Rombongan mahasiswa pecinta alam Maharaya bergerak menuju ke kecamatan Pulosari, desa Clekatakan - Dipajaya, kabupaten Pemalang.

Hari ini adalah hari pengukuhan anggota baru Maharaya dan berniat untuk melakukan upacara pengukuhan di puncak gunung Slamet. Sengaja memilih jalur Dipajaya karena jalur paling dekat dengan kota asal, Pemalang.

Kisah Terlarang Dari Gunung Slamet
Sumber : Google


Mobil pick up yang digunakan oleh rombongan mulai memasuki wilayah Pulosari. Jalan menanjak dan berliku dengan suguhan flora khas pegunungan sungguh memanjakan mata.

Sudah satu jam lebih, rombongan menempuh perjalanan melewati kecamatan Pulosari, akhirnya sampai di basecamp gerbang jalur pendakian.

Kisah Terlarang Dari Gunung Slamet
Sumber : Google


Sesampainya di basecamp gerbang pendakian, Santo ketua rombongan melapor pada petugas setempat untuk meminta ijin mendaki, serta membayar biaya retribusi seharga Rp 15.000 per orang. Jumlah anggota kami lumayan banyak.

Sesudah sholat dhuhur, rombongan berniat memulai pendakian, tak lupa berdoa bersama untuk keselamatan, memastikan perlengkapan dan logistik selama pendakian aman dan cukup.

"San, kamu di depan, pimpin anak baru!" Perintah Indra pada Santo, salah satu senior juga.

"Oke ... Bro!" Jawab Santo sambil mengacungkan jempol pada Indra.

"Aku di belakang!" Kata Indra kemudian.

Rombongan berjumlah 10 orang, dengan hanya 4 senior dan 6 junior. Perjalanan dimulai. Pemandangan pertama yang dilihat adalah bentang alam hijau nan indah dengan sawah, ladang, bahkan peternakan warga masih terlihat.

Rombonganpun melewati hutan pinus yang sudah alih fungsi menjadi tempat wisata, dengan spot swa foto, flying fox, bahkan tempat camping pun tersedia.

Santo memimpin di depan, diikuti 2 anak baru, lalu Nayla satu-satunya senior perempuan mengikuti di belakangnya, dilanjutkan senior Baim dan Indra paling belakang. Selang seling dengan pendaki junior.

Kisah Terlarang Dari Gunung Slamet
Sumber : jateng.news.com


Jalur semakin menanjak, banyak junior yang mulai terlihat lelah, pos 1 berhasil dilewati. Hingga sampai di jalur pendakian menuju pos 2.


Shifa adalah salah satu junior terlihat beberapa kali terbatuk-batuk dan berjalan paling belakang, diantara junior yang lain, tertinggal dari teman-temannya yang lain, hanya ditemani oleh Indra yang berjalan di belakang gadis cantik itu.

Melihat kondisi Shifa yang terlihat sangat kelelahan, merekapun beristirahat di pos 2. Lalu Indra berdiskusi dengan Santo untuk menemani Shifa di bagian paling belakang.

Saat Shifa batuk, beberapa kali dia membuang ludah disekitar tempat duduknya, tentu saja tanpa sepengetahuan yang lain. Wajah putihnya terlihat lelah dan berat tas keril yang digendongnya semakin menambah lelah yang dirasa. Selang beberapa saat rombongan lalu melanjutkan perjalanan.

Akan tetapi baru beberapa menit mendaki, langkah Shifa di belakang bersama Indra semakin lambat, terkadang tak terlihat oleh Santo dan yang lainnya. Santo cemas, takut seandainya mereka kesasar. Santo pun menyuruh Nayla untuk menyusul Indra dan Shifa. Nayla kemudian turun menyusul, meninggalkan rombongan yang lain.

"Ndra ! Ngapain?!" Nayla setengah berteriak pada Indra, sesaat setelah berhasil menyusul.

Nayla kaget melihat Indra terlihat merangkul bahu Shifa. Demikian pula dengan Shifa, langsung salah tingkah. Indrapun secepat kilat menurunkan lengannya dari bahu Shifa.

"Eh ... Enggak kok, cuma ini Shifa batuk-batuk terus, minta di tepuk-tepuk punggungnya." Indra membela diri.

"Hati-hati kalo batuk jangan sampai buang ludah sembarangan, harusnya kalo sakit bilang dulu sebelumnya," ujar Nayla kesal, matanya setengah menyelidik pada Indra.

Nayla curiga pada apa yang dilihatnya barusan. Tidak seharusnya Indra merangkul bahu Shifa, seperti orang sedang pacaran. Seorang senior harus benar-benar bersikap profesional pada juniornya.

"Maaf, kak. Tadi sehat pas mau berangkat." Shifa membela diri.

"Ya sudah, kalo ada apa-apa bilang sama Kak Indra ya, aku nyusul yang lain di depan, awas bentar lagi masuk pos 3," ujar Nayla lagi, dia ingin memastikan bahwa kondisi Shifa tidak menggangu pendakian mereka.

"I-iya Kak." Shifa menjawab dengan ragu. Sementara disebelahnya, Indra tidak berkata apa-apa, hanya mengacung ibu jari tanda setuju.

Kisah Terlarang Dari Gunung Slamet
Sumber : backpackerjakarta.com


Nayla lalu meninggalkan Indra dan Shifa dibelakang, menyusul rombongan yang sudah mulai jauh di depan. Sebelum menjauh dari mereka berdua, Nayla sempat melirik dengan ujung matanya melihat pada Shifa dan Indra. Tampak olehnya, saat Shifa terbatuk-batuk tangan Indra mengelus punggung Shifa.

Pikiran Nayla menjadi tak enak seketika, dipercepat langkahnya menuju Santo dan rombongan. Sepanjang perjalanan Nayla hanya diam. Hingga sudah 2 jam lebih belum juga sampai pada pos selanjutnya.

Santo terlihat agak gusar. Ditambah melihat kondisi Shifa yang semakin terbatuk-batuk. Mereka berhenti lagi untuk beristirahat.

"San, ada yang aneh, ya." Nayla mendekat pada Santo.

"Iya Nay, harusnya udah sampai pos sejam yang lalu."

Nayla lalu menceritakan apa yang dia lihat pada Santo. Lalu, Santo memanggil Baim dan Indra untuk berdiskusi. Mereka berempat berkumpul di tempat yang agak jauh dari rombongan junior yang sedang berisitirahat.

"Ndra, lebih baik balik basecamp sebelum gelap. Kasian Shifa batuk-batuk, ga akan kuat sampai puncak." Perintah Santo pada Indra.

"Shifa kuat ko, aku nanti yang jagain." Indra berkata percaya diri.

"Kamu gimana sih, pikirkan yang lain. Jangan karena satu orang terus yang lain kena batunya?" Baim menimpali.

"Eh jangan ngegas gitu dong, maksudnya apa? Shifa juga berhak sampai puncak." Indra terlihat mulai emosi.

"Ndra, kami tahu niat kamu, sebaiknya kamu kembali ke bawah dari sekarang, sebelum sampai di pos 4 Samarantu, tau kan itu pos gimana ceritanya," timpal Nayla.

"Maksudmu apa, Nay? Emang aku ngapain?" Indra balik bertanya.

"Niat kamu udah ga tulus buat muncak, Ndra. Kamu ada maksud tertentu sama Shifa," balas Baim.

"Jangan sembarang ngomong, Bro. Hati-hati jaga mulutmu." Indra semakin kesal dengan ucapan Baim.

"Kami tau, kamu ada rasa sama Shifa, masalahnya bukan disini tempatnya. Ibarat kata, kita sedang bertamu di tempat orang lain, ga boleh berpikiran dan bertingkah laku macam-macam," sahut Baim.

Hampir saja Indra emosi dan mencengkeram kerah jaket Baim, jika saja tidak dicegah oleh Santo.

"Udah ... Ga usah ribut. Shifa balik aja, kamu juga, Ndra."

"Aku ikut kembali, ya." Nayla menawarkan diri. Dia tidak yakin pada Indra dan Shifa jika tidak ada yang mengawal.

Lalu setelah berdiskusi dengan yang lain, Santo, Baim dan para junior melanjutkan pendakian ke puncak. Sementara Indra, Shifa dan Nayla kembali ke basecamp Dipajaya. Tak lupa mereka bertiga memberikan sisa perbekalan yang mereka miliki pada anggota rombongan yang melanjutkan pendakian.

Hari mulai sore, suhu udara semakin menurun, Nayla mempercepat langkahnya turun, diikuti Indra yang sibuk menuntun Shifa. Sungguh pemandangan yang kurang tepat dilakukan saat pendakian.

Hal itu membuat kekhawatiran Nayla semakin dalam. Nayla tahu, jika Indra memendam rasa suka pada Shifa. Sayangnya rasa itu diungkapkan pada waktu dan tempat yang salah.

Hingga melewati sebuah turunan yang agak curam, di sebuah pohon besar di sisi jalan setapak, mata Nayla menangkap sesosok wujud yang mengerikan. Nayla terdiam beberapa saat, seketika hatinya diliputi perasaan takut dan khawatir.

Dilihatnya Shifa dan Indra yang bertingkah laku layaknya orang sedang pacaran dimabuk asmara. Nayla kemudian menarik ujung jaket Indra ke arahnya, setengah berbisik Nayla berkata, "Ndra. Kamu tahu kan aturan disini."

"Iya tau, kenapa? Aku ga ngapa-ngapain koq," bela Indra.

"Liat kelakuan kamu sama Shifa. Ga pantas di tempat seperti ini, Ndra. Hentikan atau kamu ngebahayain kita."

"Selow gaes, gak akan ada apa-apa."

"Cukup Ndra, jangan sombong. Ingat kita dimana."

Lalu, Indra kembali ke arah Shifa. Shifa berdiri tegak di ujung jalan setapak itu. Matanya lurus memandang ke depan dengan pandangan kosong. Bibirnya membiru, entah karena suhu udara dingin atau hal lain. Wajahnya pucat pasi.

"Shifa !" Panggil Nayla keras.

Shifa terdiam. Nayla dan Indra saling berpandangan, lalu keduanya memandang ke arah pohon besar itu. Sesosok bayangan hitam tampak berkelebat ke arah Shifa. Seketika itu mereka berlari ke arah Shifa dan memaksa Shifa yang berdiri mematung untuk mempercepat langkahnya.

Kaki Shifa terseok-seok karena dipaksa untuk melangkah, sedangkan Shifa entah apa yang terjadi pada dirinya, yang jelas dia layaknya orang yang hilang ingatan, tubuhnya pun terasa sangat berat seperti ada yang menahannya.

"Cepat Ndra!" Teriak Nayla.

Indra terlihat menyeret paksa badan Shifa yang seakan-akan berat untuk berjalan meninggalkan tempat itu. Sementara mulut Nayla tak berhenti berdoa dan berdzikir.

Langkah kaki mereka ke arah pos 2 terasa semakin menjauh. Waktu tempuh dari arah pos 3 ke arah pos 2 seharusnya tak selama ini, namun sekarang sudah 2 jam mereka belum bertemu dengan pos 2, yang biasanya banyak para pendaki yang sedang berisitirahat.

Hari semakin gelap, Nayla hampir putus asa. Suhu udara yang semakin turun ditambah lelah yang mendera membuat Nayla gusar. Nayla berdiri sesaat melihat ke arah Indra, Indra tampak kelelahan memapah tubuh Shifa.

Mata Nayla terbelalak melihat apa yang ada dibelakang Indra. Sesosok kecil tampak ikut naik pada tas keril yang digendong Indra. Bulu kuduk Nayla merinding. Meski rasa takut menyergap dan irama jantung yang berdetak kencang, didekatinya tubuh Shifa dan Indra.

"Ndra, apapun yang terjadi kita bersama, ya, jangan melepaskan pegangan satu sama lain. Kita saling membantu," ucap Nayla terbata-bata dengan mata yang sesekali melirik ke arah keril Indra.

Indra pun mengiyakan. Tangan Nayla memegang lengan Shifa sebelah kiri, sementara sebelah kanan Indra yang memegang. Shifa seolah tak berdaya.
Indra terlihat semakin kelelahan, berat tas keril yang digendongnya ditambah ada yang sesosok yang turut serta di tas kerilnya.

Hari menggelap. Ketiganya belum juga sampai pada pos manapun. Mereka tersesat entah dimana. Menurut perhitungan waktu Nayla, seharusnya malah mereka sudah sampai di gerbang Dipajaya.

Berkali-kali Nayla membisikkan doa dan kalimat Allah pada Shifa, namun Shifa masih tetap sama, belum juga tersadar.

"Ndra, bantuin aku dong, tuntun Shifa beristighfar."

Diantara kelelahan dan jalanan menurun tajam, Indra berulang kali menuntun Shifa untuk melafalkan kalimat Allah. Akan tetapi Shifa seakan tak peduli, badannya semakin lemas dan pucat.

Tubuh Shifa semakin tak bisa diseret. Nayla dilanda cemas, malam menjelang, kabutpun mulai turun. Penerangan hanya dari senter miliknya dan Indra. Sementara sesosok itu masih tetap berada di keril Indra.

Berulang kali Nayla mencubit lengan Indra. Nayla sangat berharap Indra menyadari hal itu, dan segera meminta maaf atas kelakuannya. Nayla tahu, ada kesalahan yang dilakukan oleh mereka yang membuat penunggu daerah itu marah.

Namun lelah teramat berat membuat Indra tak mengerti arti cubitan Nayla. Mereka lalu beristirahat di sebuah batu besar. Tak terasa mereka pun tertidur karena kelelahan.

Nayla tiba-tiba terbangun oleh suara jeritan Shifa. Begitu membuka mata hanya gelap yang terlihat. Tak ada lagi Shifa dan Indra di sisinya. Keril dan senternya pun entah ada dimana. Nayla cemas dipanggilnya kedua temannya itu.

Dalam gelap, Nayla memaksakan kakinya untuk melangkah. Tak tahu arah harus kemana, yang jelas dia harus mencari jalan yang menurun. Jika tak bertemu Shifa dan Indra, setidaknya dia harus mencari bantuan.

Pikirannya penuh oleh bermacam-macam hal, tak dipedulikannya lagi aneka makhluk yang dia temui sepanjang perjalanan. Bahkan akar pohon dan semak belukar diterjang begitu saja. Mulutnya tak berhenti berdzikir dan berdoa, serta meminta maaf pada para penghuni daerah situ yang merasa terganggu oleh kehadirannya dengan Indra dan Shifa.

"Bruuuhgg!" Tiba-tiba Nayla menubruk sebuah pohon besar, dirinya oleng dan jatuh kesisi sebelah pohon itu lalu terguling diantara semak belukar. Nayla tak sadarkan diri.

***

Saat terbangun Nayla sudah berada di sebuah pondokan. Rupanya Nayla jatuh ke sawah penduduk dekat pos 1 lalu ditolong menuju pondok tempat istirahat.

"Shifa dan Indra!" Hanya itu yang Nayla ingat saat membuka mata.

"Tenang Mbak, minum dulu. Teman Mbak selamat koq," kata lelaki yang menolong Nayla sambil menyodorkan segelas air putih yang sebelumnya diberi doa.

"Kalau sudah tenang, ayo ke tempat teman Mbak."

Nayla lalu menurut pada lelaki berpeci putih tersebut.

Nayla kaget melihat kondisi Shifa dan Indra. Shifa terlihat meracau tak jelas, wajahnya masih pucat, namun mulutnya tak berhenti berbicara, terkadang menangis lalu tertawa terbahak-bahak. Di sebelahnya Indra tampak terdiam, tak bicara apapun. Duduk sambil melipat lutut ke dadanya.

"Temen Mbak diganggu. Tadi ada warga yang nemuin di deket batu besar."

"Temen Mbak sepertinya melanggar pantangan disini, jangan khawatir ya, Insya Allah bisa sembuh,"

"I-iya Pak, maaf kami sudah khilaf. Atas nama temen, saya minta maaf ya, Pak."

"Sebaiknya teman Mbak sendiri yang nanti minta maaf, sesudah sadar."

Lalu tak berapa lama, datang sesepuh desa, mulutnya komat-kamit dan mengucap banyak doa yang ditiupkan pada kedua telapak tangannya, lalu diusapkan pada kepala Shifa dan Indra. Tak berapa lama, Shifa dan Indra jatuh terkulai dan pingsan. Nayla ikut membantu menemani mereka.

Saat mereka berdua sadar, sesepuh desa berpesan pada Indra agar tidak berpikiran kotor selama mendaki, dan tidak bercumbu sepanjang perjalanan.

Demikian juga dengan Shifa, jika tidak sehat lebih baik tidak ikut naik. Jangan seenaknya membuang ludah di sembarang tempat. Bisa jadi tempat itu adalah rumah bagi makhluk lain.

Jika hendak melakukan pendakian, niatkan hati lurus, selalu berpikiran positif dan tidak melanggar aturan yang ada, karena ada makhluk dari dunia lain yang tidak suka diusik oleh manusia.

Nayla berulang kali meminta maaf pada sesepuh desa, Shifa masih terlihat terisak-isak menyesal. Sedang Indra, tak ada yang berubah meski sudah diobati, kondisi masih tetap sama, terdiam tak banyak bicara dengan tatapan mata yang kosong.

Kisah Terlarang Dari Gunung Slamet
Sumber : Twitter




Tamat.
Diubah oleh VitaArkana 02-10-2019 12:03
zafinsyurgaAvatar border
sanyhaniAvatar border
3.maldiniAvatar border
3.maldini dan 32 lainnya memberi reputasi
31
7.7K
94
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan