- Beranda
- Komunitas
- Story
- Stories from the Heart
[Cerita Nuray] Tak Sama Lagi


TS
agityunita
[Cerita Nuray] Tak Sama Lagi
Berubah
Kehilangan sang ayah, hilang pula tawa Nuray. Jiwanya tak lagi hangat. Mendung menggelayuti wajahnya. Nuray benar-benar tak ingin menyalahkan takdir. Namun sekotak senangnya telah benar-benar terenggut.
Nuray yang baru saja duduk di bangku Sekolah menengah pertama, akhirnya menyadari. Hidupnya tak boleh berhenti sampai di situ. Ia harus meneruskan yang juga menjadi mimpi sang ayah. Bersekolah sebaik mungkin dan membuat orang tuanya bangga.
Usia Nuray mungkin terlalu muda untuk memahami. Bukan, seharusnya dia sudah sangat mengerti atas apa yag terjadi. Namun di usia yang menuju dewasanya, sosok ayah begitu ia butuhkan. Tetapi ia telah pergi.
Nuray berusaha meyakinkan dirinya, bahwa ia akan mampu melanjutkan langkahnya. Walaupun berjalan dengan menunduk. Hati masih dirundung rasa takut. Tetapi selalu ada waktunya berhenti menangisi.
Sang Ayah sudah pergi. Nuray tahu, sampai habis air matanya menetes, ayahnya tak akan pernah kembali lagi. Maka ia putuskan untuk memendam segala rasa kesedihannya. Ia harus kembali menjadi dirinya yang ceria, walaupun hanya sekedar berpura-pura.
Kini yang Nuray miliki hanyalah sang ibu. Dia berjanji dalam hatinya tak akan menyusahkan ibunya. Untuk biaya sekolah, Nuray mendapatkan beasiswa. Dan untuk keperluan sehari-harinya, Kakak pertamanyalah yang memenuhi semuanya. Tetapi Nuray bukanlah anak yang konsumtif. Atau lebih tepatnya ia akan menekan seluruh keinginannya demi terpenuhi segala kebutuhan.
Kini hanya buku harianlah yang menjadi tempatnya bercerita. Mengadukan segala yang dirasa dan dialami. Sambil selalu membayangkan, ia bercerita di pangkuan sang ayah seperti dahulu. Nuray tetap menjadi kawan yang meyenangkan bagi ketiga sahabatnya. Tetapi soal isi hati, hanya milik Nuray sendiri.
Nuray seakan kehilangan kemampuan bercerita. Dalam pikirannya, ia membutuhkan seseorang seperti ayahnya. Walaupun ia percaya tak aka ada yang mampu menggantikan sosoknya. Tetapi Nuray seakan menanamkan dalam dirinya, ia akan menemukan sosok yang tepat suatu hari nanti. Dan ia tidak akan sendiri lagi.
Pemikiran inilah yang kelak membawa Nuray masuk ke dalam kisah-kisah yang tak biasa. Ia berperan sebegitu tak masuk akalnya. Menjadi Nuray yang entah....
Bersambung.....
Kehilangan sang ayah, hilang pula tawa Nuray. Jiwanya tak lagi hangat. Mendung menggelayuti wajahnya. Nuray benar-benar tak ingin menyalahkan takdir. Namun sekotak senangnya telah benar-benar terenggut.
Nuray yang baru saja duduk di bangku Sekolah menengah pertama, akhirnya menyadari. Hidupnya tak boleh berhenti sampai di situ. Ia harus meneruskan yang juga menjadi mimpi sang ayah. Bersekolah sebaik mungkin dan membuat orang tuanya bangga.
Usia Nuray mungkin terlalu muda untuk memahami. Bukan, seharusnya dia sudah sangat mengerti atas apa yag terjadi. Namun di usia yang menuju dewasanya, sosok ayah begitu ia butuhkan. Tetapi ia telah pergi.
Nuray berusaha meyakinkan dirinya, bahwa ia akan mampu melanjutkan langkahnya. Walaupun berjalan dengan menunduk. Hati masih dirundung rasa takut. Tetapi selalu ada waktunya berhenti menangisi.
Sang Ayah sudah pergi. Nuray tahu, sampai habis air matanya menetes, ayahnya tak akan pernah kembali lagi. Maka ia putuskan untuk memendam segala rasa kesedihannya. Ia harus kembali menjadi dirinya yang ceria, walaupun hanya sekedar berpura-pura.
Kini yang Nuray miliki hanyalah sang ibu. Dia berjanji dalam hatinya tak akan menyusahkan ibunya. Untuk biaya sekolah, Nuray mendapatkan beasiswa. Dan untuk keperluan sehari-harinya, Kakak pertamanyalah yang memenuhi semuanya. Tetapi Nuray bukanlah anak yang konsumtif. Atau lebih tepatnya ia akan menekan seluruh keinginannya demi terpenuhi segala kebutuhan.
Kini hanya buku harianlah yang menjadi tempatnya bercerita. Mengadukan segala yang dirasa dan dialami. Sambil selalu membayangkan, ia bercerita di pangkuan sang ayah seperti dahulu. Nuray tetap menjadi kawan yang meyenangkan bagi ketiga sahabatnya. Tetapi soal isi hati, hanya milik Nuray sendiri.
Nuray seakan kehilangan kemampuan bercerita. Dalam pikirannya, ia membutuhkan seseorang seperti ayahnya. Walaupun ia percaya tak aka ada yang mampu menggantikan sosoknya. Tetapi Nuray seakan menanamkan dalam dirinya, ia akan menemukan sosok yang tepat suatu hari nanti. Dan ia tidak akan sendiri lagi.
Pemikiran inilah yang kelak membawa Nuray masuk ke dalam kisah-kisah yang tak biasa. Ia berperan sebegitu tak masuk akalnya. Menjadi Nuray yang entah....
Bersambung.....
Bantul, 29 September 2019


anasabila memberi reputasi
1
294
1


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan