Asal USUL kisah ( BUDI CILOK ) penyanyi yang suaranya mirip (IWAN FALS)
Tulisan tangan dari seorang sahabat.... 
Seorang sastrawan, budayawan GUSBLERO 
terima kasih Mas Gus.... 
PANGGIL DIA BUCIL
Bukan Bunga Citra Lestari, tapi Budi Cilok!
Si Budi kecil kuyup menggigil
Menahan dingin tanpa jas hujan
Di simpang jalan tugu pancoran 
Tunggu pembeli jajakan koran...
Ingat lagu ‘Sore Tugu Pancoran’ karya Iwan Falstahun 1985 itu, gan? Kebayang nggak yang dimaksud ‘anak sekecil itu berkelahi dengan waktu’ saat ini sudah jadi seperti apa? Ada yang bilang anak kecil yang dulu jualan koran agar tetap bisa sekolah itu kini telah menjelma jadi lelaki beneran, dan yang kemudian dikenal sebagai Budi Cilok
Budi Cilok, pengamen jalanan yang belum lama ini melaunching album itu barangkali memang sudah nasib hidupnya nggak jauh-jauh dari penyanyi yang udahan kadung beken banget disebut Iwan Fals. Kalau dulu dia menjadi ilham bagi lahirnya salah satu lagu Iwan yang kemudian terus dikumandangkan baik oleh teman-teman Oi maupun Slankers, kini dia telah jadi second corong bagi musikalitas Iwan yang tetap enak dinikmati.
Budi, waktu lagu Sore Tugu Pancoran ditulis saat itu memang masihlah kecil. Dilahirkan dari keluarga yang secara ekonomi serabutan, dia berjuang tidak hanya untuk dirinya sendiri agar tetap bisa sekolah, pun juga membantu ekonomi keluarga biar adik-adiknya tetap bisa makan. Dan walau kemudian ketahanan ‘anak kecil yang berkelahi dengan waktu’ terkalahkan, dengan dia hanya sanggup sekolah sampai di kelas empat SD, toh secara eksplisit dia telah menuntaskan bagian hidupnya untuk mendapatkan ilmu belajar tulis.
Waktu luang yang hanya tersisa enam jam (dari pulang sekolah jam satu lalu berjualan di jalanan sampai jam tujuh malam) ternyata tetap tak cukup bagi Budi untuk bisa eksis membantu keluarganya, dus dia memilih keluar dari sekolah dan membiarkan adik-adiknya bisa mendapatkan pendidikan seperti laiknya anak-anak yang lain.
Dari situlah berawal Budi menempatkan sosok Iwan Fals menjadi guru kehidupan baginya, melalui lagu-lagu yang disuarakan mbah Bento dari Leuwinanggung tersebut. Bagi Budi, lagu-lagunya Iwan Fals tidak sekadar pilihan lagu paling enak untuk ngamen, namun juga ada banyak pelajaran dari syair-syair lagu yang spiritual mengilhami pendalamannya terhadap kehidupan anak-anak jalanan itu sendiri. Tentang bagaimana ia harus menghargai keberadaan seorang ibu, tentang bagaimana ia harus bereaksi terhadap ketimpangan sosial yang ada di sekitarnya, juga tentang bagaimana menghadapi persoalan cinta tanpa harus lebay.
Begitulah kisah tentang Budi adalah cerita tentang takdir. Kisah tentang seorang lelaki yang mendapatkan guru, tidak dari bangku sekolahan, namun dari penghayatannya pada hidup. Diposisi ini Budi juga tidak muluk-muluk. Ia tidak pernah bermimpi untuk bisa terlihat hebat seperti Iwan Fals sang maestro. Jika pun ia memiliki sekadar keinginan, itu lebih berasal dari dorongan hatinya yang ingin berbuat sesuatu seperti apa yang sudah diawali dan dilakukan sang guru: mendamaikan hati mereka-mereka yang selama ini termarginalkan dengan lagu-lagunya, mengarahkan segala keresahan yang mendera melalui ruang ekspresi yang bisa diamini, dengan bersama menyanyi.
Dan sejauh ini Budi telah membuktikan semua itu. Di pojokan-pojokan gang yang pengap dan sumpek, di keriuhan terminal dan pasar yang panas dengan bising suara klakson dan knalpot tak kenal kompromi, ia dengan kejelataannya yang kini tetap berdiri di sisi rekan-rekan sejawatnya, Oi, Slankers, dan reggae mania. Entah sampai kapan...
::::
GUSBLERO