Kaskus

Entertainment

metalbeeAvatar border
TS
metalbee
Bertemu Teman "Tak Diundang" Diatas Gunung
Bertemu Teman "Tak Diundang" Diatas Gunung

Malam, Gan Sist. Kali ini ane akan bercerita mengenai kejadian mistis diatas 10.000 kaki. Hal yang mengganggu dan mengusik selama berada di dalam Hutan belantara nan dingin ini. Berikut adalah ceritanya gan!


Bertemu Teman "Tak Diundang" Diatas Gunung
Gunung Kerinci, adalah gunung tertinggi di Jakarta. Hal ini yang membuat saya tertarik untuk mendaki gunung ini. Setidaknya sekali seumur hidup. Waktu itu di bulan oktober, musim penghujan, ya, walaupun begitu bukan sebuah halangan untuk saya mengunjungin gunung itu. Berawal dari cerita iseng tentang tren instastorydi atas gunung. Saya beserta 2 teman saya mengusung niat untuk bisa menaiki gunung juga. Masing masing nama mereka adalah Dimas dan Itmas. Mereka masih pelajar seperti saya. Lalu kami memantapkan diri untuk pergi dari Kota ke Kabupaten Kerinci. Perjalanan sedikit lebih cepat karna kami memakai mobil pribadi milik Itmas. Sampailah kami ke Gunung kerinci. Semuanya telah di urus oleh Dimas, maklum dia yang paling piawai dalam hal ini.


Bertemu Teman "Tak Diundang" Diatas Gunung
Berkendara selama 10 menit, sampailah kami di gerbang pendakian. Saya berpesan kepada mereka untuk memeriksa apa ada yang tertinggal? Sebab inilah batas terakhir kita untuk memutuskan naik atau tidaknya. Mereka mengatakan semuanya beres. Kamipun berangkat dengan tekad yang bulat. Membayangkan sunrise yang indah, sebuah pemandangan yang akan sangat menarik sekali. Diperjalanan kami bertemu beberapa pendaki lain yang turun, kami saling menyapa dan bertanya sebentar mengenai situasi diatas, apakah masih ada orang disana atau semacamnya. 1 dari 5 pendaki itu berkata hal yang tidak saya mengerti pasti. Tapi Itmas paham karna dia terlihat mengangguk tanda bahwa ia mengerti. Akhirnya kami kembali melanjutkan perjalanan.


30 Menit, Pos 1
Sudah 30 menit kami mendaki, banyak tanjakan licin yang memaksa kami untuk berhati-hati dikarenakan baru saja terjadi hujan. Hutan begitu sunyi dengan rimbun pohon yang menutupi langit dengan rapat. Ditengah perjalanan— saya teringat sesuatu yang ingin saya tanyakan ke Itmas tentang para pendaki tadi. Karna hanya dia yang paham dan saya penasaran. Si Dimas hanya mengoceh bahwa dia ingin memasak makanan sesampainya di Pos 1. Tidak terasa kami sampai di Pos 1, permukaan tanah tidak terlalu miring dan sangat pas untuk membangun tenda. Semuanya siap, dan saya langsung bertanya pada Itmas,


Saya: Mas, tadi tuh Abang yang dibawah bilang apa?
Itmas: Oh, itu. Nggak ada.
Saya:Lah? Tadi lu ngangguk berarti lu nggak paham?
Itmas: Hahah, bukan. Nantilah. Dim, masak airnya dulu gih
Dimas: Nanti dulu, ini dingin banget, sabar
Saya: Eh, serius gue mau nanya ini!?

Itmas mulai menghela nafas

Saya: Kenapa lu? Masuk tenda gih kalo dingin
Itmas: Seharusnya abang tadi nggak cerita sih
Saya: Maksudnya nyet?Tanya saya heran
Itmas: Ssstttt... Jaga bahasa lu! Jawab Itmas sambil melotot

Saya yang melihat reaksi Itmas langsung kikuk. Saya menganggapnya hanya sekedar basa-basi saja. Kami lanjut makan bertiga. Menjelang malam, kami berunding untuk mutuskan apakah tetap disini atau lanjut ke pos 2, karna tinggal 20 menit untuk sampai ke pos 2. Namun kala itu gerimis turun dan kami mulai berpikir ulang untuk tetap pergi atau tidak. Dimas ikut saja asal kami tetap bersama, saya menyarankan untuk tetap lanjut. Namun Itmas malah ingin tetap ditenda ini sampai matahari terbit.
Malam itu sangat dingin sekali. Kami mulai memecah kesunyian dengan banyak bercerita. Waktu itu asik sekali sampai kami lupa adab. Salahsatu dari kami ada yang mengucapkan kata kotor. Seketika tenda pun hening...

Lalu Itmas berkata,


Itmas: Ada yang mau gue bilangin. Tentang 5 orang tadi yang dibawah tadiUjarnya sambil mengunyah biskuit
Dimas: Nah, apaan? Lu sama Bima asik aja ngobrol. Gue kagak di ajak
Saya: Lah iya, bener. Kan tadi gue nanyain itu tadi. Cepet dah cerita
Itmas:: Salahsatu dari mereka bilang tentang menjaga sopan santun disini. Perhatiin tutur kata dan sikap, sebab mereka tadi ngelakuin apa yang dilarang.
Dimas: Terus? Lah emang itu peraturan naik gunung kan? Terus kenapa?
Saya: Diem dulu Dim, Itmas belum selesai
Itmas: Jadi gini nih. Ketika mereka ngelakuin itu, nggak ada diantara mereka yang minta maaf. Sepanjang perjalanan, mereka yang tadinya naik berlima. Jadi ber-enam.

Saya dengan Dimas tambah bingung, tapi Itmas menambahkan


Itmas: Ya, gitulah. Udah, nggak baik cerita mitos di gunung. Harusnya pas kita udah selesai baru kita banyakin cerita
Dimas: Lu mah. Lagi penasaran woi, haduh
Saya: Yakin nih? Yaudahlah tidur cepey besok bangun pagi
Dimas: Mustahil lah, Bim, hahaha.


2 Jam Pos 2—3
Semuanya tidak berbeda, tidak ada yang janggal. Itmas tetap tidak mau cerita ke kami sedari pos 1 tadi. Dari pos 1 melewati 2 sampe mendekati pos 3 ini kami tidak memiliki banyak pikiran. Tapi hanya sedikit rasa penasaran saya mengenai apa yang akan Itmas ceritakan. Saat kami asik mendaki, Itmas tiba-tiba terdiam. Dia yang berada dibelakang kami hanya terdiam memandang hutan sebelah kanan kami. Saya sebagai temannya ikut bingung dan takut, sebab, Itmas seperti melihat uang jatuh.

Saya: Mas, ey, kenapa?
Itmas: Cepat jalan, suruh Dimas keluarin tongsis. Mas, keluarin tongsis!
Dimas: Kenapa? Naik dikit lagi, disini nggak landai
Itmas: Yaudah cepet keatas!
Saya: Eh lu kenapa?!
Itmas: Ayolah, harus cepat keatas kitanya, Bim.

Melihat Itmas begitu, semakin membuat saya penasaran. Kami bergegas mendaki, tanpa tahu apa yang membuat kami melakukan itu. Sebenarnya kami bisa saja berjalan santai menikmati hutan. Tapi, Itmas punya tujuan lain.


Dimas: Nih, buat apaan?
Itmas: Pegang aja, udah

Saya hanya bisa terdiam dan mengekor mereka dibelakang. Kaki saya terasa letih, saya berdiam sejenak. Membiarkan Itmas dan Dimas meninggalkan saya beberapa meter kedepan.


Sesaat saya mengencangkan tas, dan memasukan kertas kedalam jaket untuk menghangatkan badan, saya melihat hal aneh. Sebuah hal yang membuat saya tak bisa bergerak— jauh namun diatetap disana. Saya bergerak mengeluarkan kamera, tapi Dia menghilang. Secepat Dia datang tadi.

Bertemu Teman "Tak Diundang" Diatas Gunung

"Wuy, jangan. Cepat naik keatas, kita nggak boleh lama-lama disini, Bim."Pungkas Itmas menepuk tas saya.

Dimas hanya melihat dari atas. Saya berusaha memberitahu Itmas apa yang saya lihat tadi. Namun sepertinya dia sudah tahu apa yang saya lihat barusan. "Jangan dipikirin, Bim. Harus cepat kitanya," Suruhnya dengan tegas.

Di Pos 3 ini kami break untuk istirahat. Untungnya di Pos 3 ini ada gazebo. Dari sini saya masih belum berani cerita. Si Dimas berkali kali menertawakan beberapa lelucon, Itmas terlihat menikmatinya. Tapi saya? Ya, saya masih memikirkan tatapan itu. Tidak banyak yang kami ceritakan kecuali sebuah lawakan kuno di lereng gunung. Kami kembali melanjutkan perjalanan setelah selesai menyantap beberapa makanan lalu bergegas untuk menyelesaiankan pendakian ini.

Bertemu Teman "Tak Diundang" Diatas Gunung
Selamat perjalanan, kami dituntut untuk mengatur emosi. Karna trek mulai tajam. 1,5 jam ini kami harus berhati-hati dalam memilih pijakan. Sepanjang jalan ini, kami banyak diam karna memang terlau fokus dengan medan yang sulit ini.

Saat kami berada pada trek dengan sebuah goa alami yang terbuat dari batang pohon tua kami merasa dingin. Sangat dingin. Kami berinisiatif untuk istirahat sejenak di goa ini. Goa yang tak jauh ujungnya, bahkan sangat pendek. Betul betul tempat yang indah untuk swafoto. Tapi...

"Dak katek utak!"
(Tidak ada Otak!)

Kami terkejut. Karna kami mendengar sebuah makian. Anehnya, kami saling menatap. Tidak ada yang berbicara kecuali bernafas disini.


Dimas: Tadi siapa yang ngomong?

Saya dan Itmas terdiam. Dimas bingung.

Kami berusaha tenang. Mungkin suara pendaki diatas, kata Itmas. Namun, dari kejauhan yang sangat dalam, sebuah suara monyet dan rimbunan daun hutan semakin menggelegar. Memperdalam kekhawatiran kami. Langit menjadi mendung. Belum menjelang malam, tapi sepertinya akan turun hujan. Lalu si Dimas mulai menggerutu


Dimas: Jadi? Lanjut ng...

Sebuah pertanyaan ditahan. Kami bertiga terdiam mematung. Sangat sangat mematung. Bahkan yang bergerak di diri kami hanyalah organ tubuh kami. Kami melihat sesuatu yang seharusnya tak ada. Atau yang tidak kami harapkan!

Plis, plis jangan. Jangan.Harap Itmas disamping saya. Saya hanya berani menatapnya tanpa berkedip.

Bertemu Teman "Tak Diundang" Diatas Gunung
Sesosok makhluk melihat kami dari ujung goa dibalik pohon besar. Tidak penuh tapi matanya menandakan bahwa dia sesosok mahkluk. Kami hanya bisa terdiam. Kami membisu. Dimas membaca do'a, Itmas tetap terdiam. Saya? Juga berdo'a. Melantunkan ayat ayat suci kala makluk itu terus melihat. Kami harus tetap tenang. Bisa jadi itu hanya hewan. Karna panik dan berprasangka buruk di atas gunung tentang hal ghoib sangat dilarang. Lalu...


Dia tersenyum


Kami langsung bergerak cepat meninggalkan goa itu. Tidak peduli berapa kali kami terjatuh. Kami tetap berusaha, kami harus terus pergi. Karna kami harus lari, dari





DIAAA!!!


Sudah berapa banyak do'a yang kami panjatkan, kami tidak ingin bermalam disini, terus berjalan turun adalah hal baik. Bilapun tetap menginap, kami harus terus bersama. Kami harus pergi. Semoga dia tidak mengikuti


Pos 3
Kami terpaksa memasang tenda disini. Karna cuaca dan medan yang tidak memungkinkan. Kami bersama, kami berusaha untuk tenang. Tapi tetap tidak bisa. Makhluk itu bisa saja ada disekitar kami. "Uhang Pandak," ucap Itmas. Sontak membuat kami bingung. Kami bertanya apa itu Uhang Pandak. Si Itmas hanya menjawab, "Makhluk sini, pendaki dibawah yang kita temui meminta kita untuk berani, karna diatas ada yang menunggu bila ada kita berkata kotor, naiklah secukupnya jangan turun berlebihan. Itu yang kau lihat kan Bim?"Saya terdiam. Karna memang persis. Saya hanya terdiam sesekali berkata, "Ah, kita bisa melewati ini. Besok pasti seru."


Tapi? Malam itu yang kami inginkan hanyalah pagi. Kami menantikan sinar matahari. Menurut legenda, barang siapa yang bertemu Uhang Pandak, dia akan mendapatkan keberuntungan. Namun bagiku, itu bukanlah keberuntungan. Sejak saat itu menaiki gunung tanpa adab dan pengetahuan yang cukup adalah kesalahan fatal yang dapat mengancam jiwa-mu. Siapapun itu, apapun itu, mau bagaimanapun itu. Saya yakin, dia sedang tertawa diatas sana dengan badan kerdilnya.


Uhang Pandak


Foto: Google
Referensi: Disini
Diubah oleh metalbee 29-09-2019 02:12
GrestaAvatar border
ceuhettyAvatar border
sebelahblogAvatar border
sebelahblog dan 4 lainnya memberi reputasi
5
653
2
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan