Kaskus

Entertainment

evywahyuniAvatar border
TS
evywahyuni 
Pendakian Gunung Mekongga, Ada Kisah Yang Terpenggal Di Sana
Kisah Nyata Pengalaman Seorang Pecinta Alam

Pendakian Gunung Mekongga, Ada Kisah Yang Terpenggal Di Sana

Setiap puncak yang kamu datangi, akan mengajarkan sesuatu (Sir Martin Convay)

Pendakian Gunung Mekongga, Ada Kisah Yang Terpenggal Di Sana

Saat ini Safar bersama dengan teman-teman Pecinta Alam Mekongga (PAM) sedang bersiap-siap melakukan perjalanan mendaki Gunung Mekongga kembali. Kegiatan ekstra ini mereka lakukan untuk mengisi waktu luang setelah lepas dari ujian final di kampus Sembilanbelas November Kolaka, tempat mereka mengaduk nalar dan menjaring wawasan selama ini.

Quote:

Segala persiapan telah dibereskan jauh-jauh hari. Mereka berenam; Safar, Anto, Tiwi, Nisa, Acok, dan Citra. Telah siap dengan peralatan seadanya. Kegiatan kali ini bersifat sosial yaitu ekspedisi membersihkan sampah di jalur pendakian gunung Mekongga. Kebiasaan para pendaki lainnya selalu lupa membereskan sisa-sisa sampah plastik makanan, jadi kegiatan ini mereka lakukan setiap enam bulan sekali.

Untuk mencapai puncak gunung, memakan waktu hingga 5-6 hari perjalanan, berarti segala ransum dan perlengkapan berkemah sudah tentu harus siap sedia. Stok kantong plastik juga tak lupa mereka bawa. Sayangnya, cuaca kali ini agak tidak mendukung dikarenakan sedang memasuki akhir musim hujan. Bisa saja di perjalanan, mereka akan mendapat guyuran hujan ataupun badai angin di puncak gunung.

Mereka selalu bahu membahu. Semua sampah yang terlihat telah aman berada di dalam kantung plastik. Tak mungkin membawanya, kantung sampah itu diletakkan di salah satu pohon setelah terlebih dahulu mengikatnya dengan tali.

Pendakian sudah mulai menanjak naik. Medan yang biasa sangat mereka kenali kini berubah menjadi medan basah dan licin. Bagaimana tidak, hujan terus mengguyur lokasi pendakian mereka saat malam mulai singgah menyelimuti dengan mesranya.

Hanya satu yang mereka takutkan terjadi di depan mata, hipotermia, untunglah hal itu tidak menimpa mereka. Untung pula, tenda yang mereka bawa bisa melindungi dari terjangan angin dan rintik deras hujan.

Pendakian Gunung Mekongga, Ada Kisah Yang Terpenggal Di Sana

Begitu telah tiba di puncak. Matahari pagi menyapa di balik awan putih, hawa segar terhirup sangat nyaman. Setelah mendirikan tenda, semua bergerak memunguti sampah dan membersihkan areal yang sering digunakan pendaki untuk melakukan pesta api unggun.

Citra yang sedang asyik memunguti sampah di bagian utara tiba-tiba dikejutkan oleh suara yang terdengar asing di telinganya. Dia tegakkan tubuh dan melihat asal suara itu.

"Hai ... mau kubantu?"

Citra tak langsung tersenyum. Ia harus waspada terhadap orang asing yang baru ditemuinya ini. Laki-laki berparas cukup tampan itu tak menunggu jawaban Citra, ia langsung ikut memunguti sampah yang masih bertebaran dan memasukkannya ke kantong plastik Citra.

"Kamu ... siapa?"

"Oh iya, panggil aku Wawan aja, biar akrab, namamu siapa?" balasnya sambil terus memunguti sampah.

"Aku, Citra. Sejak kapan Kau ada di sini, Wan?"

Wawan hanya tersenyum, matanya tajam memandang Citra. Gadis itu tersipu malu, ia langsung berjalan memunguti sampah yang terlihat pandangan. Wawan pun melakukan hal yang sama.

emoticon-Shakehand2emoticon-Shakehand2 emoticon-Shakehand2


Akhirnya, sektor utara telah selesai dibersihkan. Wawan merogoh botol air minum dari dalam ranselnya. "Mau?" Dia menawari botol itu kepada Citra.

"Gak usah, kamu aja. Terima kasih sudah membantuku, Wan"

"Take it easy, santai aja, Cit." Wawan lalu membuka dan menenggak air dalam botol itu.

Citra akhirnya tersenyum, rupanya Wawan orang baik, dia hampir salah paham. Sementara Wawan minum, Citra pergi mengikat kantung sampah yang sudah penuh. Dari kejauhan, tampak Anto berjalan menghampiri Citra.

"Hei, Cit. Sudah selesai? Cepat amat?" tanyanya.

"Oh iya, tentu dong. Aku dibantuin sama Wawan tadi," jawab Citra tanpa mengalihkan pandangannya ke arah Anto.

"Wawan? Siapa itu Wawan?" tanya Anto sambil pandangannya memutari tempat itu.

"Kamu tidak melihatnya? Dia tadi ada di ...."

Citra mengangkat kepalanya dan menunjuk tempat Wawan tadi berdiri, tetapi dia justru terkejut. Orang yang dia maksud sudah tak ada di tempat tadi.

"Mana Wawan itu? Jangan menghayal deh, ayo ... mari kubantu, kita kembali ke tenda."

Citra bergeming, masih berdiri mematung memandang di antara pepohonan yang tinggi menjulang. Mengedarkan pandangannya ke sana ke mari mencoba mencari jejak Wawan.

"Citra! Ayo jalan!" teriak Anto menggema.

"Oke ... oke, Aku ada di belakangmu." Citra segera membalik badan dan sedikit berlari mengejar Anto yang sudah agak jauh berjalan.

'Siapa kamu sebenarnya, Wan?' batin Citra.

emoticon-Bingungemoticon-Bingung emoticon-Bingung


Citra tidak memberitahu keanehan yang dia alami kepada Safar. Hingga selesai makan malam pun, Citra masih memikirkan soal Wawan. Malam telah hening, Nisa dan Tiwi telah tertidur. Di luar Anto, Safar dan Acok berganti-gantian menjaga keamanan tenda mereka.

Tak bisa menahan diri, akhirnya Citra bangun dan ke luar tenda. Di depan api telah ada Safar dan Acok, Anto mengambil bagian tidur sejenak. Citra berjalan mendekati teman-temannya, lalu duduk di antara mereka. Mereka beruntung, hujan tidak turun malam ini.

"Kenapa bangun, Cit?" tegur Safar.

"Entah ... aku gak bisa tidur, Saf. Pengaruh kecapean barangkali."

"Yaudah, kamu duduk di sini aja, kalo udah ngantuk, masuk ke tenda ... jangan tidur di sini," celetuk Acok menggoda Citra.

Citra hanya tersenyum, tak menanggapi gurauan Acok. Pandangannya kini terpaku di antara kedua pohon yang berdiri tegak tak jauh dari mereka. Citra mengucek-ngucek mata, ia tak salah lihat. Di remang cahaya api unggun, ia seakan melihat sosok Wawan sedang tersenyum melihatnya!

emoticon-Takutemoticon-Takut emoticon-Takut


Citra merasa dingin yang tiba-tiba, entah mengapa. Tanpa berkata apa-apa, Citra berdiri dan masuk ke dalam tenda. Safar dan Acok hanya menggelengkan kepala melihat tingkahnya.
Setelah beberapa jam berlalu, dirinya kembali terbangun karena hendak buang air kecil. Citra mencoba membangunkan Nisa, sayang gadis itu terlalu kelelahan sehingga tidak terbangun. Begitu pun dengan Tiwi. Citra menghela napas panjang.

Di luar masih ada Safar, Acok pergi membangunkan Anto, agar bergantian jaga. Udara malam itu sangatlah dingin seperti ada yang tengah menghembuskan hawa yang berbeda di tengkuk.

"Far, temenin. Aku mo pipis." Safar seperti mendengar suara Citra yang terus menarik-narik jaket Safar.

"Tunggu Anto dulu, dia udah dibangunin ma Acok," ucap Safar.

"Udah kebelet nih, ayolah ...!"

Safar lalu berdiri, ikut berjalan di belakang Citra yang sudah jauh berjalan. Ia bahkan lupa memberi tahu Acok maupun Anto. Daripada melihat Citra tersiksa menahan buang air kecil, ia rela meninggalkan kemah. Citra berjalan cukup jauh, ia lalu menyelinap di antara rimbunan semak-semak, sementara Safar berdiri tak jauh dari pohon dekat semak-semak itu.
Angin berhembus perlahan, bulu kuduk Safar merinding. Jaket makin dieratkan ke tubuhnya. Sudah sekitar lima belas menit ia berada di tempat itu dan Citra belum menampakkan diri.

"Ciit ... Citra? Apa kau sudah selesai?"

Tak ada suara, tak ada jawaban, hanya desau angin menggesek ranting dan dedauan. Safar semakin merinding, ia memberanikan diri ke arah semak-semak itu. Sambil sesekali memanggil nama Citra, meski tak ada balasan. Hanya sapa angin malam yang seakan berbisik penuh misteri.

"Astagfirullah al adziim!"

Safar terlonjak kaget bukan kepalang, dia sudah ada di balik semak-semak itu dan Citra tidak ada di situ. 'Ke mana gadis itu?' batinnya.

Setelah mencari ke sana ke mari, ia memutuskan kembali berjalan ke tenda. Sudah ada Anto di sana, duduk menghadap api unggun. Safar segera menghampirinya, ia tak mau Citra sampai kenapa-napa.
Anto kaget, pundaknya ditepuk seseorang dari belakang

"To, kamu lihat Citra, gak?"

"Astaga! Kamu, Saf. Kirain hantu tadi!" seru Anto sambil mengusap dada.

"Kuulangi, kamu melihat Citra, gak?" Safar tidak memperdulikan ekspresi Anto. Ia terus mendesak Anto menjawab pertanyaannya.

"Kenapa kamu tiba-tiba mencari Citra? Bukannya dia ada di tendanya? Sejak tadi aku di sini, tak ada siapapun yang bangun, kukira kau dari pipis, tadi," sahut Anto panjang lebar.

"Ayo, kita coba cek di tendanya!" Safar melangkah menuju tenda Citra, meninggalkan Anto yang masih melongo tak tahu apa-apa.

Mereka bersama-sama membuka tenda, berusaha tidak menimbulkan suara, Berbeda dengan Anto, ekspresi Safar kini berbeda. Ia semakin terkejut. Citra memang benar-benar tertidur di samping Nisa dan Tiwi.

'Lalu, siapa yang tadi kutemeni buang air kecil?' batin Safar.

emoticon-sudahkudugaemoticon-sudahkuduga emoticon-sudahkuduga


Setelah menutup tenda, mereka kembali ke api unggun yang kian mengecil nyalanya. Anto segera menambahkan beberapa ranting kering dan dahan patah. Safar terduduk, bergeming tanpa suara. Anto yang melihat ekspresi Safar itu segera menegurnya.

"Kalau kau mau tidur, tidurlah Saf. Tuh, apinya mulai membesar. Kita tidur di sini saja."

Safar hanya mengangguk, ia masih shock dengan kejadian barusan. Diambilnya kantong tidur dari dalam ransel lalu menggelarnya di dekat api. Anto juga melakukan hal yang sama, karena keduanya sudah pada mengantuk, maka tak perlu berlama-lama membuka mata. Kini mereka telah tertidur lelap.

Di saat itu, tanpa mereka sadari ... ada sesosok bermantel hitam mendatangi mereka. Mengamati wajah Safar dan Anto, lalu mendatangi tenda Citra. Suasana malam di puncak gunung sangat hening, sepi dan mencekam. Tumpukan kantong plastik berisi sampah telah terisi penuh, menandakan besok mereka akan kembali turun gunung dan meninggalkan tempat itu.

"Citra ... keluarlah!" Suara itu sedikit berseru, tetapi agak tertahan.

Di dalam tenda, Citra seakan mendengar suara itu, ia terhipnotis. Ia bangkit dan ke luar dari tenda, setelah melihat siapa yang memanggilnya. Ia lalu mengikuti sosok itu yang mulai balik berjalan membelakanginya. Mereka berjalan jauh ke dalam hutan. Tak ada satupun yang menyadari hal itu, semua tertidur lelap dibuai angin malam.

emoticon-Insomniaemoticon-Insomniaemoticon-Insomnia


Keesokan paginya. Kehebohan pun terjadi. Nisa dan Tiwi mulai panik mencari Citra. Safar, Anto dan Acok berkeliling tenda mencari gadis itu. Hasilnya nihil, mereka saling mengeluarkan pendapat. Tak mungkin juga Citra berani turun gunung sendirian, mana ransel dan perlengkapannya masih utuh di dalam tenda, begitu pendapat Nisa.

Akhirnya pagi itu mereka tak jadi berkemas-kemas, pencarian terhadap Citra pun dilakukan. Safar yang sejak semalam mengalami kejadian aneh segera meminta Nisa dan menemaninya ke arah semak-semak itu untuk memeriksa sekali lagi. Anto berjalan ke arah utara, menyisir tempat dimana Citra memungut sampah kemaren. Tiwi dan Acok menyisir ke arah Timur. Mereka saling meneriakkan nama Citra.

Selang beberapa menit berlalu, pencarian mereka masih tak menemukan hasil. Matahari mulai beranjak naik, Citra belum mereka temukan. Acok dan Tiwi sudah kembali ke tenda, menyusul Safar dan Nisa. Citra masih belum mereka temukan. Nisa dan Tiwi mulai gelisah, ponsel Citra masih ada di dalam tenda. Gadis itu pergi tidak membawa satu barang pun, sehingga susah untuk dilacak.

Mereka menunggu Anto. Waktu terus berlalu, Acok masih sibuk menenangkan Tiwi dan Nisa yang sudah mulai menangis. Kedua gadis itu mulai membayangkan hal-hal buruk menimpa Citra. Safar terus mondar mandir memeriksa di belakang tenda mereka, siapa tahu ada petunjuk yang ia temukan.

emoticon-Matabeloemoticon-Matabelo emoticon-Matabelo


Dari kejauhan, mereka mendengar suara Anto berteriak memanggil nama Safar. Safar yang dari awal siap siaga segera berlari ke arah Anto. Pemuda itu tampak tersengal-sengal, Tiwi segera menyodorkan sebotol air mineral. Anto segera meminumnya, ia lalu menyerahan botol minuman itu kembali ke Tiwi. Ia lalu terus menyebut nama Citra dan menarik tangan Safar supaya mengikutinya.

Mereka lalu mengikuti Anto yang seperti berlari menembus semak-semak dan beberapa tumbuhan liar di antara pepohonanan gunung Mekongga, sembari berdoa ... semoga Citra tidak kenapa-napa.
Anto berhenti di sebuah gundukan makam tua dengan Citra yang berada di atasnya, menelungkupi makam itu. Tampaknya Citra masih tertidur.

"Itu ... itu dia, Citra!" seru Anto.

Safar mendekati Citra, berusaha membangunkan gadis itu dengan berjongkok menepuk punggung Citra perlahan. Berhasil! Citra terbangun dan menatap temannya satu persatu. Lalu, memandangi sekelilingnya.

"Kenapa Aku ada di sini, Saf?"

"Ayo, kita kembali ke tenda. Kita harus berkemas-kemas turun gunung, hari ini kita pulang. Kamu baik-baik saja, kan?"

Citra mengangguk, ia kemudian bangkit dibantu oleh Safar dan Nisa. Mereka kembali ke tenda, Tiwi dan Nisa membantu Citra mengganti pakaian dan membereskan semua barang-barang yang ada. Mereka lalu menggulung tenda dan membersihkan tempat mereka dari segala sampah yang ada.

Sampah yang mereka kumpulkan, ikut dibawa. Citra yang masih sedikit kebingungan selalu dijaga oleh Nisa dan Tiwi. Jika sore tiba dan mereka masih di pertengahan pegunungan, maka mereka kembali mendirikan tenda. Safar sebagai ketua regu selalu siap siaga menjaga teman-temannya. Semoga kejadian yang ia dan Citra alami tidak terjadi malam ini dan seterusnya.

Pendakian Gunung Mekongga, Ada Kisah Yang Terpenggal Di Sana

Quote:

Pendakian Gunung Mekongga, Ada Kisah Yang Terpenggal Di Sana
Diubah oleh evywahyuni 29-09-2019 11:22
GrestaAvatar border
ceuhettyAvatar border
sebelahblogAvatar border
sebelahblog dan 20 lainnya memberi reputasi
21
5.4K
131
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan