

TS
winwidya
Diary Seorang Wanita Biasa (1. Awal Kisah)
1. Awal kisah
Aku adalah seorang wanita biasa, hanya seorang karyawan swasta biasa dengan kehidupan yang biasa. Lahir dari keluarga yang biasa - biasa saja.
Aku tidak pernah berfikir akan memiliki kehidupan yang luar biasa ataupun mengalami hal yang menakjubkan.
Ya, semua sangat biasa. Bahkan berjalan terlalu biasa menurutku.
Aku tidak lahir di dalam keluarga yang fanatik terhadap agama. Malah justru orang tua ku masih percaya pada tradisi Sunda Buhun dan bahkan masih melakukannya adat tradisinya.
Agama yang aku anut adalah agama islam.
Tetapi walau keluargaku atau orang tuaku masih menjalani tradisi, mereka tetap melakukan kewajiban sebagai umat muslim.
Dan aku lebih banyak belajar tentang agama di sekolah agama. Bukan dari orang tuaku.
Tetapi walaupun begitu, ayah ku adalah orang yang paling pertama mengajarkan aku untuk memiliki sifat dan sikap sosial yang tinggi. Rasa toleransi, simpati bahkan empati, adalah sifat utama yang harus dimiliki seorang muslim dan itulah yang ayah ku ajarkan.
Menghargai orang lain, rendah hati dan selalu menolong bahkan ketika keadaan kita berada pada saat tersulit sekalipun.
Seringkali aku dapati ayahku terbangun ketika tengah malam karena ada warga yang meminta tolong untuk diantar ke rumah sakit. Padahal ayahku bukan seorang RT / RW apalagi kepala desa.
Ya, hanya warga biasa yang tak kenal waktu saat harus menolong sesama.
Dan warga pun sangat kehilangan beliau saat beliau meninggal bulan January 2019 kemarin.
Ternyata bukan hanya aku dan keluargaku yang merasa kehilangan, tapi seluruh warga di desa tempat aku tinggal.
Aku bangga, sangat bangga karena sifat baiknya itu yang sudah tertanam pada diri kami, anak - anaknya.
Aku bangga karena beliau ternyata begitu diakui oleh warga sekitar karena sifat simpati dan empati nya, karena sifatnya yang senantiasa menolong tanpa pamrih.
2. Aku dan Saudaraku
Mungkin kalian bingung, apa yang aku tulis ini dan apa tujuan aku menulis?
Ya, hanya sekedar curahan hati.
Seseorang yang mendorong dan mendukungku untuk menulis ialah alm. Kakak lelakiku.
Yang ternyata harus berpulang pada Yang Maha Kuasa hanya berselang sekitar 2 bulan dari Wafatnya ayah ku.
Aku merupakan anak ke-3 dari 5 bersaudara.
Kakak pertamaku seorang perempuan yang mandiri, kuat dan tegas.
Sedangkan kakak keduaku (alm) seorang laki - laki yang lembut, penyayang, manja dan kadang cengeng. Ya, dia memang cengeng.
Tapi aku juga senang saat memanjakan beliau.
Namun di balik sifat cengengnya, beliau adalah sosok kakak dan pria idaman dimataku.
Dia tidak pernah memaksakan kehendak pada adik-adiknya. Dan malah justru mendukung sepenuhnya pilihan hidup dari semua adiknya.
Dan aku amat sangat kehilangan beliau.
Kedua adikku adalah laki-laki yang bisa dibilang mandiri sih tapi si bungsu cenderung manja walau pemikirannya lebih dewasa.
Bahkan anak bungsu di keluargaku ini lebih dewasa dari kakak perempuan ku.
Anak perempuan di keluargaku hanya 2 orang.
Tapi 2 orang perempuan ini justru yang dididik seperti laki - laki.
Harus hidup mandiri, bahkan besar jauh dari orang tua.
Kakak perempuanku sejak SMA tinggal dengan bibi ku yang berbeda kota dengan tempat tinggal ayah dan ibuku.
Sedangkan aku dari sejak SD tinggal bersama alm. Nenek dan alm. Kakek. Dan memang cukup jauh juga jarak tempat tinggal kami saat itu dengan tempat tinggal kedua orang tuaku.
Karena jauh dari orang tua, walaupun aku masih suka di manja nenek dan kakek ku, aku tetap harus bisa mandiri.
Bahkan saat duduk di bangku SMA aku mulai mencari uang sendiri dengan mengajar privat dan berjualan.
Kalian pasti ingin tau bagaimana dengan anak laki-laki?
Ya, anak laki-laki semuanya tinggal bersama kedua orang tuaku di daerah yang berbeda.
Kenapa? Aku juga tidak tau.
Tapi yang aku rasakan, kedua orang tuaku memang lebih sayang pada anak laki-laki.
Seperti pilih kasih, tapi aku sudah tidak ingin membanding bandingkan hal itu.
Seperti apapun sikap mereka, aku tau bahwa kedua orang tuaku menyayangi kami semua walaupun dengan cara yang berbeda-beda.
Aku adalah seorang wanita biasa, hanya seorang karyawan swasta biasa dengan kehidupan yang biasa. Lahir dari keluarga yang biasa - biasa saja.
Aku tidak pernah berfikir akan memiliki kehidupan yang luar biasa ataupun mengalami hal yang menakjubkan.
Ya, semua sangat biasa. Bahkan berjalan terlalu biasa menurutku.
Aku tidak lahir di dalam keluarga yang fanatik terhadap agama. Malah justru orang tua ku masih percaya pada tradisi Sunda Buhun dan bahkan masih melakukannya adat tradisinya.
Agama yang aku anut adalah agama islam.
Tetapi walau keluargaku atau orang tuaku masih menjalani tradisi, mereka tetap melakukan kewajiban sebagai umat muslim.
Dan aku lebih banyak belajar tentang agama di sekolah agama. Bukan dari orang tuaku.
Tetapi walaupun begitu, ayah ku adalah orang yang paling pertama mengajarkan aku untuk memiliki sifat dan sikap sosial yang tinggi. Rasa toleransi, simpati bahkan empati, adalah sifat utama yang harus dimiliki seorang muslim dan itulah yang ayah ku ajarkan.
Menghargai orang lain, rendah hati dan selalu menolong bahkan ketika keadaan kita berada pada saat tersulit sekalipun.
Seringkali aku dapati ayahku terbangun ketika tengah malam karena ada warga yang meminta tolong untuk diantar ke rumah sakit. Padahal ayahku bukan seorang RT / RW apalagi kepala desa.
Ya, hanya warga biasa yang tak kenal waktu saat harus menolong sesama.
Dan warga pun sangat kehilangan beliau saat beliau meninggal bulan January 2019 kemarin.
Ternyata bukan hanya aku dan keluargaku yang merasa kehilangan, tapi seluruh warga di desa tempat aku tinggal.
Aku bangga, sangat bangga karena sifat baiknya itu yang sudah tertanam pada diri kami, anak - anaknya.
Aku bangga karena beliau ternyata begitu diakui oleh warga sekitar karena sifat simpati dan empati nya, karena sifatnya yang senantiasa menolong tanpa pamrih.
2. Aku dan Saudaraku
Mungkin kalian bingung, apa yang aku tulis ini dan apa tujuan aku menulis?
Ya, hanya sekedar curahan hati.
Seseorang yang mendorong dan mendukungku untuk menulis ialah alm. Kakak lelakiku.
Yang ternyata harus berpulang pada Yang Maha Kuasa hanya berselang sekitar 2 bulan dari Wafatnya ayah ku.
Aku merupakan anak ke-3 dari 5 bersaudara.
Kakak pertamaku seorang perempuan yang mandiri, kuat dan tegas.
Sedangkan kakak keduaku (alm) seorang laki - laki yang lembut, penyayang, manja dan kadang cengeng. Ya, dia memang cengeng.
Tapi aku juga senang saat memanjakan beliau.
Namun di balik sifat cengengnya, beliau adalah sosok kakak dan pria idaman dimataku.
Dia tidak pernah memaksakan kehendak pada adik-adiknya. Dan malah justru mendukung sepenuhnya pilihan hidup dari semua adiknya.
Dan aku amat sangat kehilangan beliau.
Kedua adikku adalah laki-laki yang bisa dibilang mandiri sih tapi si bungsu cenderung manja walau pemikirannya lebih dewasa.
Bahkan anak bungsu di keluargaku ini lebih dewasa dari kakak perempuan ku.
Anak perempuan di keluargaku hanya 2 orang.
Tapi 2 orang perempuan ini justru yang dididik seperti laki - laki.
Harus hidup mandiri, bahkan besar jauh dari orang tua.
Kakak perempuanku sejak SMA tinggal dengan bibi ku yang berbeda kota dengan tempat tinggal ayah dan ibuku.
Sedangkan aku dari sejak SD tinggal bersama alm. Nenek dan alm. Kakek. Dan memang cukup jauh juga jarak tempat tinggal kami saat itu dengan tempat tinggal kedua orang tuaku.
Karena jauh dari orang tua, walaupun aku masih suka di manja nenek dan kakek ku, aku tetap harus bisa mandiri.
Bahkan saat duduk di bangku SMA aku mulai mencari uang sendiri dengan mengajar privat dan berjualan.
Kalian pasti ingin tau bagaimana dengan anak laki-laki?
Ya, anak laki-laki semuanya tinggal bersama kedua orang tuaku di daerah yang berbeda.
Kenapa? Aku juga tidak tau.
Tapi yang aku rasakan, kedua orang tuaku memang lebih sayang pada anak laki-laki.
Seperti pilih kasih, tapi aku sudah tidak ingin membanding bandingkan hal itu.
Seperti apapun sikap mereka, aku tau bahwa kedua orang tuaku menyayangi kami semua walaupun dengan cara yang berbeda-beda.
0
291
3


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan