- Beranda
- Komunitas
- Entertainment
- The Lounge
Melanggar Etika Ketika Mendaki Gunung Raung


TS
kevinhartandi
Melanggar Etika Ketika Mendaki Gunung Raung

Hallo ketemu lagi dengan kevinhartandi, semoga suka:welcome
Quote:
Kejadian ini terjadi sekitar beberapa tahun lalu, ketika Adi, Rio, Bobi, Irfan, dan Dimas mendaki salah satu gunung tertinggi di Jawa Timur yaitu gunung Raung.

Mereka memulai perjalanan dengan kereta api dari kota Surabaya menuju Banyuwangi di pagi hari dan sampai di Banyuwangi pada sore hari. Sebelumnya ini adalah pengalaman yang pertama bagi Irfan dan Dimas untuk mendaki gunung, mereka berdua diajak oleh Adi untuk mengisi hari liburan semester kuliah.
Sesampainya di homestay, mereka mempersiapkan peralatan-peralatan yang harus dibawa saat mendaki gunung Raung besok pagi.
“Bro, lo bawa senter nggak?” Tanya Dimas kepada Adi.
“Bawa, tapi cuman ada satu nih.” Jawab Adi Singkat.
“Gue nggak tau kalau kita bakalan bermalam di gunung Raung, ini pengalaman pertama gue mendaki.” Dimas menimpali dengan ketidaktahuannya.
“Yaudah, ini bakalan jadi pengalaman pertama lo yang paling gak terlupakan.” Adi menjawab dan mengakhiri percakapan.
Saat adzan maghrib berkumandang, Irfan yang berniat mandi untuk membersihkan diri melihat bayangan wanita yang sedang berdiri membelakanginya berjalan menuju kamar mandi.

Irfan penasaran karena setahu dia teman temannya mendaki adalah laki-laki semua dan mereka sedang menyiapkan peralatan untuk mendaki di kamar sebelah.
Karena penasaran, Irfan pun menuju kamar mandi tersebut dan sosok wanita yang Irfan lihat itu menghilang tanpa jejak. Kemudian ketika Irfan menghidupkan lampu kamar mandi, dan tiba tiba kran air yang ada di dalam kamar mandi itu menyala dengan deras.
Irfan sontak lari menuju ke kamar sebelah menemui teman temannya dan menceritakan apa yang baru terjadi kepadanya.
“Kenapa lo fan?” Tanya Bobi melihat wajah Irfan yang ketakutan.
“Gue lihat hantu.” Jawab Irfan sambil terengah engah.
“Halusinasi mungkin lo bro, orang kita disini gapapa.” Jawab Adi sambil tetap membereskan peralatan mendakinya.
Irfan hanya bisa diam, karena memang dia tidak membawa bukti untuk membuat teman temannya percaya atas apa yang baru dia lihat barusan.
Setelah penampakan itu, tidak ada hal-hal aneh yang terjadi kepada mereka berlima dan mereka pun beristirahat untuk menyiapkan tenaga mendaki gunung Raung besok.
Hari telah berganti, pada saat itu mereka mendaki di hari Kamis dan dia bertemu dengan pendaki-pendaki lainnya di pos awal sebelum pendakian. Mereka sudah menyiapkan beberapa peralatan yang mereka bawa, terkecuali Dimas dan Irfan yang membawa peralatan-peralatan yang kurang karena minimnya pengetahuan dan minimnya persiapan.
Di awal awal pendakian, mereka berlima berjalan bersama menyusuri setapak demi setapak jalan di gunung Raung. Beberapa pendaki terlihat dan saling mendahului kelompok Adi ini, kadang mereka yang mendaki bersama saling menyapa dan menegur satu sama lain.
Tanpa terasa, waktu pun berubah menjadi sore hari dan mereka berniat untuk mendirikan tenda di sekitar untuk beristirahat.
Rio menemukan lahan yang lumayan luas, dan datar yang menurutnya bisa untuk didirikan tenda.

“Disini aja yuk kita berdiriin tenda.” Ajak Rio kepada teman temannya.
“Yaudah deh, lagian udah sore juga keburu gelap nanti” Jawab Adi.
Adi ini bisa di katakan sebagai pemimpin kelompok ini, dikarenakan pengalamannya dia yang banyak dalam mendaki beberapa gunung.
Mereka berlima pun saling gotong royong mendirikan tenda, lokasi tenda ini di samping salah satu pohon beringin besar yang seperti memayungi tenda ini apabila ada hujan atau angin kencang.
Setelah berhasil memasang tenda yang cukup untuk menampung lima orang, Bobi berniat mencari kayu atau ranting pohon kering yang bisa digunakan sebagai api unggun.
“Dim, temenin gue cari kayu yuk.” Bobi mengajak Dimas.
“Yah males gue bob, gue tunggu disini aja” Dimas menolak ajakan Bobi.
Malam itu memang suhu di gunung Raung itu lumayan dingin, disertai dengan angin yang lumayan kencang. Padahal seharusnya bulan-bulan seperti ini, adalah bulan yang paling bagus untuk mendaki, namun ternyata pada malam itu beda sekali.
Karena Bobi ini cukup berani, akhirnya dia memutuskan untuk mencari sendiri kayu kering yang bisa dibakar.
Cukup berjalan lumayan jauh dari lokasi tenda didirikan, Bobi menemukan sebuah sumur tua yang terlihat seperti terbengkalai. Tanpa berfikir panjang, dia pun menuju sumur tersebut sambil membawa botol yang dia bawa untuk cadangan air minum yang menipis.
Bobi pun menarik tali sumur yang tesambung dengan sebuah ember hingga ke bibir sumur tersebut, dia langsung menuangkan air yang terlihat segar itu ke dalam botol air mineral.
Beberapa botol dia isi dengan air sumur tersebut dan dimasukkan ke dalam ranselnya, lalu setelah botol botol itu penuh dia pun kembali berniat ke tenda.
Di perjalanan menuju tenda, Bobi seperti mendengar suara-suara yang memanggil namanya dari belakang. Bobi pun melihat ke belakang sekilas dan ternyata tidak ada apa apa.
Seketika itu dia menjadi merinding dan berlari menuju ke tenda. Sesampai di tenda, Bobi menaruh ranting ranting kering tersebut persis di depan tenda sambil menyalakan sebuah korek api agar menjadi api unggun.
Api unggun pun menyala, mereka berlima pun duduk berkumpul di depan api unggun yang semakin besar sambil mereka bercerita pengalamannya masing-masing.
Asyik bercerita, Irfan pun menyeletuk
“Bob, lo nggak ketemu setan kan pas lagi cari kayu?” Tanya Irfan sambil sedikit mengejek.
“Ada yang manggil nama gue tadi, tapi pas gue nggak lihat nggak ada.” Jawab Bobi menjelaskan apa yang terjadi.
“Kalian berdua ini suka banget halusinasi.” Kata Adi memotong cerita Bobi.
“Tapi gue tadi sempet ngelihat sumur ada airnya, dan gue isi botol yang kosong buat cadangan air minum kita” Jawab Bobi melanjutkan ceritanya.
Bobi pun mengeluarkan botol mineral yang dia isi dengan air sumur dari ranselnya, dan Bobi tiba tiba berteriak sambil melempar botol tersebut.
“Aaaaaa, apa ini?” Bobi melempar botol tersebut.
Mereka pun kaget melihat tingkah bobi yang melempar botol, dan ternyata isi dari botol tadi adalah darah.
“Apa apaan lu Bob?” Jawab Rio yang melihat botol tersebut.
Bobi lalu mengeluarkan semua botol mineral yang dia isi, dan ternyata ketiga botol tersebut berisi darahsemua.
Seketika mereka berlima pun berdiri kaget melihat apa yang Bobi keluarkan dari ranselnya tersebut.
“Bob, lu ngambil air dari mana?” Irfan ketakutan melihat botol berisi darah.
“Dari sumur yang gue temuin tadi?” Jawab Bobi dengan takut.
Keadaan semakin tidak terkendali, ketika tiba tiba Dimas jatuh pingsan dan Adi mencoba membangunkannya tetapi tidak berhasil.
“Ambil air putih cepetan” teriak Adi menyuruh Bobi.
Bobi bergegas mengambil botol yang masih berisi air putih dan menyerahkannya kepada Adi. Adi langsung mencoba menyadarkan Dimas yang masih pingsan tergeletak di tanah.
Usaha itu tidak berhasil, Dimas tiba tiba membuka matanya dan tertawa dengan suara seperti wanita.
“Hihihih” Ketawa Dimas seperti wanita sangat jelas.
“Istigfar Dim” Irfan menjawab ketawa Dimas.
Tapi suara itu menjadi lebih keras dengan tiba tiba suara tertawa tadi berubah menjadi nangis.
“Keluar kalian dari sini.” Maki Dimas kepada temannya.
Dimas seperti kesurupan seorang wanita lalu memiringkan kepalanya dan tangannya seperti mengelus ngelus rambut panjang.
“Keluar kalian dari sini, hihihi” Dimas kembali berteriak disertai oleh ketawa.
Adi langsung membacakan beberapa doa yang berniat untuk mengusir hantu tersebut dari tubuh Dimas, di ikuti beberapa teman temannya yang juga membacakan doa untuk Dimas.
“Grubaaak.” Suara tubuh Irfan tiba tiba jatuh dan pingsan.
Tak lama kemudian, Irfan juga kesurupan dan meracau seperti orang yang ketakutan.
“Tolooong aku, tolong” Suara terdengar pelan dari mulut Irfan.
Angin yang berhembus pun menjadi lebih kencang, kelompok ini pun ketakutan dan tidak percaya apa yang terjadi pada teman-temannya.
Namun Adi tetap membaca doa-doa untuk mengeluarkan arwah yang merasuki Irfan dan Dimas secara bersama-sama.
Ketika mereka terus memanjatkan doa, tiba tiba Irfan menyanyi sebuah lagu jawa secara pelan sambil tertawa.
Rio mencoba menyadarkan Irfan dengan memegangi kepalanya sambil membaca doa, tapi arwah yang merasuki Irfan tidak segera pergi.
Akhirnya usaha Adi berhasil, Dimas kembali terjatuh dan pingsan diikuti oleh Irfan yang sempat menangis sebelum akhirnya arwah itu pergi dari badannya.
Setelah mereka tersadar dan terkulai lemas, akhirnya mereka berlima memutuskan kembali ke dalam tenda untuk melewati malam.
Di dalam tenda mereka sempat mendengar seperti suara-suara keramaian orang berjalan dan berbicara secara samar samar yang berasal dari luar tenda.
Namun mereka tetap berusaha mengalihkan perhatian suara suara itu dengan memejamkan mata, berharap hari cepat berlalu dan kembali menjadi pagi.
Lama kelamaan, suara itu pun menjauh dan menghilang dari luar tenda. Mereka berlima pun tertidur dengan pulas.
Ke esokan paginya, Bobi berniat keluar tenda untuk mencari udara segar tiba tiba berteriak dengan sangat keras.
“Aaaaaaaaaa.” Teriak Bobi.
Teriakan ini pun berhasil membangunkan seluruh teman temannya, dan sontak mereka juga kaget melihat apa yang baru saja membuat Bobi berteriak.
Ternyata tenda mereka berada di antara pemakaman tua yang tidak terurus dan tenda mereka berada di bawah pohon beringin besar.
Padahal, ketika menemukan tempat ini kemarin mereka tidak melihat ada batu nisan yang terjajar dengan rapi. Mereka hanya melihat pohon beringin besar.
Kejadian ini pun makin membuat mereka panik, mereka langsung membongkar tenda yang telah mereka pasang.
“Ayo kita pergi dari tempat ini.” Ajak Adi kepada teman-temannya.
“Adi, nggak usah kita lanjutin deh perjalanan kita sampai puncak. Gue takut ada apa apa nanti.” Jawab Dimas menolak ajakan Adi untuk melanjutkan perjalanan.
“Iya di, gue udah nggak kuat ngelanjutin perjalanan.” Timpal Irfan menyetujui apa yang dikatakan Dimas barusan.
Setelah berembuk, dan melihat kejadian mistis yang menimpa mereka akhirnya mereka memutuskan untuk tidak melanjutkan perjalanan.
Di tengah perjalanan kembali, seringkali Bobi mendengarkan namanya dipanggil oleh seseorang di belakangnya dan anehnya hanya Bobi yang mendengar suara tersebut.
“Bobiii, bobii.” Suara tersebut datang dengan samar samar.
Namun Bobi menghiraukan suara tersebut walaupun wajahnya terlihat cemas dengan apa yang dia alami baru saja.
Setelah mereka sampai di pos pendakian awal, mereka bertemu dengan Mbah Aji yang dikenal sebagai penjaga gunung Raung tersebut.

Mbah Aji dengan baju jawa berwarna cokelat, dan mengenakan blangkon sedang melihat Bobi yang seperti aneh saat dipandang.
“Le, mrinio kowe.” Ucap Mbah Aji dalam bahasa Jawa yang berarti kamu harap kesini sambil menggerakkan tangannya ke arah Bobi.
Bobi pun berjalan menuju ke arah Mbah Aji, dan langsung membacakan bacaan jawa kepada Bobi.
Bobi yang tidak mengerti apa yang dikatakan Mbah Aji lalu hanya diam saja, dan seketika Mbah Aji berbicara lagi kepada Bobi.
“Coba, buka tas kamu.” Kata Mbah Aji sambil menunjuk ransel yang Bobi bawa.
Bobi membuka tasnya, dan tiga botol mineral yang berisi darahtersebut kembali ada di dalam ransel yang Bobi bawa. Spontan Bobi langsung mengeluarkan semua botol tersebut dari ranselnya.
“Marek ngapakno kowe nang gunung?” Tanya Mbah Aji lagi dalam bahasa Jawa yang berati kamu habis berbuat apa saja di gunung.
“Iya mbah, saya habis ambil air di dalam sumur kemarin malam. Saya lihat isinya kemarin air putih bersih segar, ternyata waktu saya kembali ke tenda air itu berubah menjadi darah” Jawab Bobi menjelaskan.
“Opo kowe ijin?.” Tanya Mbah Aji yang berarti apa kamu sudah meminta izin.
Bobi pun hanya berdiam ketika Mbah Aji bertanya demikian, Bobi lupa bahwa dia tidak meminta ijin dan langsung mengambil air di dalam sumur tersebut.
“Kowe ojok sembarangan njumuk barang gunung, lan kalo kepokso kudune njaluk ijin karo seng nduwe.” Mbah Aji menasihati dalam bahasa jawa, yang berarti kamu jangan sembarangan mengambil sesuatu dari gunung dan kalau terpaksa mengambil harusnya kamu meminta ijin kepada yang punya.
Bobi kembali terdiam, dia baru menyadari bahwa dia lupa akan etika yang harus dia jaga ketika mendaki gunung bahwasanya ada yang lebih mendahului dari dia.
Kemudian Mbah Aji mengambil tiga botol mineral berisi darah tersebut dan mengeruk tanah dengan tangannya lalu menaruh botol berisi darah kedalam tanah dan menguburnya di depan mata para kelompok pendaki tersebut.
“Saiki kowe kabeh njaluko sepuro karo seng nduwe panggon sakdurunge balik.” Mbah Aji berkata dalam bahasa Jawa menyuruh mereka semua meminta maaf kepada pemilik tempat ini sebelum kembali.
Mereka pun meminta maaf dan menyesali perbuatan mereka, lalu Mbah Aji kembali membacakan doa doa kepada mereka satu per satu agar selamat saat kembali.
“Makasih Mbah” Ucap Adi berterima kasih kepada Mbah Aji yang telah menolong mereka.
Mereka pun tersadar, dan mendapatkan pesan moral yang begitu dalam ketika mendaki. Kejadian mistis yang mereka alami mungkin tidak akan terjadi apabila mereka mematuhi peraturan yang ada di gunung tersebut.
Dan mereka mendapatkan pengalaman berharga saat mendaki gunung, benar benar pengalaman mendaki yang tidak terlupakan terutama oleh Dimas dan Irfan yang baru kali ini mendaki.

Mereka memulai perjalanan dengan kereta api dari kota Surabaya menuju Banyuwangi di pagi hari dan sampai di Banyuwangi pada sore hari. Sebelumnya ini adalah pengalaman yang pertama bagi Irfan dan Dimas untuk mendaki gunung, mereka berdua diajak oleh Adi untuk mengisi hari liburan semester kuliah.
Sesampainya di homestay, mereka mempersiapkan peralatan-peralatan yang harus dibawa saat mendaki gunung Raung besok pagi.
“Bro, lo bawa senter nggak?” Tanya Dimas kepada Adi.
“Bawa, tapi cuman ada satu nih.” Jawab Adi Singkat.
“Gue nggak tau kalau kita bakalan bermalam di gunung Raung, ini pengalaman pertama gue mendaki.” Dimas menimpali dengan ketidaktahuannya.
“Yaudah, ini bakalan jadi pengalaman pertama lo yang paling gak terlupakan.” Adi menjawab dan mengakhiri percakapan.
Saat adzan maghrib berkumandang, Irfan yang berniat mandi untuk membersihkan diri melihat bayangan wanita yang sedang berdiri membelakanginya berjalan menuju kamar mandi.

Irfan penasaran karena setahu dia teman temannya mendaki adalah laki-laki semua dan mereka sedang menyiapkan peralatan untuk mendaki di kamar sebelah.
Karena penasaran, Irfan pun menuju kamar mandi tersebut dan sosok wanita yang Irfan lihat itu menghilang tanpa jejak. Kemudian ketika Irfan menghidupkan lampu kamar mandi, dan tiba tiba kran air yang ada di dalam kamar mandi itu menyala dengan deras.
Irfan sontak lari menuju ke kamar sebelah menemui teman temannya dan menceritakan apa yang baru terjadi kepadanya.
“Kenapa lo fan?” Tanya Bobi melihat wajah Irfan yang ketakutan.
“Gue lihat hantu.” Jawab Irfan sambil terengah engah.
“Halusinasi mungkin lo bro, orang kita disini gapapa.” Jawab Adi sambil tetap membereskan peralatan mendakinya.
Irfan hanya bisa diam, karena memang dia tidak membawa bukti untuk membuat teman temannya percaya atas apa yang baru dia lihat barusan.
Setelah penampakan itu, tidak ada hal-hal aneh yang terjadi kepada mereka berlima dan mereka pun beristirahat untuk menyiapkan tenaga mendaki gunung Raung besok.
Hari telah berganti, pada saat itu mereka mendaki di hari Kamis dan dia bertemu dengan pendaki-pendaki lainnya di pos awal sebelum pendakian. Mereka sudah menyiapkan beberapa peralatan yang mereka bawa, terkecuali Dimas dan Irfan yang membawa peralatan-peralatan yang kurang karena minimnya pengetahuan dan minimnya persiapan.
Di awal awal pendakian, mereka berlima berjalan bersama menyusuri setapak demi setapak jalan di gunung Raung. Beberapa pendaki terlihat dan saling mendahului kelompok Adi ini, kadang mereka yang mendaki bersama saling menyapa dan menegur satu sama lain.
Tanpa terasa, waktu pun berubah menjadi sore hari dan mereka berniat untuk mendirikan tenda di sekitar untuk beristirahat.
Rio menemukan lahan yang lumayan luas, dan datar yang menurutnya bisa untuk didirikan tenda.

“Disini aja yuk kita berdiriin tenda.” Ajak Rio kepada teman temannya.
“Yaudah deh, lagian udah sore juga keburu gelap nanti” Jawab Adi.
Adi ini bisa di katakan sebagai pemimpin kelompok ini, dikarenakan pengalamannya dia yang banyak dalam mendaki beberapa gunung.
Mereka berlima pun saling gotong royong mendirikan tenda, lokasi tenda ini di samping salah satu pohon beringin besar yang seperti memayungi tenda ini apabila ada hujan atau angin kencang.
Setelah berhasil memasang tenda yang cukup untuk menampung lima orang, Bobi berniat mencari kayu atau ranting pohon kering yang bisa digunakan sebagai api unggun.
“Dim, temenin gue cari kayu yuk.” Bobi mengajak Dimas.
“Yah males gue bob, gue tunggu disini aja” Dimas menolak ajakan Bobi.
Malam itu memang suhu di gunung Raung itu lumayan dingin, disertai dengan angin yang lumayan kencang. Padahal seharusnya bulan-bulan seperti ini, adalah bulan yang paling bagus untuk mendaki, namun ternyata pada malam itu beda sekali.
Karena Bobi ini cukup berani, akhirnya dia memutuskan untuk mencari sendiri kayu kering yang bisa dibakar.
Cukup berjalan lumayan jauh dari lokasi tenda didirikan, Bobi menemukan sebuah sumur tua yang terlihat seperti terbengkalai. Tanpa berfikir panjang, dia pun menuju sumur tersebut sambil membawa botol yang dia bawa untuk cadangan air minum yang menipis.
Bobi pun menarik tali sumur yang tesambung dengan sebuah ember hingga ke bibir sumur tersebut, dia langsung menuangkan air yang terlihat segar itu ke dalam botol air mineral.
Beberapa botol dia isi dengan air sumur tersebut dan dimasukkan ke dalam ranselnya, lalu setelah botol botol itu penuh dia pun kembali berniat ke tenda.
Di perjalanan menuju tenda, Bobi seperti mendengar suara-suara yang memanggil namanya dari belakang. Bobi pun melihat ke belakang sekilas dan ternyata tidak ada apa apa.
Seketika itu dia menjadi merinding dan berlari menuju ke tenda. Sesampai di tenda, Bobi menaruh ranting ranting kering tersebut persis di depan tenda sambil menyalakan sebuah korek api agar menjadi api unggun.
Api unggun pun menyala, mereka berlima pun duduk berkumpul di depan api unggun yang semakin besar sambil mereka bercerita pengalamannya masing-masing.
Asyik bercerita, Irfan pun menyeletuk
“Bob, lo nggak ketemu setan kan pas lagi cari kayu?” Tanya Irfan sambil sedikit mengejek.
“Ada yang manggil nama gue tadi, tapi pas gue nggak lihat nggak ada.” Jawab Bobi menjelaskan apa yang terjadi.
“Kalian berdua ini suka banget halusinasi.” Kata Adi memotong cerita Bobi.
“Tapi gue tadi sempet ngelihat sumur ada airnya, dan gue isi botol yang kosong buat cadangan air minum kita” Jawab Bobi melanjutkan ceritanya.
Bobi pun mengeluarkan botol mineral yang dia isi dengan air sumur dari ranselnya, dan Bobi tiba tiba berteriak sambil melempar botol tersebut.
“Aaaaaa, apa ini?” Bobi melempar botol tersebut.
Mereka pun kaget melihat tingkah bobi yang melempar botol, dan ternyata isi dari botol tadi adalah darah.
“Apa apaan lu Bob?” Jawab Rio yang melihat botol tersebut.
Bobi lalu mengeluarkan semua botol mineral yang dia isi, dan ternyata ketiga botol tersebut berisi darahsemua.
Seketika mereka berlima pun berdiri kaget melihat apa yang Bobi keluarkan dari ranselnya tersebut.
“Bob, lu ngambil air dari mana?” Irfan ketakutan melihat botol berisi darah.
“Dari sumur yang gue temuin tadi?” Jawab Bobi dengan takut.
Keadaan semakin tidak terkendali, ketika tiba tiba Dimas jatuh pingsan dan Adi mencoba membangunkannya tetapi tidak berhasil.
“Ambil air putih cepetan” teriak Adi menyuruh Bobi.
Bobi bergegas mengambil botol yang masih berisi air putih dan menyerahkannya kepada Adi. Adi langsung mencoba menyadarkan Dimas yang masih pingsan tergeletak di tanah.
Usaha itu tidak berhasil, Dimas tiba tiba membuka matanya dan tertawa dengan suara seperti wanita.
play lagunya biar nyata.
“Hihihih” Ketawa Dimas seperti wanita sangat jelas.
“Istigfar Dim” Irfan menjawab ketawa Dimas.
Tapi suara itu menjadi lebih keras dengan tiba tiba suara tertawa tadi berubah menjadi nangis.
“Keluar kalian dari sini.” Maki Dimas kepada temannya.
Dimas seperti kesurupan seorang wanita lalu memiringkan kepalanya dan tangannya seperti mengelus ngelus rambut panjang.
“Keluar kalian dari sini, hihihi” Dimas kembali berteriak disertai oleh ketawa.
Adi langsung membacakan beberapa doa yang berniat untuk mengusir hantu tersebut dari tubuh Dimas, di ikuti beberapa teman temannya yang juga membacakan doa untuk Dimas.
“Grubaaak.” Suara tubuh Irfan tiba tiba jatuh dan pingsan.
Tak lama kemudian, Irfan juga kesurupan dan meracau seperti orang yang ketakutan.
“Tolooong aku, tolong” Suara terdengar pelan dari mulut Irfan.
Angin yang berhembus pun menjadi lebih kencang, kelompok ini pun ketakutan dan tidak percaya apa yang terjadi pada teman-temannya.
Namun Adi tetap membaca doa-doa untuk mengeluarkan arwah yang merasuki Irfan dan Dimas secara bersama-sama.
Ketika mereka terus memanjatkan doa, tiba tiba Irfan menyanyi sebuah lagu jawa secara pelan sambil tertawa.
Rio mencoba menyadarkan Irfan dengan memegangi kepalanya sambil membaca doa, tapi arwah yang merasuki Irfan tidak segera pergi.
Akhirnya usaha Adi berhasil, Dimas kembali terjatuh dan pingsan diikuti oleh Irfan yang sempat menangis sebelum akhirnya arwah itu pergi dari badannya.
Setelah mereka tersadar dan terkulai lemas, akhirnya mereka berlima memutuskan kembali ke dalam tenda untuk melewati malam.
Di dalam tenda mereka sempat mendengar seperti suara-suara keramaian orang berjalan dan berbicara secara samar samar yang berasal dari luar tenda.
play lagunya biar nyata.
Namun mereka tetap berusaha mengalihkan perhatian suara suara itu dengan memejamkan mata, berharap hari cepat berlalu dan kembali menjadi pagi.
Lama kelamaan, suara itu pun menjauh dan menghilang dari luar tenda. Mereka berlima pun tertidur dengan pulas.
Ke esokan paginya, Bobi berniat keluar tenda untuk mencari udara segar tiba tiba berteriak dengan sangat keras.
“Aaaaaaaaaa.” Teriak Bobi.
Teriakan ini pun berhasil membangunkan seluruh teman temannya, dan sontak mereka juga kaget melihat apa yang baru saja membuat Bobi berteriak.
Ternyata tenda mereka berada di antara pemakaman tua yang tidak terurus dan tenda mereka berada di bawah pohon beringin besar.
Padahal, ketika menemukan tempat ini kemarin mereka tidak melihat ada batu nisan yang terjajar dengan rapi. Mereka hanya melihat pohon beringin besar.
Kejadian ini pun makin membuat mereka panik, mereka langsung membongkar tenda yang telah mereka pasang.
“Ayo kita pergi dari tempat ini.” Ajak Adi kepada teman-temannya.
“Adi, nggak usah kita lanjutin deh perjalanan kita sampai puncak. Gue takut ada apa apa nanti.” Jawab Dimas menolak ajakan Adi untuk melanjutkan perjalanan.
“Iya di, gue udah nggak kuat ngelanjutin perjalanan.” Timpal Irfan menyetujui apa yang dikatakan Dimas barusan.
Setelah berembuk, dan melihat kejadian mistis yang menimpa mereka akhirnya mereka memutuskan untuk tidak melanjutkan perjalanan.
Di tengah perjalanan kembali, seringkali Bobi mendengarkan namanya dipanggil oleh seseorang di belakangnya dan anehnya hanya Bobi yang mendengar suara tersebut.
“Bobiii, bobii.” Suara tersebut datang dengan samar samar.
Namun Bobi menghiraukan suara tersebut walaupun wajahnya terlihat cemas dengan apa yang dia alami baru saja.
Setelah mereka sampai di pos pendakian awal, mereka bertemu dengan Mbah Aji yang dikenal sebagai penjaga gunung Raung tersebut.

Mbah Aji dengan baju jawa berwarna cokelat, dan mengenakan blangkon sedang melihat Bobi yang seperti aneh saat dipandang.
“Le, mrinio kowe.” Ucap Mbah Aji dalam bahasa Jawa yang berarti kamu harap kesini sambil menggerakkan tangannya ke arah Bobi.
Bobi pun berjalan menuju ke arah Mbah Aji, dan langsung membacakan bacaan jawa kepada Bobi.
Bobi yang tidak mengerti apa yang dikatakan Mbah Aji lalu hanya diam saja, dan seketika Mbah Aji berbicara lagi kepada Bobi.
“Coba, buka tas kamu.” Kata Mbah Aji sambil menunjuk ransel yang Bobi bawa.
Bobi membuka tasnya, dan tiga botol mineral yang berisi darahtersebut kembali ada di dalam ransel yang Bobi bawa. Spontan Bobi langsung mengeluarkan semua botol tersebut dari ranselnya.
“Marek ngapakno kowe nang gunung?” Tanya Mbah Aji lagi dalam bahasa Jawa yang berati kamu habis berbuat apa saja di gunung.
“Iya mbah, saya habis ambil air di dalam sumur kemarin malam. Saya lihat isinya kemarin air putih bersih segar, ternyata waktu saya kembali ke tenda air itu berubah menjadi darah” Jawab Bobi menjelaskan.
“Opo kowe ijin?.” Tanya Mbah Aji yang berarti apa kamu sudah meminta izin.
Bobi pun hanya berdiam ketika Mbah Aji bertanya demikian, Bobi lupa bahwa dia tidak meminta ijin dan langsung mengambil air di dalam sumur tersebut.
“Kowe ojok sembarangan njumuk barang gunung, lan kalo kepokso kudune njaluk ijin karo seng nduwe.” Mbah Aji menasihati dalam bahasa jawa, yang berarti kamu jangan sembarangan mengambil sesuatu dari gunung dan kalau terpaksa mengambil harusnya kamu meminta ijin kepada yang punya.
Bobi kembali terdiam, dia baru menyadari bahwa dia lupa akan etika yang harus dia jaga ketika mendaki gunung bahwasanya ada yang lebih mendahului dari dia.
Kemudian Mbah Aji mengambil tiga botol mineral berisi darah tersebut dan mengeruk tanah dengan tangannya lalu menaruh botol berisi darah kedalam tanah dan menguburnya di depan mata para kelompok pendaki tersebut.
“Saiki kowe kabeh njaluko sepuro karo seng nduwe panggon sakdurunge balik.” Mbah Aji berkata dalam bahasa Jawa menyuruh mereka semua meminta maaf kepada pemilik tempat ini sebelum kembali.
Mereka pun meminta maaf dan menyesali perbuatan mereka, lalu Mbah Aji kembali membacakan doa doa kepada mereka satu per satu agar selamat saat kembali.
“Makasih Mbah” Ucap Adi berterima kasih kepada Mbah Aji yang telah menolong mereka.
Mereka pun tersadar, dan mendapatkan pesan moral yang begitu dalam ketika mendaki. Kejadian mistis yang mereka alami mungkin tidak akan terjadi apabila mereka mematuhi peraturan yang ada di gunung tersebut.
Dan mereka mendapatkan pengalaman berharga saat mendaki gunung, benar benar pengalaman mendaki yang tidak terlupakan terutama oleh Dimas dan Irfan yang baru kali ini mendaki.
sumber gambar: google images.
sumber thread: pemikiran pribadi.
Diubah oleh kevinhartandi 23-09-2019 05:14






redrices dan 9 lainnya memberi reputasi
10
1.6K
Kutip
1
Balasan


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan