Quote:
JAKARTA, KOMPAS.com - Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko mengklaim komitmen Presiden Joko Widodo terhadap pemberantasan korupsi tidak pernah berubah. Disahkannya revisi Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi telah disahkan oleh pemerintah dan DPR, bukan berarti komitmen Presiden telah bergeser. "Pak Jokowi selaku presiden sama sekali tidak ada niatan dan sama sekali tidak ingin mencoba untuk melakukan perubahan atas komitmennya untuk memberantas korupsi. Itu harus dipahami semuanya," kata Moeldoko di Istana Kepresidenan, Jakarta, Selasa (17/9/2019). "Jangan ada pandangan-pandangan yang mikir, Pak Jokowi sekarang berubah, tidak. komitmen dan seterusnya tidak (berubah)," sambungnya.
Moeldoko meyakini masyarakat menyadari bahwa UU KPK sudah tak pernah mengalami perubahan selama 17 tahun. Dalam perjalanannya, Moeldoko menyebut KPK sudah mendapat berbagai kritik dan masukan dari masyarakat. "Untuk itulah DPR menampung berbagai aspirasi itu. Sebagai bentuk wujud akumulatif dari semua itu adalah proses politik dan inisiasi dilakukan di DPR untuk direvisi," ujar Moeldoko. Moeldoko menambahkan, Presiden Jokowi sudah mengubah sejumlah poin revisi yang diusulkan DPR. Presiden misalnya meminta jangka waktu penghentian penyidikan yang diperpanjang dari satu tahun menjadi dua tahun.
Lalu, Jokowi juga menolak KPK harus berkoordinasi dengan kejaksaan dalam melakukan penuntutan. Jokowi juga meminta Dewan Pengawas KPK dipilih langsung olehnya lewat panitia seleksi, bukan oleh DPR. "Kalau pemerintah tidak berkomitmen mungkin tidak banyak koreksi. Buktinya banyak koreksi pemerintah untuk memberikan masukan, revisi itu. Jadi ini sebuah bukti nyata dari situ, Pak Jokowi muncul sikap komitmennya enggak berubah," kata dia. Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Donal Fariz menilai klaim Presiden Jokowi yang ingin memperkuat Komisi Pemberantasan Korupsi lewat revisi Undang-Undang hanya delusi. Donal menilai, poin perubahan yang diusulkan Presiden Jokowi atas revisi Undang-Undang KPK sebenarnya tak berbeda jauh dari draf yang disusun DPR. Ia menyimpulkan Presiden dan DPR sama-sama ingin merevisi UU untuk melemahkan KPK.
"Kalau DPR itu drafnya sangat melemahkan, presiden kadarnya lebih kecil dari DPR. Itu saja. Poinnya tetap bertemu untuk memperlemah," ucap Donal. Meski mendapat penolakan dari berbagai pihak, namun revisi UU KPK tetap dilakukan dalam rapat paripurna pada Selasa (17/9/2019). Proses revisi relatif singkat. Sebab, DPR baru saja mengesahkan revisi UU KPK sebagai inisiatif DPR pada 6 September 2019. Dengan demikian, hanya butuh waktu sekitar 11 hari hingga akhirnya UU KPK yang baru ini disahkan.
SUMBER
jokowi pernah bilang
"saya sudah ga punya beban"
apakah ini makna positif atau negatif?
tentu ada yang manusia yang berpikir positif dan juga setan laknat bernama nasbung yang selalu berpikir negatif
jika koruptor di anggap sebagai setan
maka KPK sudah di anggap masyarakat mabok agama sini sebagai malaikat utusan tuhan untuk membasmi koruptor
tapi sadarkah anda?
bahwa malaikat sekarang bukan lagi malaikat dulu?

mereka sudah jadi lucifer, the fallen angel
merevisi UU KPK yang dianggap sakral tentu menuai berbagai polemik
dan di gunakan setan setan nasbung untuk menyebar kebencian
tapi tetap di lakukan & dilaksanakan tanpa takut merusak citra dirinya
semua demi keamanan uang negara,
dimana tanpa pengawasan pada KPK bisa terjadi kasus tebang pilih
ntah karena hubungan spesial maupun transaksional