Darurat
Agit Yunita


Ingin rasanya tutup mata dan telinga saja
namun ternyata jari-jariku tak bisa
hati dan pikiranku begitu ricuh
ada kata-kata yang harus kutuliskan
bukan untuk dibaca oleh para penguasa
paling tidak aku masih merasa menjadi warga negara

Belum tuntas kabut asap melanda
sesak bukan hanya jadi milik mereka yang menjadi koban bencana
kami pun merasa pengap
tentu saja salat minta hujan bukan sebuah kesalahan
tetapi pasti ada yang harus bertanggung jawab atas semua yang terjadi
mengapa seakan semua pandangan tertutup asap
masyarakat bukan hanya minta masker gratis
tetapi kami berharap udara kembali bisa dihirup
alam mungkin memang sedang merajuk
tetapi tidak akan ada asap kalau tidak ada api yang sengaja dikobarkan
kami hanya butuh perlindungan dari pihak yang seharusnya melindungi

Belum cukupkah itu?

Keadaan politik negeri tak kalah panasnya
selesai pemilihan presiden yang bergulir panas
isu pemindahan ibu kota yang tak kalah ganas
kini darurat korupsi menjadi penyakit yang paling kronis
aku mungkin tidak mengerti
tetapi bukan berarti tidak boleh mengungkapkan isi hati
hanya ingin bertanya, mau dibawa kemana negeri yang besar ini?
ketika para tokoh negeri yang bersih sulit kami cari
tidakkah lebih baik jangan menodai negara sendiri
ketika kejujuran menjadi barang yang mahal
tidakkah lebih baik kita memendam ingin agar tak saling merugikan
jika tak mampu
jangan bertindak semaunya
jika bukan karena menuju Indonesia yang lebih baik
jangan terus berlari mengejar ingin pribadi

Negeri ini sudah semakin renta
jangan kita hiasi ia dengan air mata
aku memang bukan bagian penting dari jajaran penguasa
aku hanya warga negara yang mencintai bangsanya
negara ini kaya
jangan sampai dibilang negeri yang miskin moralnya
negara ini indah
jangan sampai dibilang negeri ini busuk aromanya

Aku mungkin tidak bisa mengubah Negeri ini
tanganku tak mampu
tetapi paling tidak aku tidak meneruskan kedaruratan ini
menjadi gerbang kematian sendiri


Bantul, 17 September 2019