Akhirnya presiden Joko Widodo pun mengambil keputusan untuk memindahkan ibukota Indonesia dan sebagai rumah baru pemerintahan terpilih lah kalimantan sebagai Ibukota baru dan itu juga sudah dimasukkan dalam RPJMN 2020-2025 yang artinya pembangunan ibukota baru akan dilaksanakan menunggu persetujuan dari DPR RI.

Beberapa fraksi-fraksi DPR RI ada yang menolak untuk pemindahan ibukota, seperti Mardani Ali Sera dan Fadli Zon yang menolak pemindahan ibukota, respon ini tentunya berpeluang untuk menghambat proses pemindahan ibukota, dan memungkinkan adanya pembatalan RUU dan RPJMN 2020-2025 tentang pemindahan ibukota.

Persetujuan legislatif diperlukan untuk melanggengkan pemindahan ibukota, legislatif menjadi pintu terakhir dari drama pemindahan ibukota, tentunya ini tidak mudah bagi eksekutif karena beberapa fraksi-fraksi masih meragukan rencana pemindahan ibukota, yang menyentuh berbagai faktor-faktor yang sentimentil.

Dalam kekuasaan presidensil, legislatif adalah pintu terakhir untuk mengoalkan arah kebijakan yang diatur oleh eksekutif, karena mekanisme checks and balance diperlukan untuk memperkuat demokrasi dalam presidensil, pemerintahan Joko Widodo saat ini memiliki kans besar untuk mengoalkan kebijakan ini. Apabila dilihat dari minimum winning coalition yang selama ini selalu menaugi konsep ketatanegaraan Indonesia.

Melihat poin sederhana dari pemilu 2019 koalisi Joko Widodo dan Ma’aruf Amin memenangkan pilpres 2019 yang mempengaruhi peta kekuatan partai di legislatif. Total kursi gabungan partai pendukung pemerintahan adalah 349 kursi (PDIP, GOLKAR, NASDEM, PKB, PPP) sedangkan partai bukan pendukung pemerintahan 226 kursi (GERINDRA, PKS, PAN, PD), Jika terjadi pengambilan suara atau voting terlihat jelas pendukung pemerintahan pasti menang.

Dalam pertarungan arena legislasi tentunya 99% kita sudah mempunyai ibukota baru kedepannya, jika berandai-andai arah koalisi seperti itu terlebih PAN dan PD dengar-dengar sudah merapat ke pro pemerintahan, tentunya tidak ada pertarungan yang sengit diarena legislatif, dan tentunya akan melancarkan kebijakan ini menjadi Undang-Undang.

Oleh karena itu, Pemindahan ibu kota tinggal menunggu realisasi dari DPR RI, dan tentunya dari kebijakan diatas adalah salah satu contoh interaksi antara Eksekutif dan Legislatif, dan sekaligus babak akhir dari perumusan kebijakan pemindahan ibukota, lebih kedepannya saat pemilihan umum yang akan datang lebih berhati-hati dalam memilih partai karena poin penting dalam presidensil adalah keputusan yang kuat berada ditangan legislatif.