Menganalogikan Pindahnya Ibu Kota Seperti Pindah Rumah

Beranda
Komunitas
Entertainment
The Lounge
Menganalogikan Pindahnya Ibu Kota Seperti Pindah Rumah

ayokitakemanaa

15-09-2019 04:39

Menganalogikan Pindahnya Ibu Kota Seperti Pindah Rumah

Beberapa minggu yang lalu Indonesia kembali dibuat heboh dengan kabar akan dipindahkannya ibukota. Dan rencananya ibukota yang baru berlokasi di kabupaten Penajam Paser Utara dan Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur. Banyak yang berpendapat pemindahan ibukota ke Kalimantan Timur merupakan pilihan yang tepat, karena lokasinya yang berada tepat di tengah-tengah Indonesia sehingga akan lebih mudah untuk kemana-mana. Alasan yang kedua karena letaknya yang aman dari bencana, terutama gempa dan banjir. Dan yang terakhir lahannya masih luas dan harga tanah yang masih murah.

tribunnews.com

Ane melihat pemindahan ibukota ini seperti pemindahan rumah. Analoginya, kita tinggal di sebuah rumah yang punya banyak masalah. Mulai dari banjir bila musim hujan, polusi udara di lingkungan yang sudah tidak baik, jalan yang sering macet dan lain-lain. Ditambah lagi rumah yang sudah tidak cukup untuk menampung anggota keluarga lainnya dan beberapa sanak saudara yang numpang di rumah untuk mencari kerja. Dan cicilan serta hutang yang harus dibayar setiap tahunnya.

seword.com

Nah kemudian ayah sebagai kepala keluarga memutuskan untuk pindah rumah ke daerah yang masih asri dan harga tanah yang masih murah. Selain itu karena wilayahnya yang aman dari gempa dan banjir. Sehingga ayahnya bisa lebih fokus untuk menjalankan pekerjaannya. Tapi resikonya uang yang ayah miliki tidaklah cukup, sehingga dirinya harus berhutang untuk membangun rumah disana. Sang ayahpun memutuskan mengajak anak dan istrinya saja ke rumah barunya.

Bila sang ayah jadi pindah rumah, tentu memunculkan plus dan minus. Plusnya masalah yang dia dan keluarganya alami selama ini bisa hilang. Seperti tidak perlu macet-macetan, tidak perlu takut kebanjiran, tidak perlu sempit-sempitan dengan keluarga lainnya, bisa lebih fokus dengan pekerjaannya dan bisa menghirup udara lebih segar. Namun minusnya, sang ayah tentu memiliki cicilan yang lebih besar ketimbang sebelum pindah rumah. Ditambah sulitnya mencari hiburan di daerah barunya, internet yang tidak secepat dirumah yang dulu, masih sedikit transportasi umum, barang-barang lebih mahal karena masih sulit dijangkau dan lain-lain.

Padahal harapan sang ayah hanya ingin agar dia bisa lebih fokus bekerja dan anak-anaknya bisa lebih sukses di rumah baru itu. Tapi itu tentu perlu waktu yang lama karena masalah internet yang lelet dan transportasi yang belum memadai. Belum lagi kalau nantinya sanak saudara juga ingin ikut untuk pindah ke rumah baru.

koreksi.id

Ane rasa, kalopun pembangunan infrastruktur di rumah baru itu ga dibarengi sama pola pikir masyarakat kita, maka cuma akan memunculkan Jakarta ke 2. Dimana orang-orang akan berbondong-bondong nyari kerjaan ke ibukota. Giliran ga dapet kerja bakalan nyari tempat tinggal. Jakarta ane rasa masih bisa maju kalau statusnya sebagai ibukota di cabut. Para pendatang yang mencari kerja di Jakarta juga akan pindah ke Kalimantan. Tapi kalo pola pikirnya gitu terus, ya Kalimantan juga bakalan macet, penuh, polusi dan lain-lain.

Kenapa pemerintahnya ga ngerubah pola pikir warganya dulu yang awalnya pencari kerja menjadi pencipta lapangan kerja? Selain itu kalo nantinya udah fix pindah, tentu aturan dan larangan bisa lebih ditegaskan, jadi biar orang mau pake transportasi umum, biar orang engga buang sampah sembarangan, biar warga di ibukota baru itu lebih tertib.

Ane rasa ga ada salahnya memindahkan Ibukota, yang salah pola pikir masyarkat Indonesia yang berpikir bahwa ibukota adalah ladang pekerjaan. Sehingga ibu kota akan selalu menjadi serbuan para pencari kerja dan kota-kota lainnya tetap jalan di tempat.

Mohon maaf bila analogi yang ane gunakan "terlalu memaksa" emoticon-Big Grin