Semua TV dan monitor komputer model lama menggunakan bentuk aspect ratio 4:3 dimana lebar layar memiliki 33% lebih besar dibandingkan tinggi layar. Sedangkan untuk aspect ratio 16:9, mempunyai lebar yang lebih besar 78% dibandingkan tingginya, ini sangat jauh lebih besar / tinggi dibanding aspect ratio 4:3 (gambar bawah sebelah kiri). Aspect ratio 16:9 (gambar bawah sebelah kanan) ini digunakan sebagai standart untuk pemutaran film / video HDTV.
Diatas adalah contoh dimana dengan tinggi yang sama maka gambar dengan aspect ratio 16:9 (wide screen) akan memiliki lebar gambar yang lebih besar yang lebih sesuai dengan sudut pandang mata.
Kedua buat format ini bekerja dengan baik ketika sesuai dengan aspect ratio yang ada pada layar TV, sebagai contoh film2 lama dari tahun 1950 hingga 1990an akan cocok pada TV lama yang memiliki lebar layar dengan aspect ratio 4:3.
Sedangkan film2 yang lebih baru akan cocok dengan TV yang memiliki aspect ratio 16:9. Jadi ketika kita menyaksikan film dengan format 4:3 pada tv dengan layar lebar (16:0) atau film dengan format 16:9 pada TV lama dengan aspect ratio 4:3, maka harus dilakukan suatu kompromi.
Implementasi Aspect Ratio
Pada awal era pembuatan film, belum ada standarisasi aspect ratio untuk film bisu. Aspect ratio akan tegantung pada kamera pembuatan yang digunakan, bisa lebih lebar atau lebih sempit dibanding dengan yang lainnya dimana tampilan hampir menyerupai kotak.
Kemudian muncul suatu standard yang dinamakan
Academy Ratio, dimana film mempunyai aspect ratio 1.37 : 1 yang berarti suatu gambar mempunyai lebar lebih besar
1.37 kali dari pada tingginya.
Berikutnya lahir era televisi yang muncul dengan aspect ratio
1.33 (disebut juga sebagai 4:3). Adanya perbedaan antara 1.37:1 dan 1.33:1 tidak terlalu nyata dan masih dapat diterima dengan baik.
*Harap dicatat bahwa penjelasan yang diberikan disini adalah suatu konsep yang sangat dasar dimana dalam pelaksanaan prakteknya akan sangat kompleks.
Era Layar Lebar
Dengan berjalannya waktu, kemudian muncul era layar lebar dimana banyak sutradara memakai aspek ratio yang lebih besar daripada Academy Ratio, karena manusia mempunyai kecendrungan untuk melihat melebar daripada meninggi dimana hal ini didasarkan atas keberadaan mata yang berdampingan kiri dan kanan.
Ada 2 aspect ratio yang umum dipakai pada film bioskop, yaitu
Flat dan
Scope Ratio, walaupun sejumlah variasi aspect ratio juga muncul setiap tahun. Bioskop pada saat itu mempunyai peralatan yang dapat mengakomodasi ke dua bentuk tsb, yaitu dengan melakukan proses pengaturan lebar atau masking untuk menyesuaikan perbedaan ketika terjadi pergantian film yang berbeda aspect ratio.
Pada contoh film The Godfather dibawah menggunakan
Flat widescreen ratio 1.85:1
Tetapi banyak juga film yang direkam menggunakan
Scope widescreen ratio 2.35:1 seperti yang digunakan pada 'Once Upon a Time in the West.'
Film2 tersebut dapat dimainkan dengan baik pada bioskop, tetapi menyebabkan dilema ketika film tersebut dimainkan pada televisi atau video karena perbedaan aspek ratio yang digunakan.
Kemudian muncul teknik
Pan & Scan sebagai solusi dengan cara membuang bagian tepi dari gambar / film. Teknik ini tidak memberikan efek yang memuaskan dari segi fotografi, khususnya untuk film yang memakai Scope wide screen, karena hampir setengah dari gambar original hilang dan sering mengakibatkan cerita menjadi sulit diikuti.
Pada contoh film dari 'Once Upon a Time in the West,', maka ada dua buah karakter / pemain film yang hilang dan ini akan sangat mengganggu.
Pada akhir 1980 atau pada awal 1990an, sebuah solusi alternatif muncul, yaitu teknik
letter boxing, dimana gambar film yang lebih lebar dikurangi ukurannya sehinga seluruh lebar gambar film muat dalam layar TV sedangkan ruang kosong pada bagian atas dan bawah akan diisi dengan blok hitam atau
Black Bars.
Teknik ini menghasilkan gambar yang lebih baik dibandingkan teknik Pan & Scan dan sekarang DVD dan terutama Blu-ray mengadopsi teknik letterboxing untuk menjaga Original Aspect Ratio dari film tersebut.
Era HDTV
Munculnya HDTV selain memberikan resolusi yang lebih tinggi juga didesain dengan aspect ratio layar yang lebih lebar, yaitu 1.78:1 (atau 16:9). Aspect Ratio yang digunakan oleh HDTV ini sangat mendekati Flat theatrical ratio 1.85:1. Perbedaan antara kedua ratio biasanya dihilangkan dengan cara overscan oleh TV tsb.
Sekarang kita memiliki pilihan yang lebih baik dalam menonton film pada Original Aspect Ratio dengan gambar yang lebih besar tanpa ruang layar yang terbuang percuma. Tetapi problem tetap terjadi pada film yang menggunakan Scope theatrical ratio dimana teknik letterboxing tetap diperlukan walaupun telah menggunakan televisi High Definition.
Pada HDTV, gambar film 2.35:1 tidak mengalami penurunan drastis seperti televisi lama, karena film dengan 2.35:1 tetap dapat dilihat lebih besar dengan black bars yang lebih kecil dibandingkan yang dialami pada tv model lama.
Masalah yang timbul pada HDTV adalah bila menonton film lama yang menggunakan Academy Ratio yang tidak direkam dengan teknik layar lebar. Maka muncullah teknik yang disebut
pillar boxing dimana dimunculkan Black Bars yang ditempatkan pada sisi sebelah kiri dan kanan dari gambar film tersebut.
Kenapa diperlukan lebih dari satu buah Aspect Ratio ?
Pertanyaan yang sering muncul pada pemilik HDTV adalah kenapa banyak aspect ratio. Kenapa komunitas perfilman tidak membuat standart Flat ratio 1.85:1 yang mana dapat dimainkan dengan baik dilayar HDTV sehingga tidak terjadi / muncul Black Bars lagi ? Jawabannya adalah film dibuat untuk dilihat di bioskop tidak untuk di televisi.
Pilihan aspect ratio adalah pilihan yang menyangkut segi artistic dimana keputusan diambil oleh pembuat film. Beberapa film akan lebih baik dibuat dengan aspect ratio 1.85:1 sedangkan lainnya dengan 2.35:1. Hal yang sama terjadi pada lukisan, kenapa pelukis tidak menggunakan ukuran kanvas yang sama atau kenapa pemain music tidak memainkan nada yang sama.
Sebagai contoh adalah dua buah film yang dibuat oleh Steven Spielberg. Dimana sutradara merekam film Jaws dengan 2.35:1 untuk menggambarkan luasnya lautan terbuka. Sementara pada perekaman film Jurassic Park menggunakan aspect ratio yang lebih sempit, yaitu 1.85:1 dimana aspect tersebut dipilih untuk menekankan tinggi dari dinosaurus. Disini terlihat 2 buah film dengan tujuan artistik yang berbeda maka akan menggunakan aspect ratio yang berbeda juga.
Cropping pada 6:9
Seperti yang dilihat dari contoh diatas, maka pemotongan gambar film dengan aspet Scope 2,35:1 mejadi 4:3 akan mengakibatkan kehilangan gambar hampir setengah dari film aslinya. Tetapi pemotongan dari 2.35:1 ke 16:9 hanya mengakibatkan perubahan yang lebih sedikit. Apakah ini sangat berpengaruh ? apakah semua gambar yang penting tetap terlihat ?
Dengan melihat gambar diatas pada film 'Once Upon a Time in the West' kembali, terlihat beberapa area gambar terpotong. Bukankan cowboy yang ditengah adalah yang menjadi fokus ? Dan berapa banyak film yang menempatkan gambar dengan informasi penting pada bagian sisi pinggir ?
Pada rekaman gambar file Lawrence of Arabia yang terkenal yang direkam dengan kamera 65mm dengan aspect ratio 2.2:1, seperti contoh diatas. Tampak bidang kosong yang sangat luas pada sisi sebelah kiri yang kelihatannya tidak perlu dilihat karena kurang berarti, tetapi kita akan kehilangan maksud dari tujuan gambar tsb.Sutradara David Lean secara berhati-hati menggunakan ruang kosong pada gambar tsb.
Pada gambar frame tsb, tampilan langit yang luas dibagian atas dan horison pada background akan menempatkan karakter gambar didalam prespektive yang tepat sesuai yang diinginkan oleh sutradara.